Mobil melaju, membelah jalanan Manhattan yang cukup ramai saat ini. Gadis di samping kursi kemudi sejak tadi terlihat senyum-senyum tidak jelas. Bahkan, secara terang-terangan Caelia mengamati Daniel melalui ekor matanya.
"Ada apa?" Daniel yang menyadari itu segera bertanya. Meskipun pria itu dingin dan irit bicara, setidaknya Daniel memiliki tingkat kepekaan yang cukup tinggi.
"Om, kita ngomong pakai Bahasa Indonesia aja ya Om?" Tanya Caelia menggunakan Bahasa Indonesia.
Darren hanya mengangguk menanggapinya. Dia tidak masalah akan berbicara dengan bahasa apa. Seperti Adeeva, Daniel juga menguasai beberapa bahasa.
"Om pasti belum punya pacar ya?" Tebak Caelia tiba-tiba.
Daniel sebenarnya agak tidak nyaman saat Caelia memanggilnya dengan sebutan 'Om'. Tetapi, jika mengingat jarak usia mereka yang terlampau jauh, Darren akhirnya memutuskan untuk mencoba terbiasa dengan menahan amarahnya saja.
"Hm." Kembali, Darren berdeham untuk menanggapi pertanyaan Caelia. Meski ada sesuatu yang sedikit mengganjal padanya. Tentang, mengapa Caelia terlihat sangat sopan dan irit bicara setiap dengan Nathan sedangkan saat dengannya, gadis itu malah berbanding terbalik. Gadis itu seakan tidak takut padanya.
"Om gak tanya kenapa tebakan Caelia benar?" Daniel terperangah. Apa dia juga harus menanggapi hal itu? Ini adalah masalah yang simpel. Seluruh dunia juga tahu kalau Daniel tidak memiliki kekasih.
"Informasi mengenai diriku ada banyak di internet." Jawabnya ketus.
Caelia mendengus. "Aku tidak suka mencari tahu mengenai seseorang. Memang, Om siapa sampai informasi tentang Om ada di Internet?" Entah pertanyaan keberapa yang sudah Caelia ajukan selama perjalanan ini berlangsung. Yang jelas, Daniel sudah mulai merasa jengah. Jika saja dia tidak memiliki kepentingan dengan gadis itu, dia tidak akan mau bertemu dengan Caelia apalagi satu mobil dengannya seperti saat ini.
Daniel kembali tidak menanggapi. Alhasil, Caelia memberengut kesal. Dia meraih ponselnya, mengetikkan nama Daniel Alvern Adyatama pada halaman web yang tersedia.
"Anda ilmuwan?!" Caelia terkejut mendapati bahwa pria di sampingnya ini adalah seorang ilmuwan muda.
"Pernah menjadi." Jawab Daniel dingin.
"Pernah menjadi? Apa artinya sudah tidak lagi?! Kenapa?" Caelia mendekat ke arah Daniel. Wajahnya kini berada di pundak Daniel. Tanpa sadar, pria tampan dengan rambut hitamnya itu justru menoleh. Yang dia dapati adalah wajah Caelia secara jelas di depan matanya.
"Tidak apa-apa." Jawab Daniel disertai rasa gugup dalam hatinya. Dia tidak pernah berdekatan dengan seorang perempuan seperti ini. Terlebih, usia Caelia tergolong cukup muda.
Caelia kembali kesal. Dia terus menggali informasi mengenai pria tampan di sampingnya ini hingga mendapat sebuah berita yang sedikit mengejutkannya.
"Aku turut berduka ya, Om." Lirih Caelia tanpa sadar. Dapat di simpulkan bahwa Daniel berhenti dari pekerjaannya karena sebuah kecelakaan yang menimpa ibunya.
Mendapati pria itu tak mengucapkan sepatah katapun, Caelia akhirnya terdiam. Dia terus menelusuri mengenai kecelakaan tersebut hingga berakhir pada korban yang tewas di sana.
Salah satunya adalah... "kenapa ada nama aku di sini?" Gumam Caelia.
Daniel mendengar hal itu segera menghentikan mobilnya dengan cepat. Dia mengerem dadakan hingga membuat Caelia terkejut dan kepalanya nyaris terkena Dashboard jika saja tangan Daniel tak cekatan untuk menahannya.
"Kau melihatnya?" Tanya Daniel tiba-tiba.
Deru napas Caelia yang masih tak beraturan mengaburkan fokusnya. Dia tak mengerti dengan apa yang sedang Daniel tanyakan.
"Kau melihatnya, Caeya?!" Sentak Daniel dengan suaranya yang meninggi.
