Chereads / HIDE & SEEK / Chapter 3 - H & S | C h a p t e r - 0 3

Chapter 3 - H & S | C h a p t e r - 0 3

Elang memperhatikan Samira yang sedang berjalan menuju meja kasir. Elang melihat gadis itu langsung tersenyum ramah ketika seorang pengunjung menghampiri meja kasir. Jenis senyum sama yang Samira berikan padanya di awal pertemuan.

Elang menghela nafas gusar. Mengangkat topi ke atas, menyugar rambut ke belakang dan mengenakan lagi topinya. Elang mencoba menutupi ketidaknyamannya. Jadi begini rasanya bertepuk sebelah tangan? He really knows her. But she's not. At all. 

Poor you, Elang. Elang mengasihani dirinya sendiri. Percuma saja wajah tampannya muncul di TV setiap menit, setiap hari, kalau masih ada yang tidak mengenalinya. Elang kembali memperhatikan Samira. Setiap gerak gerik dari gadis itu tak luput dari pengamatan Elang. Elang tidak sadar sudah tersenyum. 

Elang berdehem pelan langsung membetulkan posisi kacamata hitamnya yang sedikit turun dari hidungnya ketika segerombolan perempuan yang sedang menempati meja di seberang mejanya berbisik-bisik setelah beberapa saat dengan terang-terangan memperhatikannya. Apa mereka mengenali dia? Elang bergerak gelisah di kursinya.

"Permisi, Kak."

Dengan gerakan cepat Elang menoleh dan sedikit mendongak. Keningnya mengerut dalam. melihat laki-laki yang sudah berdiri di depannya. Kenapa bukan Samira? 

"Iced cappuccino latte."

"Tunggu." tahan Elang tepat sebelum drinking jar yang ada di atas nampan pindah tempat, ke atas meja.

"Ya?"

"Saya mau Samira yang mengantarkan pesanan saya." Elang tak menghiraukan ekspresi kebingungan yang tercetak di wajah laki-laki yang sedang meletakkan drinking jar di atas nampan lagi.

"Maaf. Gimana, Kak?"

Elang menghela nafasnya sepelan mungkin agar suaranya tidak sampai ke pendengaran … Bondan. Nama yang ada di seragam laki-laki itu. "Listen, Bondan. Bener Bondan 'kan nama lo?" Elang melepaskan kacamata, lalu digantungkan di kerah kaosnya. 

"Iya. Bener." 

Elang manggut-manggut.

Bondan mengernyit. Kalau dilihat-lihat lagi, Bondan merasa tidak asing dengan laki-laki berpakaian serba hitam itu? Tapi siapa? Dimana dia pernah melihat laki-laki itu? Bondan berpikir keras. Berusaha mengingat orang-orang yang ditemui akhir-akhir ini.

"Ekhem!" Deheman Elang berhasil membuyarkan lamunan Bondan yang langsung bergerak salah tingkah membetulkan letak topi dengan satu tangan yang bebas.

Elang bersandar pada kursi sambil melipat kedua tangan di depan dadanya. "Bilang Samira untuk mengantarkan pesanan saya." titah Elang dengan tempo pelan dan sengaja mengeja setiap kata pada kalimatnya agar Bondan bisa memahami ucapannya.

Samira? Bondan menoleh ke meja kasir. Disana masih ada 2 pengunjung cafe lagi yang akan melakukan transaksi pembayaran dan seorang pria yang mengenakan jaket berwarna hijau khas ojol yang sedang mengantri.

Bondan berpaling dengan berusaha mempertahankan senyumnya. "Maaf sebelumnya, Kak. Tapi, seperti yang bisa Kakak lihat sendiri, Samira sedang melayani pengunjung yang la--"

Elang mengangkat satu tangannya menghentikan apapun yang akan Bondan ucapkan. "Saya hanya mau Samira yang mengantarkan pesanan punya saya. Apa permintaan semudah itu, susah dituruti?"

"..."

Kedua alis tebal Elang yang terbingkai rapi terangkat naik ketika Bondan tak memberikan respon apapun. Hanya diam menatapnya. Elang mengedikkan bahunya tak acuh. Kembali melipat kedua tangan di depan dadanya.

