"Kita akan bergerak segera setelah bala bantuan datang." perintah pria misterius itu setelah dia cukup tenang.
Dia tak menyangka bahwa mereka masih memiliki harta itu, benda yang bisa menyimpan semua hal kecuali makhluk hidup di dalamnya. Pria itu yakin bahwa Evelyn dan Liana pasti memiliki benda itu.
Hal ini membuat pria misterius itu semakin bertekad untuk membunuh mereka berdua dan merebut segala yang mereka miliki.
"Tunggu saja." gumam pria misterius itu dengan senyuman jahatnya.
*****
Sementara Evelyn dan Liana di tengah hutan tengah membersihkan sisa-sisa makan mereka agar tak terlihat bekasnya sehingga orang-orang itu tak akan melacak mereka dengan mudah.
"Aku tak menyangka kamu memiliki harta seperti itu selama ini." ujar Evelyn setelah mereka selesai merapikan segalanya.
"Itu hanya untuk keadaan darurat." kata Liana tenang.
"Jadi, apakah cincin itu memiliki isi selain isi rumah sederhana kita?" tanya Evelyn lagi dengan antusias.
Bagi Evelyn hal ini adalah hal baru, hal-hal yang terjadi membuatnya kembali memikirkan asal usulnya, memikirkan apa yang Liana katakan ketika mereka pertama kali bertemu dan memikirkan mengapa Liana mati-matian menyelamatkan nyawanya pada saat itu.
Meski awalnya tidak percaya, Evelyn pada akhirnya harus percaya. Liana begitu misterius, kebutuhan mereka terpenuhi dan Liana bisa membuka toko dengan modal yang tidak sedikit membuktikan bahwa dia memiliki kekuatan yang mendukungnya karena itu Evelyn mempercayainya.
Namun Evelyn tak pernah tertarik pada hal itu, dia memutuskan untuk tidak menggali lebih dalam, dia takut untuk mengetahui kebenarannya layaknya dia takut dengan kekuatan yang dimilikinya. Oleh karena itu sampai saat ini Evelyn tetap diam.
Tapi beberapa waktu ini, sejak kejadiaan di Plaza Elora terjadi, Evelyn selalu memikirkannya, apakah dia mengambil keputusan yang benar dengan mengungkapkan kekuatan yang dimilikinya? Atau mengapa pria misterius itu mengejar mereka dan ingin membunuh mereka? Siapa sebenarnya pria misterius itu?
Berbagai macam pertanyaan muncul dalam benak Evelyn. Dia sangat ingin menanyakan hal itu kepada Liana. Dia akhirnya sadar bahwa tidak mengetahui apapun dan tetap dalam keadaan gelap ternyata lebih menakutkan.
Oleh sebab itu, Evelyn memutuskan, dia memutuskan untuk menanyakan segalanya pada Liana, memutuskan untuk melakukan tindakan selanjutnya berdasarkan kebenaran yang akan Liana sampaikan.
"Liana, aku rasa ini sudah saatnya kamu memberitahu segalanya kepadaku." ujar Evelyn tenang.
Liana terdiam, apakah ini saat yang tepat untuk memberitahukan kebenarannya kepada Evelyn?
Liana memejamkan matanya, kemudian ketika mata yang terpejam itu kembali terbuka sebuah tekad terlihat dikedua matanya. Jika memang takdir ini tidak bisa dihindari, lebih baik Evelyn sendiri yang memutuskan takdirnya!
Oleh sebab itu, untuk bisa memutuskan takdirnya sendiri, Evelyn berhak tahu apa yang selama ini terjadi, kebenaran tak terduga yang mungkin akan menguncang hidup Evelyn.
Setelah bertekad untuk memberitahu Evelyn, Liana kemudian melambaikan tangannya dan sebuah surat yang sedikit usang muncul ditangannya, Liana menyerahkan surat itu kepada Evelyn kemudian berkata, "Pertama, anda harus membaca itu terlebih dahulu."
Nadanya menjadi formal membuat Evelyn mengernyitkan dahinya, sepertinya masalah ini bukanlah masalah yang sederhana.
Evelyn menerima surat itu, kemudian membuka segelnya dan mulai membaca surat usang itu.
Untuk anakku Evelyn....
Jika kamu membuka surat ini, itu artinya kamu sudah menanyakan mengenai kebenaran kepada Liana, benar bukan?
Evelyn melirik Liana, kemudian melanjutkan membaca isi surat tersebut.
Eve, identitasmu luar biasa, namun maafkan ibu bahwa kamu harus hidup tanpa tahu siapa dirimu yang sebenarnya.
Tiga bulan sejak kelahiranmu, keluarga mulai menghadapi masalah. Penghianatan pamanmu, Adian menyebabkan segala hal menjadi rumit.
