Chereads / HIDE & SEEK / Chapter 4 - H & S | C h a p t e r - 0 4

Chapter 4 - H & S | C h a p t e r - 0 4

Elang cepat-cepat mengunyah potongan pizza dalam mulutnya ketika merasakan ponsel yang disimpan dalam saku celananya bergetar panjang, tanda ada panggilan masuk. Elang menepuk-nepuk kedua tangannya membersihkan remahan pizza yang tertinggal.

Elang merogoh saku jeans-nya sebelah kanan depan. Mengeluarkan ponsel dari dalam sana, sejurus dengan sambungan telepon yang terputus dengan sendirinya. Elang membaca caller id yang terpampang di layar ponselnya.

"Ck!" decak Elang kesal. Elang menelan semua pizza dalam mulutnya sambil menempelkan ponsel di telinga kanan mencoba untuk menghubungi Jason Tjandra, Business manajer Band Anemone. 

Sembari menunggu Jason menjawab panggilan teleponnya, Elang kembali menggigit pizza dengan crust tipis dan topping saus tomat, keju, oregano, dan bubuk cabai itu dalam satu gigitan besar. Melanjutkan lagi makannya yang sempat terhenti.

Elang memusatkan lagi perhatiannya pada Samira yang terlihat sedang ... menulis sesuatu. Gadis itu semakin cantik saja ketika sedang berekspresi serius seperti itu. Tenang. Elang tersenyum di antara kunyahnya.

"Hallo, El?"

"Uhuk?!" Elang menelan semua pizza dalam mulutnya sambil tangannya yang bebas meraih drinking jar. Elang dengan cepat meneguk ice cappucino latte yang rasa manisnya berkurang berkat es batu yang sudah mencair.

"Hallo, Bang."

"Kenapa lo?"

"Aman. Kenapa lo, Bang?"

"Sorry baru angkat. Bini gue telepon tadi."

"It's okay." balas Elang kembali meletakkan drinking jar di atas meja. "Dimana lo, Bang?"

"Jalan. Gu--"

"Lama bener." sindir Elang.

"Ck! Anak gue demam. Gue puter balik. Lo ke basecamp aja. Anak-anak udah gue minta puter balik juga. Entar gue nyusul sehabis urusan anak gue kelar."

Elang memicing untuk memperjelas penglihatannya ketika melihat Samira sedang tertawa lepas bercanda bersama salah satu barista cafe. Mereka berdua terlalu akrab. Alarm tanda bahaya menyala di kepala Elang.

"Hallo? El? Masih disana gak lo?"

Elang mengerjap. Tersadar kembali. 

"Iya, Bang?"

"Ahelah. Kagak dengerin gue lu, yak?"

"Denger. Take your time. Sekarang, anak lo yang lebih penting, Bang." 

Pupil Elang melebar ketika melihat kepala Samira yang tertutup topi sedang diusap lembut oleh barista sama yang bercanda bersama gadis itu. Mereka berdua melakukan skinship. Itu tidak bisa dibiarkan. Terlalu jauh.

Elang yang sudah akan bangkit dari posisi duduknya hendak menghampiri Samira terpaksa kembali duduk dengan tidak tenang ketika dari balik telepon Jason memberinya ultimatum. Lagipula Jason seperti cenayang saja. Tahu apa yang akan dia lakukan.

"Jangan berulah. Jaga sikap lo di tempat umum. Gue lagi gak mood kasih lo ceramah sekarang. Gue bakal tutup mata soal lo pergi sendirian dan tanpa pengawal, Inget. MV kalian baru berapa jam launching, El."

Elang mendengus pelan. "Kelar makan, gue langsung ke basecamp."

"Oke. Gue matiin."

"Hmm,"

Sambungan terputus. Elang menurunkan ponsel dari telinganya dan kembali memasukkan dalam saku jeans-nya bagian kanan depan. Tatapannya menyorot tajam pada barista yang tengah meracik minuman. Dia, si barista itu adalah orang pertama yang akan Elang larang dekat dengan Samira ketika gadis itu menjadi miliknya.