Bondan menghembuskan nafas pelan mencoba mengulur kesabarannya. Bukan satu kali ini saja dia menjumpai pengunjung cafe yang cerewet dan banyak maunya seperti laki-laki di depannya itu. 

Bondan memaksakan seulas senyum. "Baik. Saya akan coba bicara dengan Samira. Mohon tunggu sebentar."

"Sure." Elang mengangguk pelan. Mengayunkan tangannya mempersilahkan Bondan undur diri dari hadapannya. 

"Permisi."

"Ck! Ada apa sama cafe ini? Kenapa karyawannya pelupa, lelet, lemot?" gerutu Elang setelah Bondan cukup jauh meninggalkan mejanya. "Kenapa gue macam emak-emak gini?" gumam Elang lebih kepada dirinya sendiri.

Matanya tak pernah lepas menatap Samira. Elang memperhatikan perubahan ekspresi pada wajah gadis yang sedang menerima bisikan dari Bondan. Ngapain bisik-bisik sedekat itu?! Dasar modus! 

Elang mengangkat sebelah alisnya naik melihat Samira menoleh ke arahnya dengan cepat dan akhirnya pandangan gadis itu bersiborok dengan matanya. Tawanya langsung pecah melihat gadis itu membuang muka ketika dengan iseng dia melambaikan tangan. Secepat itu perubahan mood seorang Elang. Hanya karena melihat Samira.

Elang berdehem pelan untuk meredakan tawanya. Matanya memicing tajam melihat Samira mengatakan sesuatu pada Bondan, lalu mengambil alih nampan dari tangan laki-laki yang sedang berjalan memutari meja barista menuju kasir. Melihat Samira berjalan ke arahnya, Elang langsung membetulkan posisi duduknya. 

"Maaf agak lama."

Elang mengatupkan bibirnya, menahan agar tidak tersenyum melihat wajah cemberut dan seulas senyum terpaksa yang Samira tunjukkan padanya. "Ekhem. Jangan cemberut. Nanti cantiknya ilang."

"Haha. Ice cappuccino latte."

Reflek, Elang menurunkan tangannya dari atas ke bawah meja begitu Samira meletakkan drinking jar di atas meja dengan sedikit keras, tapi tidak sampai membuat isi didalamnya tumpah.

"Yang ikhlas, Sam. Ingat, tamu adalah raja." ujar Elang berusaha menahan tawanya melihat lubang hidung Samira yang kembang kempis. Elang yakin gadis itu sedang menahan diri untuk tidak mengumpatinya. Atau malah sudah mengumpatinya, tetapi dalam hati juga pikiran gadis itu? 

"Ikhlas. Ikhlas banget. lahir batin. Dunia akhirat saya, mah, Kak. Udah jadi tugas saya juga. Saya juga ingat, tamu adalah raja. Kakak tenang aja."

"Masa?"

"Iyaaa." 

Elang manggut-manggut. "Tapi, aku lihatnya kamu kayak lagi nahan marah. Senyum kamu aja terpaksa gitu."

"Kakak salah lihat kalau gitu. Senyum saya ikhlas, kok. Nih. Hi …"

Elang terkekeh pelan melihat Samira meringis menunjukkan deretan rapi gigi putih milik gadis itu.

"Classic New York pizza. Pesanannya udah semua, ya, Kak?"

Elang diam menatap Samira lekat-lekat.

"Malah bengong."

Elang menggeleng. Meskipun Samira hanya bergumam, namun suara gadis itu masih cukup bisa di dengar telinganya yang masih normal. "Gak bengong. Lagi mikir."

"Mikir apa?"

"Cara supaya kamu gak pelupa."

"Ck! Nih. Saya kasih buat Kakak."

"Hmm?" Elang mengalihkan pandangannya dari wajah manis Samira pada 3 buah lollipop dengan bungkus warna warni khas bergambar sapi yang Samira letakkan di atas meja. Ada rasa coklat, melon dan strawberry. 

"Apa itu?" Elang mendongak ke arah Samira. Bertanya dengan kedua alisnya terangkat naik.