Sontak, Caelia terkejut bukan main. Baru pertama kali ada seseorang yang membentaknya seperti ini. Gadis itu sampai reflek mundur dan punggungnya menabrak kaca mobil.
"Me-melihat apa?" Cicit Caelia ketakutan.
Melihat Caelia yang ketakutan seperti itu bagaikan sebuah tamparan keras untuk Daniel. Dia mengusap wajahnya kasar, berusaha kembali bersikap lembut. Adeeva, ibunya selalu memberitahu Daniel untuk tidak melukai seorang perempuan.
"Dirimu sebagai korban kecelakaan Mama." Jawab Daniel.
Caelia berangsur mulai melupakan takutnya saat Daniel kembali bersikap sangat lembut terhadap dirinya. Entah mengapa, Caelia yakin bahwa Daniel bukanlah pria yang jahat. Gadis itu percaya Daniel bukan pria cabul yang suka menggoda banyak perempuan. Setidaknya, keyakinan itu yang membuat Caelia menerima tawaran Daniel untuk mengantarnya pulang.
"A-aku melihatnya, Om. Ada namaku di sana dan wajahku juga." Jawab Caelia.
Daniel seperti menemukan secercah cahaya dari apa yang selama ini dia pertanyakan. "Lalu bagaimana bisa kau ada di sini?"
Caelia mengerjapkan matanya. "Ya karena Om menawarkan Caeya untuk pulang dengan Om." Jawabnya polos.
"Kau menggunakan mesin waktu?" Tawa Caelia meletus seketika setelah mendengar pertanyaan Daniel. Bagaimana bisa pria itu bertanya sesuatu yang mustahil?
"Iya, Om. Caeya pakai mesin waktu. Jadi, Caeya keluar dari kapsul tiba-tiba Om. Gitu..." Daniel sedikit kesal. Dia tahu jawaban Caelia hanya gurauan semata. Padahal, Daniel sedang bertanya sesuatu yang sangat serius.
"Bagaimana bisa Caeya ada di sini ya Om? Padahal, di situ Caeya sudah mati." Gumamnya tiba-tiba. Dia baru saja sadar dan memahami mengapa Daniel bertanya seperti itu.
Daniel tidak peduli. Dia memutuskan untuk kembali menyetir mobilnya dengan tenang dan dingin.
"Mungkin yang di situ bukan Caeya. Yang meninggal itu mungkin adalah Caeya di dunia yang lain." Pikir gadis itu.
Caelia tergolong menjadi siswi yang pintar. Dia selalu juara kelas maupun paralel. Hanya saja, Caelia terkadang malas dan mengesampingkan pelajaran sehingga peringkatnya tidak menentu.
"Dunia yang lain?" Tanya Daniel.
"Seperti dunia paralel? Mungkin, Caeya adalah seseorang di masa depan yang memutuskan untuk kembali ke masa lalu. Dan Caeya yang meninggal adalah masa lalu Caeya yang ingin Caeya selamatkan." Jawabnya.
"Darimana kau mendapat pemikiran itu?" Caelia tersenyum saat Daniel seolah tertarik dengan ucapannya. Hal ini menjadi sebuah kebanggaan tersendiri untuk Caelia.
"Dari sebuah buku. Apa Om mau melihat bukunya?" Tawar Caelia. Daniel berdeham, menandakan bahwa dia mau. Hal itu membuat Caelia semakim bahagia dibuatnya.
"Om... tadi Om sempat menyeramkan. Tapi, Caeya tahu Om sebenarnya orang yang baik. Ehm... sepertinya Caeya mencintai Om." Daniel tersedak ludahnya sendiri mendengar hal itu.
Apa bocah berusia delapan belas tahun ini baru saja mengungkapkan perasaannya pada Daniel? Pria yang berusia dua puluh delapan tahun. Jarak usia mereka adalah sepuluh tahun. Bukankah itu waktu yang cukup jauh?
"Om... kok gak jawab sih? Caeya suka sama Om. Caeya jatuh cinta sama Om." Sentak Caelia.
Bahkan, ketika mobil berhenti tepat di depan rumahnya, gadis itu masih tak mau turun dan tetap menunggu jawaban dari Daniel.
"Om? Caeya gak mau turun sampai Caeya dapat jawaban dari Om." Katanya sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
Daniel menghela napasnya melihat hal itu. Kenapa jadi seperti ini? Niat hati ingin mencari tahu mengenai gadis ini, malah berakhir membuatnya jatuh cinta.
"Nanti, setelah kau berusia dua puluh tahun, baru kau bisa mengatakan hal itu." Balas Daniel.