"Wah! Bagus banget rumahnya Ra!"
Tasya, Fitri, dan Umi terpesona dengan kemegakan rumah Aura pagi ini. Mereka berdiri berjajar di depan rumah mewah itu dengan mata yang berbinar. Fitri berpikir jika rumah ini adalah istana yang ada di dunia nyata, istana milik Aura, dan keluarganya yang tinggal di dalam sana.
Mungkin terasa menyenangkan tinggal di dalam rumah yang besar dengan semua perabotan yang terbilang mahal, dan indah. Lantai marmer yang berkilau dengan ranjang empuk, dan wangi. Fitri tidak bisa membayangkan bagaimana jika dia yang memiliki rumah sebesar itu.
Rumahnya kecil dengan suara derit kayu yang selalu muncul ketika pintu di buka. Ketika hujan angin terlihat seperti akan roboh, dan air hujan masuk ke dalam rumah, membuat orang rumah kelimpungan karena banjir yang datang.
Aura membawa teman-temannya untuk masuk ke dalam, menyuruh mereka duduk di sofa berwarna hitam miliknya. Membukakan satu per satu toples biskuit yang dia beli di toko terdekat rumahnya karena temannya datang. Untungnya Aisyah memiliki cukup uang untuk memberikan jamuan kepada teman barunya sekarang.
Keempat gadis itu tertawa terbahak-bahak, bercerita tentang guru sekolah yang kemarin mereka temui di kelas. Pria tua yang sudah ringkih selalu marah-marah kala anak didiknya tak paham dengan pelajaran matematika. Entah kenapa selalu saja seperti itu, tidak bisa belajar matematika atau tidak mengerti dengan angka yang keluar selalu di katakan bodoh. Padahal setiap anak memiliki kapasitas otak yang berbeda, dan kreativitas yang sangat berbeda.
Contohnya seperti Alra, tidak menyukai angka, dan lebih unggul di bidang seni. Hanya seni lukis yang dia suka, tapi semua karyanya sangat unik, dan indah. Sempat beberapa kali mendapatkan nilai nol dalam ulangan matematika tak membuat kedua orang tuanya marah, dan menyebutnya bodoh. Malahan Dian, dan Aisyah bangga dengan usaha Alra karena masih mau belajar ketika ujian tiba.
Aura melihat jam dinding, pukul sembilan pagi, dan rumahbya masih sepi. Dia kembali menatap kedua temannya, dan berkata, "Kalian mau minum apa?"
"Apa aja deh Ra," sahut Tasya.
"Apa aja? Aku gak ngerti, gimana kalau kalian aja yang bikin? Ayo, ke dapur sama aku!" ajaknya dengan mata berbinar.
Teman-temannya begitu girang, menutup beberapa toples yang terbuka, dan mengikuti pemilik rumah dari belakang. Letak dapur tidak terlalu jauh, hanya saja harus keluar karena tidak di dalam rumah.
Mereka mengambil cangkir masing-masing dengan sendok kecil yang sesuai. Sedangkan Aura membuka lemari yang ada di atas kulkas, mengeluarkan satu kotak minuman instan dengan aneka rasa.
"Mau yang mana? Pilih!" Aura meletakkan kotaknya itu di atas meja makan, memberikan tempat untuk teman-temannya memilih dengan leluasa.
"Good day boleh Ra?" tanya Umi tak enak.
"Boleh, ambil aja!"
"Aku mau teh jasmin aja deh, kamu mau apa Fit?" ucap Tasya tanpa menatap Fitri.
Fitri mengambil jeruk lemon yang dekat dengannya. Setelahnya Aura menyiapkan kompor untuk air panas milik Umi, es batu serta air mineral untuk kedua temannya yang lain. Mereka mulai menyeduh minumannya masing-masing, kemudian kembali menuju ruang tamu dengan bersenda gurau.
"Ra, kok sepi banget, mama sama papa kamu ke mana?" tanya Tasya bingung.
"Iya, kak alra ke mana?" tambah Fitri yang semakin penasaran.
"Kak alra ada di kamarnya, kalau mama sama adik bungsuku lagi main di depan rumah. Sama tanteku, kenapa emangnya?" sahut Aura.
"Gak ada sih, nanya aja. Cuman penasaran, soalnya terakhir kali aku lewat sini tuh rame banget," ucap Tasya.
"Biasanya rame, tapi lagi sibuk masing-masing."
