Naoki mengeluarkan cambuk untuk menghalau lawannya. Karena ia tidak memiliki banyak senjata untuk ditembakan. Sementara lawannya yang merupakan makhluk berbadan seperti kodok, melompat dan membawa katana besar berwarna biru. Ia menyerang dengan membabi buta, membuat luka di tubuh Naoki karena kurangnya pertahanan.
"Kau pikir bisa mengalahkan kami yang sudah menjadi manusia paling sempurna ini? Ditambah dengan senjata kami yang tidak terkalahkan dari doktor Foxy?" ejek makhluk seperti kodok itu dengan senyuman mulut besarnya.
"Cih, kau kira dengan modal senjata dan bentuk monster itu, bisa mengalahkan kami? Hanya mimpi saja!" Alih-alih merasakan sakit, Naoki malah balik mengejek. Ia tidak terima jika teknologi yang diciptakan oleh Hidethosi lebih rendah dari peralatan tempur yang digunakan monster di hadapannya.
Merasa terhina dengan ejekan balik dari Naoki, monster itu kembali menyerang. Namun Naoki berhasil melompat dan berlari dengan cepat. Ia melakukan itu sambil memungut senjata tajam yang memungkinkannya bisa digunakan untuk menyerang makhluk tersebut. Sementara motor yang ditinggalkan, ditinggalkan begitu saja.
Naoki melancarkan serangan balik dengan cambuknya. Sesekali ia mencoba keberuntungan dengan menembak monster itu dengan senjata api di punggungnya. Namun tetap saja ia tidak berhasil menembus pertahanan dari lawannya.
'Memang tidak cukup untuk menembus tubuh itu. Tapi bagaimana dengan lehernya? Akh! Lebih baik kalau dicoba dahulu,' Naoki sambil melayangkan cambuk dan melirik ke arah leher. Tidak mudah untuk menetapkan sasaran. Karena konsentrasinya terpecah antara menyerang, menghindar dan juga membidik dengan sasaran yang tepat.
Hidethosi yang memegang tombak, dengan gerakan cepat dan gesit, dapat menghindar dan berbalik menyerang. Di usianya yang tidak muda lagi, mampu bertahan di tengah kekacauan. Apalagi nafasnya yang terengah akibat debu dan asap yang menyesakkan pernafasan. Pria itu tetap bisa mengimbangi kecepatan makhluk yang mengerikan, dengan tangan yang bisa memanjang. Walau tanpa senjata, tangannya bisa membentuk seperti pedang yang tajam. Dengan dilapisi baja yang berkualitas baik dan sangat keras, Hidethosi sulit untuk menebas lawannya. Lagi-lagi ia tidak berhasil menebasnya.
Serangan datang dari arah samping Hidethosi. Pria paruh baya itu menghindar dengan cepat. Lalu menangkis serangan dari belakang dengan tombaknya. Pertarungan mereka terus berlanjut di tengah tumpukan mayat para monster yang tergeletak di tanah. Bau yang menyengat dari mayat-mayat itu juga membuat udara di sekitar menjadi tercemar. Makhluk-makhluk besar itu sudah banyak terpotong, bahkan bagian dalam seperti usus dan lainnya tercecer dan tercampur dengan puing bangunan serta tanah.
Cairan hijau yang merupakan darah dari makhluk-makhluk itu, membuat kota itu seperti lautan lumut. Walau sebenarnya itu adalah darah segar yang terus mengalir walau mereka sudah mati. Hidethosi, Matt dan Naoki mengalami kesulitan masing-masing saat melawan tiga makhluk asing yang dipersenjatai dengan teknologi modern.
"Lihatlah ... mereka bahkan tidak bisa mengalahkan kami para bawahan yang paling lemah ini. Bagaimana mungkin kami kalah oleh manusia biasa seperti mereka? Bagaimana denganmu? Apakah kau mau bergabung dengan kami?" tanya monster yang tersenyum dengan menampakan gigi yang sangat tajam dan runcing, ke arah Ken yang dikuasai alien parasit.
"Sialnya tidak tahu apa yang kamu katakan! Kenapa kau bisa berbahasa makhluk rendahan seperti manusia? Bagaimana caranya mendapatkan teknologi seperti itu?" Berbeda dengan Ken yang mengerti bahasa alien dan manusia, alien parasitnya tidak mengerti bahasa manusia. Apalagi lawannya menggunakan bahasa manusia.
