"kakak ayo kita pergi ke pesta.." seorang anak perempuan yang 4 tahun lebih muda dariku menarik lembut tanganku. Membangunkan untuk bersiap untuk pesta ulang tahunnya.
"Sebentar dek, kakak mandi dulu.." ia pelan menuntunku ke kamar mandi yang ada dikamarku.
"Aku tunggu diluar ya kak.." ia berlari menuju pintu keluar kamarku.
Aku menyandarkan punggung di dinding kamar mandi kamarku. Aku terduduk, meneteskan air mata.
"Dik, andai kau bisa menjadi seperti itu.."
Setelah 5 menit memenangkan hatiku, aku berdiri dan membersihkan diri. Tak lama aku keluar mengganti baju dengan baju kaos putih dengan cardigan panjang dan rok panjang berwarna coklat, mengenakan kaos kaki, sendal dan jilbab yang berwarna senada.
Aku keluar dari kamarku setelah mendengar pintu kamarku diketuk beberapa kali.
" adik apa kau sudah siap"aku bertanya dengan ave, panggilan untuk adik keduaku.
Yang ditanya hanya diam, menatapku kosong. Aku tersenyum menatapnya, meyakinkannya. Aku menarik tangannya lembut menuju sebuah ruang yang secara khusus untuk ave.
Dari dalam sini kami bisa melihat pesta secara langsung walau sebenarnya mereka tak bisa menatap kami dari luar ruangan.
"A-aaa..." terdengar teriakan dari pintu masuk ruangan.
Tampak 2 buah kaki mungil dengan sepatu pink dan baju gaun pinknya berlari masuk menuju kami. Ia melompat ke arahku, menarik jilbabku dan menumpahkan minuman dimeja sebelahku.
Aku hanya tersenyum ,melepaskan tangannya perlahan. Tapi tangan itu malah menepis kuat tanganku dan menggenggam lebih erat jilbab dan gamisku.
"Aaaaa..aaa...." ia berteriak tak karuan, bagai melampiaskan semua yang ada dalam fikirannya.
"Ira... lepasin ya.." aku memberi tahunya dengan nada lembut
"Aaa...aa..." sebagai jawaban Ira hanya meraung marah.
Apa boleh dikata, ia tak mendengar apa yang kukatakan tadi.
"Ira..lepaskan jilbab kakakmu.." tedengar teriakan kejutan yang berasal dari pintu masuk ruangan.
Itu mama halwa, salah satu pengurus Ira dan Ave. Mama halwa bergegas melepaskan genggaman Ira perlahan dam menggendongnya untuk duduk dikursi yang disediakan unyuknya.
Tapi Ira marah saat ada yang menggendongnya, ia memukul mukul pundak mama halwa, dan kembali lari duduk dipangkuanku. Aku memajukan wajahku, seolah isyarat agar ia melihatku, menggerakkan jari telunjukku, seolah mengatakan ia tak boleh melakukan itu. Ira hanya diam, dan kembali melihat acara yang tengah dilaksanakan.