Chereads / Inverse : When The Past Changes / Chapter 21 - 20. Kecemburuan Daniel

Chapter 21 - 20. Kecemburuan Daniel

Dering ponsel Caelia tiba-tiba saja terdengar. Gadis itu tersentak, kemudian segera merogoh ponselnya yang ada di dalam saku.

"Siapa?" Tanya Daniel dengan suara yang sangat dingin.

Nathan bahkan merasa kutub selatan kini berpindah ke ruangannya, saking dinginnya sang kembaran.

"Rench." Jawaban Caelia membuat kening Daniel berkerut. Pria tampan dengan mata cokelatnya itu terlihat sinis secara mendadak. Padahal, sebelumnya dia terihat tenang tanpa ekspresi sedikitpun.

Nathan yang melihat hal itu dapat segera menyimpulkan sesuatu. Daniel sedang cemburu. Namun, pria itu gengsi untuk mengatakannya.

"Kalau cemburu bilang saja, Dude!" Sindir Nathan.

Mendengar ucapan Nathan, Caelia melirik calon suaminya. Dengan wajah yang polos, gadis itu bertanya. "Om Daniel cemburu sama Rench? Tenang aja, Rench cuman ketus kelas Caeya doang kok. Kita gak ada hubungan apapun." Kata Caelia, seolah memberi sebuah klarfikasi.

Namanya Daniel, tidak mungkin mengaku. Dia justru dengan ketusnya berujar. "Saya tidak tanya apapun." Katanya dingin.

Caelia mendengus. Bibirnya mengerucut lucu sembari menjawab panggilan telepon. Dia bahkan sengaja memencet tombol speaker.

"Dimana kau berada, Caelia Eloise?" Suara Rench langsung menyeruak, terdengar menyeramkan.

Rench adalah tipe ketua kelas yang galak dan dingin, persis dengan Daniel.

"Di kantin. Apa guru sains sudah masuk?" Balas Caelia.

"Lima menit lagi guru sains akan masuk. Cepatlah kembali ke kelas..." Rench terdengar berdeham sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya.

"Atau perlu kujemput di kantin?" Tanya Rench dengan suara yang sangat dingin.

Di samping Caelia, Daniel sudah mengepalkan tangannya sangat kuat. Jika saja Rench bukan anak muda, pastinya Daniel sudah menghampirinya dan menghajarnya detik itu juga. Berani-beraninya menggoda Caelia.

"Boleh! Tapi, jangan di kantin. Terlalu jauh... di depan ruang kepala sekolah saja bagaimana? Kita ketemuan di sana." Jawab Caelia.

Daniel tidak habis pikir dengan gadis di sampingnya ini. Bagaimana bisa Caelia menyetujui ajakan Rench di depannya? Apa Caelia tidak memikirkan perasaan Daniel?

"Oke. Aku ke sana." Panggilan terputus, tersisa Caelia dan Daniel berdua.

Sedangkan Nathan kini ke kamar mandi yang ada di dalam ruangannya.

"Ehm... Om kenapa?" Tanya Caelia sewaktu melihat wajah Daniel terlihat sangat menyeramkan.

Daniel tidak menjawab. Dia hanya diam, memutar bola matanya malas.

"Caeya menerima ajakan Rench untuk bertemu agar Caeya tidak dimarahi guru saat terlambat. Hanya itu, tidak lebih." Katanya, kembali menjelaskan agar tidak menimbulkan sebuah kesalahpahaman.

Danie benar-benar diam.

Sampai akhirnya, mereka mendengar suara langkah kaki. Dengan tergesa, Caelia keluar dari ruangan Nathan.

"Om, Caeya keluar— Om mau apa?" Caelia terkejut sewaktu Daniel tiba-tiba membuka ruangan Nathan dengan sangat santai.

Dia sudah bersandar di pintu, mengamati Rench yang baru saja tiba.

"Selamat siang, Mister Nathan." Sapa Rench pada Daniel. Dia mengira Daniel adalah Nathan.

Caelia menelan ludahnya susah payah. Dia menatap Daniel dalam, kemudian menghela napasnya.

"Ehm, kalau begitu saya permisi dulu... Mister Nathan. Selamat siang." Gadis itu berlalu, mengikuti Rench.

Keduanya berjalan berdampingan sembari mengobrol.

Sayup-sayup, Daniel mendengar jelas bahwa Rench menanyakan alasan Caelia ada di ruangan Nathan.

"Cemburu? Bilang lah sama Caelia! Malah diam saja." Sindir Nathan yang tiba-tiba muncul entah darimana.

Daniel hanya melirik kembarannya sekilas, menyambar kertas-kertas pentingnya. "Aku akan ke laboratorium terlebih dahulu. Pulangnya aku harus ke rumah Caelia. Ada yang harus dibicarakan dengan Azalea." Kata Daniel.

Nathan yang mengangguk, menatap kepergian sahabatnya. Pria itu menggeleng pelan, kasihan dengan kembarannya.

"Sepertinya dia masih sangat terpukul karena kehilangan Mama."

***

***

"Daniel, apa kau bisa dipercaya?" Daniel menatap Azalea yang kini duduk di depannya. Terlihat jelas bahwa Azalea sedang sedikit gelisah.

"Apa ada yang bisa saya bantu?" Tanya Daniel.

Helaan napas berat keluar dari bibir Azalea. Wanita paruh baya itu sejujurnya merasa ragu untuk mengatakan hal ini pada Daniel.

"Saya ingin menitipkan Caeya padamu. Untuk satu minggu kedepan. Saya harus ke Indonesia untuk mengurus bisnis saya. Apa bisa?" Tanya Azalea.

Belum sempat Daniel menjawab, Azalea kembali menambahkan sesuatu.

"Biasanya saya tidak masalah meninggalkan Caeya sendirian di rumah. Tetapi, karena tragedi kemarin... saya jadi sedikit tidak tenang. Dan karena kau adalah calon suaminya, saya merasa tidak akan masalah jika saya meminta tolong padamu." Jelas Azalea.

Daniel tentunya tidak bisa menolak. "Saya akan menjaganya. Anda tidak perlu khawatir." Jawab Daniel.

"Sebelumnya, saya sungguh-sungguh meminta agar kau tidak menyentuh putri saya. Bagaimanapun juga, dia belum dewasa—" keraguan yang sempat akan keluar dari bibir Azalea segera ditampik oleh Daniel.

"Saya memiliki seorang kakak perempuan. Saya sangat tahu bagaimana caranya menghormati seorang perempuan. Anda tidak perlu khawatir. Jika saya pria dengan otak yang kotor, mungkin sudah sejak dulu saya berganti-ganti pasangan..."

"... Anda tidak perlu khawatir. Caeya aman bersama saya."