Dengan darah yang terus mengalir di perutnya, alien parasit Ken memegangi perutnya. Darahnya memang masih menjadi misteri karena berwarna merah. Namun ia tidak mempermasalahkan warna darah. Ia hanya ingin membasmi semua yang menghalanginya. Ia juga akan memakan monster di depannya jika sudah dikalahkan dan berhasil mendapatkan jantungnya.
"Kurasa tubuhmu tidak bisa bertahan lama. Saya tidak bisa berbahasa sepertimu. Namun bagaimana caranya menjelaskan padamu? Mungkin kau tahu apa yang ku katakan. Dan mungkin juga kau mau bergabung dengan kami sebagai pengikut doktor Foxy. Mari kita lupakan permusuhan kita! Kamu bisa berguna karena juga memiliki senjata yang canggih."
Karena bahasa mereka yang tidak saling nyambung, membuat keduanya hanya menjadi kesalahpahaman. Di sisi alien parasit Ken, monster di depannya akan membunuhnya. Sementara di sisi lawan, Ken mau bergabung dengan mereka karena tidak bisa melakukan apapun lagi.
Tidak kalah akal, alien Ken membentuk tulang yang keras ke tangannya. Membuat senjata yang cukup tajam lalu mencari celah dari baju zirah yang digunakan oleh makhluk tersebut. Ia melihat celah yang ada di leher. Dengan celah yang sangat tipis, ia membuat senjata yang tidak kalah tipis. Berbentuk jarum dari tulangnya yang ia keraskan lagi. Dengan sekali serangan, membuatnya mampu menusuk leher itu.
"Akhh! Sialan!" teriaknya dengan keras. Ia tidak habis pikir dengan keadaan lawannya yang sudah terancam mati. Tidak menyangka, tusukan itu mampu merobek lehernya yang tidak terlindungi.
"Kau pikir bisa membunuhku dengan perisai dan senjata yang paling kubenci itu? Mungkin kau sulit dihadapi dengan perlindungan di tubuhmu. Tapi kekuatan fisikku lebih keras darimu. Tulangku lebih keras dari kulitmu yang lemah dibalik pakaian itu."
Serangan dari alien Ken, membuat makhluk yang lebih kecil itu kesakitan. Apalagi leher adalah bagian vital bagi semua makhluk. Baik itu alien maupun manusia. Terbukti, mereka akan merasakan kesakitan luar biasa ketika bagian itu terkena goresan atau tusukan. Serangan alien Ken, bukan hanya itu saja. Degan memanfaatkan kelengahan lawan, ia melihat mata yang juga tidak terlindungi. Ia kembali membentuk tulangnya untuk menusuk mata itu.
Dengan keadaan yang sudah tidak bisa melihat dan kesakitan, membuat monster yang menjadi lawan alien Ken menyerang membabi buta. Ia menggunakan pedangnya untuk menyerang ke segala arah. Mendapat serangan yang mengenai punggung, Ken melompat ke belakang dan mengenai gedung yang langsung hancur. Keadaannya saat ini semakin parah dan tidak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali. Karena luka-luka itu, membuatnya tidak sadarkan diri dan berubah kembali menjadi manusia.
"Ke mana kau? Akhhh! Mataku! Leherku! Kenapa jadi seperti ini?" Terlambat, darah hijau pekat, terus bercucuran dengan deras dari lehernya, merembes melalui zirah baja itu. Karena kehabisan darah, ia akhirnya tidak bisa bertahan dan ambruk.
Situasi semakin sulit. Pertarungan tiga manusia yang melawan monster dalam kesadaran manusia yang dipersenjatai masih berlangsung. Hidethosi dan yang lainnya masih belum bisa mengalahkan lawan.
'Kenapa sulit sekali untuk melawan monster ini? Tidak bisa dibiarkan begitu saja. Tidak tahu ada beberapa dari mereka yang belum keluar. Harus diselesaikan dengan segera,' pikir Naoki. Ia merasa kesulitan saat ingin menembak leher musuhnya yang tidak ada perlindungan dari zirah itu.
Serangan musuh masih menggebu dan seakan tidak ada habisnya. Tenaga yang masih kuat dan tidak mudah lelah karena memiliki tubuh yang lebih kuat dari manusia, membuat orang itu meremehkan wanita itu. Ia bahkan sudah mendaratkan beberapa serangan ke arah pinggang dan punggung. Sementara dirinya masih belum terluka sama sekali.
***