Chereads / Inverse : When The Past Changes / Chapter 20 - 19. Chronos

Chapter 20 - 19. Chronos

19.

Mata pria matang berusia dua puluh delapan tahun tersebut terus mengamati sang gadis yang kini tengah menyalin rumus di buku Arcoíris. Wajahnya yang putih berseri dengan rona kemerahan di pipinya membuat Daniel merasa gemas.

Ingin rasanya Daniel mencubit pipi Caelia. Tetapi, gengsi yang sangat besar membuatnya mengurungkan niat.

"Ekhem! Biasa aja dong matanya. Sudah seperti lihat bidadari saja." Sindir Nathan kepada kembarannya.

Mata Daniel melotot, menatap sang kembaran tajam. Seenaknya saja Nathan mengganggu dirinya. Dasar adik tidak tahu diri.

"Emang Om Daniel liatin apa?" Tanya Caelia dengan polosnya sembari terus menulis.

"Ngeliatin—" kalimat Nathan menggantung begitu saja kala melihat tatapan Daniel yang tidak terkondisikan. Oke, dia lebih baik diam daripada berakhir dengan pertumpahan darah nantinya.

"Ngeliatin tulisan kamu, Caeya." Jawab Nathan.

Caelia mengangguk pelan dengan bibir terlipat kebawah. Ada rasa kecewa di dalam hatinya sewaktu mendengar hal itu. "Caeya kira lliatin Caeya..." lirihnya tanpa terdengar oleh siapapun.

Tanpa terasa, gadis itu sudah berhasil menyelesaikan tulisannya. Dia mengangkat kertas tersebut, memberikannya pada Daniel. Sedangkan Nathan kini terdiam dengan wajah tak terkondisikan, seolah meragukan Caelia.

"Kamu benar-benar menyalin dari buku kosong itu?" Tanya Nathan.

Caelia mengangguk pelan. "Tapi dimata Caeya bukunya tidak kosong. Banyak isinya. Hanya saja Caeya tidak bisa membacanya. Bahasnya campur aduk dan sulit terbaca." Jelas Caelia.

"Kenapa gak coba pakai google translate? Jaman udah canggih, Caeya." Kata Nathan.

Caelia kini menggeleng. "Caeya sudah mencobanya, Mister. Tetapi, google translate tidak bisa mendeteksinya." Katanya.

Nathan yang terdiam, memilih untuk tidak banyak bertanya. Kini, pria tersebut beralih mendekati kembarannya, ikut mengamati tulisan Caelia.

Mata Nathan benar-benar membelalak, kaget sewaktu apa yang Caelia tuliskan benar-benar diluar nalar. Sepintar-pintarnya Caelia, Nathan yakin gadis itu tidak akan mampu memecahkan rumus yang tadi dirinya dan Daniel berikan.

Tetapi, kertas yang kini tergenggam oleh Daniel, kertas yang tadi diisi oleh coretan tangan Caelia terisi oleh sekumpulan penyelesaian rumus yang mereka cari.

Dengan sangat amat detail sehingga Nathan mampu memahaminya dalam sekali tangkap.

"Amazing!" Pujinya.

"Gila! Ini gila! Aku seperti melihat magic!" Lanjut Nathan, masih terperangah.

"Om benar-benar akan membuat mesin waktu?" Tanya Caelia, menyadarkan Daniel dari lamunannya terhadap rumus-rumus di depannya.

"Hm." Seperti biasanya, Daniel hanya berdeham sebagai tanggapan. Hal itu membuat Nathan mendengus, merasa bahwa kembarannya sangat buruk dalam memperlakukan seorang perempuan.

"Apa nanti bentuknya seperti pintu kemana saja milik Doraemon? Atau berbentuk mobil, sepeda, dan semacamnya?" Tanya Caelia lagi. Gadis itu cenderung banyak berbicara, persis seperti Nathan.

Daniel terlihat enggan untuk menjelaskan. Dia nyaris membuka mulutnya, namun segera di sambar oleh Nathan yang merasa sangat geram.

"Kamu tanya sama saya saja. Kalau tanya sama calon suami kamu ini percuma. Dia tidak akan menjawabnya. Es batu berjalan mau diapa-apakan tetap saja es batu." Sambar Nathan.

Pria itu kini berpindah, duduk di samping Caelia sehingga gadis itu berada di antara Nathan dan Daniel.

"Kami berniat membuat mesin waktu. Bentuknya seperti sebuah portal besar. Rencananya, kamu akan membuka portal itu di daerah pegunungan agar tak terjamah oleh banyak orang. Untuk sementara, pembangunan gedung dan portal akan berlangsung bulan depan." Jelas Nathan. Dia sengaja menjelaskan semuanya, merasa bahwa Caelia perlu mengetahuinya.

"Tunggu... Caeya ingat. Grandma Caeya pernah menunjukkan sesuatu pada Caeya." Gadis itu meraih bukunya, membuka setiap halaman yang ada.

Hingga akhirnya, tangan Caelia berhenti pada halaman ke 68. Di sana terdapat sebuah gambar portal besar dengan kaca di tengahnya. Caelia melirik ke arah bawah, menuliskan tulisan yang ada di pojok kanan buku agar bisa terbaca oleh Daniel.

"Chronos?" Gumam Daniel.

"Apa nama portal itu Chronos?" Timpal Nathan.

"Ya! Itu! Caeya ingat sekarang. Grandma pernah mendongeng mengenai Chronos, dewa waktu yang ada di sejarah Yunani. Katanya, nama itu terinspirasi dari sana." Jelas Caelia.

"Masuk akal." Ucap Nathan setelah mendengar hal itu.

"Tetapi, kenapa ini seperti kaca ya Om? Bukan seperti portal waktu? Yang Caeya lihat di film, biasanya portal waktu tengahnya berwarna seperti pelangi." Tanya gadis itu dengan raut wajahnya yang kebingungan.

"Kaca?" Tanya Daniel.

Caelia mengangguk, mulai menyalin gambar yang ada. Meski tidak terlalu bagus, setidaknya bisa dijadikan refrensi.

"Ini. Di bagian ini seperti memantulkan bayangan." Ucap Caelia.

"Itu bukan kaca. Itu pantulan cahaya terhadap radiasi yang ada." Jelas Daniel setelah mengamatinya dengan seksama.

Nathan mengangguk menyetujuinya. "Itu yang sedang membuat kamu kesulitan dalam proyek ini. Yaitu, radiasi. Membutuhkan radiasi besar untuk bisa mengembangkannya dan menjelajah ke dalam portal nantinya. Dan hal itu sangat berbahaya untuk manusia."

"Kira-kira, berapa lama proyek ini akan terselesaikan?" Tanya gadis itu.

"Tergantung. Jika semuanya lancar, mungkin sekitar lima sampai sepuluh tahun. Tetapi, jika terhambat. Bisa lebih dari itu. Saya harap kau mau banyak membantu kami." Jawab Nathan.

Mendengarnya, membuat Caelia tersenyum. "Caeya akan terus membantu Mister Nathan dan Om Daniel. Lagipula, Caeya ingin ke masa lalu."

"Untuk apa?" Tanya Daniel dingin.

"Untuk menolong Grandma."