mata indah yang selalu menjadi pemandangan ternyaman itu mendung, Lucas semakin tidak sanggup menatapnya. lengannya sudah gemetar ingin merengkuh tubuh Alice yang kurus. namun perempuan di hadapannya kini menatapnya pedih mengisyaratkan ia hanya butuh Lucas untuk pergi sekarang juga.
lucas melangkahkan kaki kanannya selangkah, namun Alice juga memundurkan kakinya selangkah, seolah ia sedang benar-benar tidak ingin pria itu mendekat. semakin Lucas mendekat maka semakin besar juga penyesalannya pada pria itu.
"Aku.. aku ..." kata-kata itu tertelan kembali, ia tidak sanggup mengucapkan barang sepatah katapun. semakin ia membuka mulut, semakin ia tidak bisa mengontrol isakan yang keluar.
Lucas tidak tahan, ia tidak bisa melihat gadisnya seperti ini. pria itu langsung melangkah tanpa ragu, menarik Alice ke pelukannya kemudian mendekapnya erat. dan memberi tahu jika ia baik-baik saja, dan akan tetap baik-baik saja.
Laki-laki itu meraih wajah Alice agar gadisnya itu menatap matanya. Perlahan ia mengusap air mata Alice yang tak mau berhenti mengalir.
"Al.. dengerin aku"
"Yang menyakiti aku bukan kamu. Dan satu-satunya manusia yang kamu sakiti adalah diri kamu sendiri"
Alice menggelengkan kepalanya, ia menggenggam tangan Lucas erat.
isakan itu terdengar sangat pedih di telinga Lucas, ia tidak tahu jika satu-satunya sikap Alice yang bisa menyakitinya adalah ketika ia melihat gadisnya itu menangis karena dirinya.
Alice merasa kepalanya pusing, ia tidak dapat menghentikan isak tangisnya, karena saat ini ia sedang dalam penyesalan terbesar sepanjang hidupnya.
ia juga tidak mempunyai kekuatan untuk mendorong Lucas yang sedang memeluknya sekarang. Jujur, Alice merasa nyaman dan terbiasa dengan pelukan hangat yang selalu di berikan oleh pria itu.
pria yang mengajarkannya bagaimana mengeringkan luka di hatinya, pria yang mengajarkan pada dirinya bagaimana cara mengikhlaskan masa lalu dan memaafkan dirinya sendiri.