Elang dengan berat hati menghabiskan pizza yang jadi terasa hambar di lidahnya. Padahal, kapan lagi bisa menyantap makanan favoritnya di tengah-tengah tuntutan Jason menjaga bentuk tubuh? Elang jadi kesal sendiri mengingatnya.

Elang meneguk sisa ice cappucino latte dalam drinking jar hingga habis. Meski sama-sama kopi, Elang lebih menyukai Americano. Elang mencampakkan tisu bekas mengelap bibirnya di atas piring bekas pizza. 

Bangkit dari duduknya, Elang berjalan menuju meja kasir sambil memakai maskernya lagi. Masuk dalam antrian. Elang menatap Samira lekat-lekat dari balik kacamatanya. Otomatis ikut maju ketika orang di depannya maju juga. 

Elang mengulum senyumnya ketika melihat wajah penuh senyum Samira langsung berubah menjadi masam begitu dia berdiri di hadapan gadis itu. "Kenapa berubah mukanya?"

"Emangnya saya power ranger berubah?"

Elang manggut-manggut. "Emangnya aku Ksatria baja hitam?"

"Ek-khem."

Elang tertawa kecil dengan kedua alis diangkat naik. Memperhatikan Samira yang sedang berkutat dengan nota dan mesin kasir. "Salah tingkah?" Elang mengulum senyumnya ketika mendapat tatapan tajam dari Samira. "Santai. Jadi berapa semuanya?" 

"Tuh?!"

Elang mengikuti arah telunjuk Samira menunjuk. Astaga, gadis itu. Elang kembali menatap Samira. "Ngomong, bisa? Sama yang lain mau ngomong."

"65 ribu rupiah, Kakak ... Harga yang tercantum dalam daftar menu belum termasuk PPN. Mau cash atau debit?"

"Debit." Elang mengeluarkan dompet dari saku jeans-nya bagian kanan belakang, kemudian mengeluarkan satu kartunya untuk diserahkan kepada Samira. Elang mengernyit. "Kenapa? Ini, ambil." Elang menyodorkan kartunya ke depan Samira yang menatapnya dengan malas, disertai dengusan pelan.

"Serius?"

"Iya. Serius." Elang mengangguk polos. Ada masalah dengan kartunya? Elang menurunkan pandangan pada kartunya.

"Serius bercanda 'kan, Kak? Haha … Jangan bercanda."

"Gak bercanda." Elang mengangkat wajahnya, menatap Samira dengan serius. 

"Ekhem. Yang ada-ada aja, deh Kak. Black card masa dipakai buat bayar makanan yang gak sampai 100 ribu. Sampai 100 ribu juga hitungannya masih bercanda. Tahu, situ kaya. Tapi, lihat-lihat lah, kalau mau bercanda,"

Elang tidak tersinggung sama sekali. Elang tersenyum, menarik tangannya yang memegang kartu. "Cocok banget."

"Cocok banget buat?" 

"Buat kamu. Udah ganteng, mapan lagi. Perfect." Elang memainkan kedua alisnya naik turun mencoba menggoda Samira.

"Wooo. Ngelantur bin ngawur."

Elang terkekeh pelan. "Tapi, serius. Aku cashless." Elang membuka dompetnya yang kosong melompong dan ditunjukkan pada Samira.

"Ck. Yaudah, deh."

"Yaudah apa?" tanya Elang sambil menutup dompetnya lagi.

"Pakai uang saya dulu. Nanti Kakak ganti uang saya."

"Boleh?" Elang tak tahu apa yang lucu dari pertanyaannya sampai membuat Samira tertawa kecil.

"Gak ada bedanya, Kak. Nanti saya juga yang bakal nombokin dulu. Tapi, seenggaknya kalau saya kasih pinjam Kakak, uang saya bakal balik lagi."

"Kalau gitu aku minta nomor rekening sekalian nomor telepon kamu." Elang mengeluarkan ponselnya. Mengotak atik benda persegi itu sebentar. Elang mendongak ke arah Samira, "Tulis disitu." Elang menyerahkan ponselnya pada Samira yang langsung diterima gadis itu. 

