"Udah sampai gais. Ayo turun."
Samira membuka seatbelt. Turun, Samira berjalan memutari mobil merah milik Rissa untuk membantu Aydan turun.
"Kita kesini mau ngapain, Teh?"
"Masuk dulu, yuk." ajak Samira dengan senyum di bibirnya. Pandangannya dialihkan pada Rissa. "Ayo, Ris." Samira mengedikkan dagunya.
"Nanya mulu lu macam Dora. Ayo, masuk."
Samira terkekeh pelan melihat Rissa merangkul lengan Birru, langsung menyeret adiknya yang kebingungan itu memasuki sebuah ruko satu lantai yang dijadikan dealer motor bekas.
"Selamat datang."
Samira hanya tersenyum tipis menanggapi.
"Mau cari motor apa, Kak?"
"Yang sesuai budget, Mas." celetuk Samira sekenanya.
"Haha. Silahkan lihat-lihat dulu, Mbak. Barangkali ada yang cocok sama budget Mbak."
Samira mengangguk.
"Ih. Yang itu seperti punya papanya Ridho, Teh."
Samira menoleh mengikuti arah telunjuk Aydan. Motor matic warna merah. "Aydan suka?" tanya Samira sambil menunduk. Samira tersenyum melihat Aydan mengangguk-anggukan kepala dengan semangat. "Motornya gede, loh, itu?"
"Kan, Aydan bonceng Aa' Birru, Teh."
Samira terkekeh pelan. Haduh. Bisa saja jawabnya.
"Teteh mau beli?"
Samira tak langsung menjawab. Menatap bola mata jernih Aydan yang sedang mendongak menatapnya juga. Wajah Aydan itu perpaduan dari wajah kedua orang tuanya. Samira bisa menatap wajah Aydan lama-lama ketika sedang merindukan kedua orang tua mereka yang sudah berpulang.
"Teteh punya uang banyak?"
Samira bergumam. Suaranya tercekat di tenggorokan. Samira mendongak agar air matanya tidak mengalir. Langsung menoleh ketika merasakan genggaman pada tangannya. Samira tersenyum melihat Rissa geleng-geleng kepala.
"Jangan nangis."
Samira mengangguk melihat gerakan dari bibir Rissa yang berucap tanpa suara. Berdehem pelan, Samira mengalihkan pandangan pada Birru yang ternyata sedang menatapnya juga. "Aa' Birru suka yang mana?"
"Yang merah aja A' biar sama punya papanya Ridho."
Samira tersenyum mengusap kepala Aydan dengan sayang.
"Teteh?"
"Hmm," Samira mengangkat wajahnya. Tersenyum lembut mendapati kaca-kaca pada bola mata Birru. "Gak ada kampus dekat sama rumah kita kayak SMA-nya Birru. Teteh gak mau Birru susah di jalan."
"Tapi, Teteh yang susah."
Samira menggeleng pelan melihat Birru yang frustasi. "Kita gak tahu kedepannya nanti ada apa, Ru. Kalau kita ada motor sendiri semuanya bisa lebih mudah."
"Ck! Rempong. Lo tunjuk aja. Teteh lo lagi banyak duitnya."
Samira terkekeh pelan mendengar ucapan Rissa dan reaksi yang diberikan Birru. Adiknya yang sering kali berdebat kecil untuk masalah kecil dengan Rissa itu mendengus keras.
"Kalau emang Teteh Samira punya uang banyak. Harusnya untuk kebutuhan Teteh Samira sendiri. Belanja di mall. Kayak Teh Rissa yang hobi belanja."
"Teteh lo wonder woman. Bersyukur lo, punya teteh royal. Belum aja kayak gue, lo. Punya kakak pelitnya naudzubillah. Beli cilok aja gue di tagih."
"Lebay. Tentu Birru bersyukur punya teteh kayak Teteh Samira yang gak comel kayak Teh Rissa. Tapi, Birru juga mikir-mikir kalau Teteh Samira beliin motor."
"Yeee. Lu bocah minta dislepet banget mulutnya."