"Ck! Ya, permen. Masa gak tahu, sih?!"

"Kesel terus. Aku tahu, tapi bukan kesitu maksudku."

"Milkita."

"Iya. Buat apa?"

"3 permen milkita setara segelas--"

"Su-su, right?" potong Elang cepat. Melihat Samira mengangguk, tak pelak membuat Elang tertawa geli. "Gak berubah sama sekali." gumam Elang lirih serupa bisikan.

"Kakak ada bilang sesuatu?"

"Gak ada." jawab Elang lembut sambil menggeleng pelan.

"Katanya, vitamin D yang terkandung dalam su-su bisa membantu meningkatkan produksi hormon serotonin dalam tubuh."

Elang menopang dagu dengan kepalan tangan yang sikunya di tumpukan pada permukaan meja. Pandangannya tak lepas menatap Samira yang sedang memeluk nampan lekat-lekat. Memasang telinga dan menunjukkan ekspresi tertarik di wajahnya. Elang mendengarkan penjelasan Samira dengan senang hati. Tanpa menyela.

"Nah. Hormon serotonin sendiri, bisa mengatur suasana hati."

"Masa?"

"Iya."

"Tadi, katanya." kekeh Elang pelan melihat Samira terkesiap kecil.

"Eh. Bener, loh. Saya pernah baca, kok. Di artikel."

"Oke. Rajin membaca." Elang mengangguk singkat. "Tipe cewek yang rajin. Oke. Aku suka." Kepala Elang manggut-manggut untuk kesekian kalinya.

"Ngomong apa, sih?!"

"Kamu rajin. Aku suka." Elang memainkan kedua alisnya naik turun. Tertawa ketika Samira mengibaskan satu tangan. Gadis itu salah tingkah.

"Amteun--"

Elang mengerjap. "Amteun? Makanan apa itu?" tanya Elang langsung. Tak berniat menutupi kebingungannya ketika mendengar kata yang diucapkan oleh Samira yang terdengar asing di telinganya.

"-- bukan makanan. Jangan lupa dimakan permennya. Habisin tiga-tiganya sekalian, biar suasana hati Kakak bagus. Jadi gak bikin orang lain kesel terus."

"Amteun, what? Heyyy?!" seru Elang tidak terima melihat Samira malah mengangkat bahu tak acuh sambil cengengesan, tak menghiraukan pertanyaannya. Gemas banget.

"Eumsig-eul jeulgida."

Elang mendengus. Bahasa Samira semakin aneh saja. "Ngomong yang wajar-wajar aja."

"Dih. Orang udah wajar ngomongnya. Yaudah, saya permisi, Kak Ksatria-- baja hitam ..."

"Ap-apa?" Wajah Elang berubah menjadi pias. Ksatria ba-ja hi-tam?! Elang mengerjapkan mata beberapa kali. "Sa--" 

"Kabooor."

"Yak?! SAM! SAMIRA!" teriak Elang frustasi ketika melihat Samira sudah ngacir. Gadis itu meninggalkannya sendirian tanpa memberikan jawaban, atau penjelasan apapun padanya. Elang sampai tidak sadar sudah menarik perhatian seluruh pengunjung yang menempati bagian dalam cafe dengan teriakannya.

"Astaga gadis itu." gerutu Elang lebih kepada dirinya sendiri menahan tawa geli. Kepalanya geleng-geleng tak habis pikir. Bisa-bisanya masih kalah bermain kata dengan Samira.

Dan senyum apa itu tadi? Senyum yang Samira tunjukkan adalah jenis senyum yang terlihat menyebalkan dan menggemaskan secara bersamaan di mata Elang. Mendengus geli. Elang hanya bisa menatap pasrah pada punggung Samira yang berjalan semakin menjauh tanpa mau repot-repot menoleh ke arahnya. 

"Usia bertambah, tapi kelakuan sama sekali gak berubah." gumam Elang. Tak lagi menahan senyumnya. "But, thanks for the lollipops." ucap Elang masih bergumam. Tangan kanannya terulur mengambil, lalu memasukkan ketiga lollipop pemberian Samira ke dalam saku jaket kulit hitamnya.

Tbc.