Oleh sebab itu, ibu memohon pada ayahmu untuk mengirimmu sejauh mungkin dari tempat ini.
Ibu meminta Liana. Pelayan kepercayaan ibu yang sudah bersama ibu sejak ibu kecil untuk membawamu sejauh mungkin demi menghindari rencana keji Adian.
Ibu yakin kamu pasti sudah sangat besar dan cantik sekarang. Ibu berharap bisa melihatmu tumbuh besar. Ibu mencintaimu, anakku Evelyn.
Dari ibu tersayang,
Flora.
Setelah membaca surat itu sampai habis, Evelyn menjadi bingung namun juga tak bisa menahan perasaan sedikit sedih.
"Apa maksudnya ini?" tanya Evelyn kepada Liana.
"Seperti yang sudah anda baca, nyonya Flora adalah ibumu, nona Evelyn." jawab Liana dengan nada formal.
"Hentikan sikap formalmu itu, ini sangat aneh." ujar Evelyn dengan nada sedikit tidak senang.
"Bukankah anda sendiri yang menginginkan sebuah kebenaran? Sekarang, saat anda tahu posisi kita, bukankah sudah sewajarnya bagi saya untuk memperlakukan anda dengan hormat, nona Evelyn?"
"Terserah dirimu saja!" jawab Evelyn kesal.
Liana tersenyum, kemudian melanjutkan berbicara.
"Sekarang anda mengetahui kebenarannya, namun itu hanya sebagian kecil dari kebenaran yang ada."
"Jadi maksudmu banyak sekali yang tidak aku ketahui?" tanya Evelyn lagi.
Liana mengangguk, kemudian memberikan surat kedua. Evelyn segera membacanya.
Untuk anakku...
Evelyn Aqila Candilo, kamu adalah satu-satunya penerus keluarga Candilo yang terhormat. Namun ayah minta maaf, bahwa sebagai penerus kamu harus menderita dan tak bisa menerima hak istimewa dari seorang penerus Grand Duke Candilo.
Sejak ibumu memutuskan untuk membiarkanmu pergi, ayah juga minta maaf karena menuruti permintaan egois ibumu.
Namun, anakku. Ketahuilah bahwa kami sangat mencintaimu. Ibumu pasti telah memberitahu dalam suratnya bahwa pamanmu, Adian telah berkhianat.
Dia memiliki sihir terkutuk dan itu sangat berbahaya, ayah dan ibu masih bisa menahannya karena kami kuat. Namun untuk dirimu yang masih bayi, sihir ini bisa saja merenggut nyawamu.
Ayah dan ibu sudah sampai batas kami. Kami bahkan tidak bisa melindungi diri kami sendiri, bagaimana kami bisa melindungi dirimu yang masih rapuh itu?
Jadi, ayah dan ibu memutuskan untuk mengirim dirimu pergi jauh bersama Liana, selagi pamanmu belum menguasai seluruh rumah, ayah memindahkan seluruh harta keluarga kedalam cincin ruang itu dan membuat kalian membawanya pergi jauh.
Ayah dan ibu tak akan membiarkan Adian mengambil apa yang menjadi hakmu anakku. Semoga kamu selalu hidup bahagia.
Salam sayang,
ayahmu.
Tanpa sadar air mata jatuh dari kedua sudut mata Evelyn. Dia memang belum pernah melihat kedua orang ini, namun kata-kata tulus dan perasaan tak asing ini memenuhi dadanya.
Secara naluri Evelyn ingin tahu lebih banyak tentang dua orang yang telah menulis surat untuknya ini.
"Liana, jadi... jadi apa yang terjadi pada mereka berdua?" tanya Evelyn dengan nada bergetar.
Liana menggelengkan kepalanya dengan wajah menyesal lalu dia berkata, "Selama ini saya sibuk untuk melarikan diri, tiga hari sejak saya meninggalkan keluarga Candilo, tuan Adian akhirnya mengetahui rencana orang tua anda dan menyuruh seluruh anak buahnya mengejar kita berdua."
Evelyn sedikit terkejut, kemudian dia mendengar Liana kembali menjelaskan.
"Pada saat itu terdapat sedikit celah dan saya menaruh anda di depan pintu panti asuhan dengan kertas yang menyelipkan nama anda."
Evelyn mengangguk. Jadi itu sebabnya nama dia tak berubah dan dia berakhir tinggal di panti.
"Jadi apa yang membuat Adian mengejarku adalah harta keluarga?" tanya Evelyn menarik kesimpulan.
"Harta keluarga hanyalah alasan lain, alasan terbesarnya adalah karena nona Evelyn merupakan ancaman untuk tuan Adian."
"Apa maksudmu?"
Evelyn adalah ancaman bagi Adian? Apa maksud Liana sebenarnya?!