"Teh Rissa sama Aa' bertengkar terus. Aydan pusing jadinya. Pak Ustadz bilang gak boleh bertengkar."
"Mampus di ceramahin bocilnya bocil."
Samira tertawa kecil mendengar gerutuan dari Rissa yang diyakini dimaksudkan untuk diri Rissa sendiri.
"Soalnya Birru gak selucu dan segenteng Aydan. Ih, gemes."
Samira geleng-geleng kepala melihat Rissa memainkan pipi gembul Aydan yang cubitable.
"Aydan masih kecil. Teh Rissa gak boleh suka Aydan."
"Pfft!"
Samira menutup mulut dengan satu tangannya yang bebas. Tawanya hampir saja pecah ketika mendengar ucapan plos Aydan dan melihat ekspresi cengo di wajah Rissa. Matanya melirik ke arah Birru yang sedang melarikan pandangan kemana saja asal itu bukan wajah Rissa dengan senyum yang dikulum.
"Astaga bocil. Adek-adek lo emang, T.O.P, Sam. Eh, diem gak lo?!" Rissa mendorong pelan bahu Samira.
"Ekhem?! Ayo kita beli yang merah."
"Beneran, Teh?"
Samira mengangguk.
"Yeay."
Bukan hanya Samira saja yang tertawa melihat Aydan lompat-lompat di tempat, tapi Birru dan Rissa juga. "Mas saya ambil yang merah." tunjuk Samira tanpa ragu.
"Siap, Mbak. Mari. Silahkan duduk."
Samira mengangguk lagi. Berjalan menggandeng Aydan menuju meja counter mengikuti di belakang laki-laki yang sudah berjalan beberapa langkah di depan mereka itu.
"Ada 3 cara pembayaran, Mbak. Kredit, tempo atau full. Untuk kredit dan tempo, kebetulan kami ada promo cashback uang mukanya."
"Full. Saya bayar tunai, Mas." Samira yang sedang membantu Aydan duduk di kursi hanya melirik singkat ke arah laki-laki di depannya.
Samira mengambil duduk di kursi tepat di samping kursi yang sedang diduduki Aydan. Keningnya mengerut heran melihat laki-laki di depannya itu sedang tidak melihatnya, tapi melihat ke belakangnya.
Samira menoleh. Keningnya langsung mengerut. Heran melihat Rissa mengerjapkan mata seperti sedang memberikan sebuah kode, Samira mengangkat kedua alisnya naik menatap Rissa penuh dengan curiga.
"Ru, tolong tiupin mata gue. Gue kelilipan."
Oh. Kelilipan. Samira kembali menghadap depan lagi hingga tak menyadari Rissa menghela nafas lega di belakangnya.
"Gak ada apa-apa. Teh Rissa tipu, ya?"
"Masa?"
Samira tak menghiraukan perdebatan di belakangnya. "Berapa harga motornya, Mas?"
"Lima belas juta, Mbak."
Gerakan tangan Samira seketika terhenti. Perlahan Samira mengangkat wajahnya. "Lima belas juta?" tanya Samira tidak yakin sendiri. Sebelah alisnya terangkat naik melihat gelagat aneh dari laki-laki itu.
"Eng … Sudah ganti tahun, Mbak. Jadi, apa ya? Harga-harga motor juga turun. Dan seperti yang sudah saya bilang tadi. Kami … sedang ada promo."
"Promo? Bukannya cuma buat pembayaran kredit dan temp?" tanya Samira mengedarkan pandangannya mencari spanduk atau stand banner promo yang dimaksudkan oleh laki-laki itu.
"I-iya, promo. Sengaja tidak kami sebarkan, Mbak. Karena promo potongan harga berlaku hanya untuk pembeli pertama saja."
"Oh? Okelah." Samira mengangguk. Walau tidak begitu yakin dengan alasan yang diberikan laki-laki itu. Samira mengeluarkan uang dari dalam amplop dan menghitungnya. Kemudian setelah selesai, uang senilai 5 juta itu diletakkan di atas meja. "Dihitung lagi, Mas."