"Oh iya, kamar kamu di mana? Terus ini tangga buat naik ke lantai atas kan? Berarti di atas ada kamar kamu sama kamar semua keluarga kamu?" tanya Umi dengan begitu bersemangat.
Aura tertawa dengan gelengan kepalanya, "Itu tangga buat ke atas, di atas ada kamarku, kamarnya kak alra, kamar acha, sama kamar kak yahya. Kalau kamar mama sama papa ada di luar, di sebelah pintu ruang tamu di sini kamu tau kan? Sebelah kanan rumah dapur, sebelah kiri rumah papa sama mama."
Kening Fitri bertaut dalam karena tidak mengerti, "Kenapa beda-beda gitu?"
"Aku gak ngerti, tapi papa sendiri yang bikin rumahnya ini. Di design sendiri, di bangun sendiri. Katanya villa."
"Jadi nama rumah kamu ini villa?"
Aura mengangguk.
"Keren, bagus banget. Aku suka, kolam renangnya juga lebar, kapan-kapan berenang ke sini boleh gak Ra? Kalau di luar kan pasti bayar," ucap Umi.
"Boleh kok, nanti aku bilang sama mama kalau kalian mau berenang di sini. Emangnya mau kapan?"
"Hm! Masih belum tau, nanti deh di obrolin lagi. Mendingan sekarang ke kamarmu aja!"
"Tapi jangan rame ya! Skat yang papa bikin bukan tembok dari bata, tapi dari gipsum. Jadi kalau kita ngobrol keras-keras kak alra denger," peringat Aura dengan ekspresi yang begitu serius.
"Kak alra suka ngamuk ya?" sahut Tasya.
"Iya, dia yang paling suka ngamuk di rumah ini. Dikit-dikit marah, dikit-dikit komentar, aduh! Pokoknya dia yang paling beda." Aura bergidik ngerti ketika mengingat kemarahan Alra beberapa hari yang lalu, terlihat seperti singa yang mengamuk dengan wajah merah padam.
"Oke, kita bisik-bisik aja!"
Aura memberikan jempol kepada Umi sebelum beranjak. Mengajak ketiga teman perempuannya menuju kamarnya.
Gadis itu mulai membuka pintu kamarnya, mempersilakan teman-temannya masuk dengan langkah yang biasa saja agar tidak menimbulkan keributan.
"Wah! Keren banget kamar kamu Ra!" ucap Umi, raut mukanya begitu berbinar.
Boneka beruang yang besar membuat Fitri berlari dan memeluknya dengan begitu erat. Sementara Tasya berjalan mengelilingi kamar yang lumayan besar itu dengan anggukan kepala sesekali. Dinding berwarna ungu dengan tambahan warna putih memberikan kesan ceria yang dia dapat saat ini. Kamarnya sangat nyaman, membuat Tasya betah untuk berlama-lama di sana.
Meja belajar dengan laptop menyita perhatian Umi. Ia segera duduk, dan meminkan game dinosaurus yang ada di google chrome. Beberapa kali kalah, tapi tidak membuatnya patah semangat kali ini. Umi sangat suka tempat ini, apa lagi dengan laptop cantik milik Aura yang sedang dia gunakan.
"Kamar kamu cantik banget Ra, aku suka," ucap Fitri yang masih memeluk boneka beruang itu.
"Ahaha! Ini yang design kak alra, aku minta dia soalnya aku gak bisa bikin kamar yang cantik," sahut Aura dengan kekehannya.
"Kalau kamar kamu secantik ini, pasti kamar kak alra cantik pake banget ya?" ujar Tasya sebelum ikut duduk dengan Aura di bibir ranjang.
Aura menggelengkan kepalanya, "Salah besar! Kamarnya itu kaya anak cowok. Dinding cat hitam putih, dikit ada warna emas. Terus... ada lemari tinggi dari kaca yang dia isi mainan mobil-mobilan sama robot yang dia suka. Sepray kamarnya pun warna hitam putih, pokoknya serba hitam putih deh."
"Wah! Bagus pasti ya kamarnya?"
"Iya, kesan mewah dia dapetin. Tapi keliatan serem sih kalau malem, apa lagi pas lampunya di matiin, gelap gulita."
"Emang dia suka sama yang mistis gitu?"
"Dia suka sama yang horor gitu, suka hantu. Ih! Aku gak suka."