Elang mengulum senyumnya. Alhamdulillah. Rezeki anak soleh. Pandangannya tidak sengaja jatuh pada barista bernama … Dimas yang sedang menatapnya juga. Elang mengangkat naik sebelah alisnya. Tersenyum miring ketika Dimas lebih dulu memutus aksi saling pandangan mereka.

"Kakak minta nomer rekening saya bukan cuma sebatas formalitas aja 'kan?"

Samira mengangkat wajahnya dari layar ponsel pada Elang ketika tidak juga mendapatkan jawaban dari laki-laki itu. Pandangannya langsung bertemu dengan mata Elang yang juga sedang menatapnya malas.

"Enggak, lahhh. Kamu ini."

"Ya, maaf. Tapi, beneran ganti, loh."

"Astaga gadis ini."

"Seribu buat saya berharga banget." 

"Ya ampun. Iya, iya. Pasti aku ganti. Gak percaya banget." gerutu Elang di akhir kalimatnya sambil menerima ponsel miliknya yang dikembalikan Samira.

"Ya 'kan saya gak boleh gampang percaya. Apalagi sama orang yang baru saya kenal. Sama orang yang udah saya kenal juga, saya gak boleh percaya 100%."

"Yakin, baru kenal?" Elang tersenyum melihat Samira yang terdiam menatapnya lekat-lekat kembali berusaha untuk mengingatnya.

"Gak tahu, lah! Gelap."

Elang tertawa melihat Samira frustasi sendiri karena tidak berhasil mengingatnya. "Aku seneng, kalau kamu penasaran." Elang berlalu begitu saja. Sengaja menyisakan tanda tanya besar di kepala Samira. Berharap dengan begitu Samira akan mengingatnya. Paling tidak, dimulai dari hari ini.

Elang mengendarai motornya menuju sebuah minimarket 24 jam yang berdiri di seberang jalan cafe CANNA. Membeli air mineral dan rokok. Elang duduk di salah satu kursi kosong yang disediakan di teras minimarket. 

Elang menyalakan satu batang rokok. Menikmati barang mengandung nikotin itu dengan tatapan tak pernah lepas dari pintu keluar cafe CANNA berjam-jam lamanya hingga Samira yang mengayuh sepeda muncul dari arah area parkir cafe yang sudah tutup dari beberapa menit yang lalu itu. 

Elang buru-buru mematikan rokok dengan cara menekan-nekan ujung baranya di asbak. Bangkit dari duduknya langsung menuju motornya setelah membuang botol air mineral dalam tong sampah. 

Elang mengikuti di belakang Samira. Menjaga jarak dengan gadis itu. Elang berhenti tanpa mematikan mesin motornya ketika Samira berhenti di dekat gerobak martabak. Beberapa menit menunggu, Elang mengikuti Samira lagi sampai rumah gadis itu.

Menegakkan punggungnya, Elang mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah Samira. Elang mengeluarkan ponselnya, lalu mengambil foto rumah sederhana yang dimasuki gadis itu. Elang mengotak atik benda persegi itu sebentar, sebelum memasukkan ke dalam saku jeans-nya lagi.

Menatap kembali rumah yang disinyalir milik Samira, Elang tersenyum misterius. Senyum yang akan terlihat mencurigakan bagi siapapun yang melihatnya. Elang menurunkan windshield helm. Menstarter motornya, Elang putar balik.

Elang menarik gas motor sport-nya. Dan tak butuh waktu lama, motor Elang sudah melaju membelah jalanan kota yang tidak pernah sepi meski jam sudah menunjukkan waktu dini hari. Elang tersenyum di balik helmnya. 

Punggung Elang semakin turun hingga nyaris menempel tangki bensin sejurus dengan laju motornya yang semakin kencang. Meliuk-liuk ke kanan dan ke kiri. Elang dengan lincah menyalip satu persatu kendaraan di depannya.

Tbc.