"Saya hitung lagi, ya, Mbak."
Samira mengangguk. "Silahkan, Mas." Samira melipat ujung amplop berwarna coklat itu.
"Uangnya Teteh banyak benget."
Samira tertawa kecil mendengar celotehan Aydan. Gemas. Samira mengacak pelan rambut Aydan. "Alhamdulillah."
"Uangnya, pas. Sebentar, saya buatkan kwitansinya dulu, Mbak."
Samira mengangguk.
"Silahkan, kwitansinya, Mbak."
Samira hanya diam membaca keterangan dalam kwitansi.
"Kuncinya ada 2. STNK, pajaknya hidup, lalu ini BPKB. Kalau mau bayar pajak atau balik nama, Mbak bisa hubungi saya. Nanti saya bantu urus."
Samira menerima uluran kartu nama dari laki-laki itu. Membaca isi kartu nama terlebih dahulu, sebelum disimpan di tas punggungnya.
"Saya bantu keluarkan motornya, Mbak."
"Makasih, Mas."
"Sama-sama, Mbak."
Samira berdiri dari duduknya sambil mengulurkan tangan pada Aydan. "Yuk, kita tunggu di luar." Samira tersenyum melihat Aydan dengan semangat melompat turun dari kursi.
"Sudah. Ini kuncinya, Mbak."
"Oh, iya." Samira memindahkan tangan Aydan ke tangan kirinya. "Terima kasih sekali lagi." Samira mengambil kunci di tangan laki-laki di depannya dengan tangan kanannya.
"Ambil. Buat Birru." Samira mengangsurkan kunci motor kepada Birru. "Maaf. Teteh cuma bisa belikan Birru motor bekas." kata Samira tersendat.
"Enggak, Teh." Birru menggeleng pelan. "Itu udah lebih dari cukup buat Birru. Makasih, ya, Teh. Makasih banget."
Samira mengangguk. Balas menggenggam tangan Birru. Air matanya tak terbendung lagi.
"Teteh nangis?"
Samira menunduk. Tersenyum menatap Aydan yang melingkarkan satu tangan yang bebas di perutnya. "Teteh seneng punya motor baru. Aydan seneng gak, punya motor baru?"
"Seneng, dong, Teh."
"Udah cukup sedih-sedih. Gue ada sesuatu buat kalian. Ru, bantuin gue."
Samira memperhatikan Rissa yang sedang berjalan menuju bagasi mobil dengan Birru yang mengekor di belakang.
"Teh Rissa mau kasih Aydan hadiah, Teh?"
"Iya. Jangan lupa bilang makasih sama Teh Rissa, oke?"
"Oke, Teteh."
Samira tersenyum melihat Aydan membentuk kata OK dengan menyatukan telunjuk dan ibu jari.
"Taraaa. Gue custom helm. Ada nama kalian di belakangnya. Nih, cobain."
Samira menerima uluran helm dari Rissa. Memakai helm jenis bogo warna hitam dengan kaca datar itu. Samira menatap Rissa yang sedang membantu Aydan memakai helm.
"Makasih, Teh Rissa."
"Sama-sama, Aydan ganteng."
Samira berpaling pada Birru yang hanya bergeming di tempat. Berjalan mendekat, Samira mengambil helm di tangan Birru.
"Teh?"
"Cobain." Samira tersenyum karena Birru menurut dengan sedikit melebarkan kedua kaki agar dia bisa memakaikan helm di kepala adiknya itu. Tidak lupa Samira memasangkan tali pengaman hingga berbunyi klik. "Ganteng banget adiknya, Teteh."
"Tetehnya cantik." puji Birru.
Samira tersenyum. "Makasih udah mau puji Teteh, loh."
"Sam, Ru?! Ayo, sini. Gue fotoin."
Samira dan Birru kompak mengangguk. Samira berdiri di sebelah kanan, sedangkan Birru di sebelah kiri Aydan.
"Cheers."
Ckrek!
Ckrek!
Ckrek!
Tbc.