Chereads / The Leading Lady / Chapter 7 - Bab 6

Chapter 7 - Bab 6

🌺Happy Reading🌺

Seorang pria tampan bermata hazel tampak sedang mondar-mandir di sebuah toko bunga. Ia bingung ingin memilih bunga yang mana untuk diberikan pada seseorang.

"Arrrgghhhh....!! Aku benar-benar tidak tahu harus memberikan bunga apa. Bahkan bunga untuk Carissa saja, selalu asistenku yang memilihnya. Tapi sekarang dengan gilanya aku datang sendiri ke toko, memilih bunga untuk Chisa." Pria itu mengusap wajahnya kasar.

Ya, dia Zico. Dia ingin memberikan bunga pada Chisa sebagai permintaan maaf. Tapi dia tidak tahu bunga apa yang cocok untuk gadis itu. Penjaga toko terus memperhatikannya yang mondar-mondar melihat setiap bunga dengan wajah serius. Dia ingin bertanya apa Zico butuh bantuan. Tapi raut wajah Zico membuat dia mengurungkan niatnya. Zico sangat fokus, sehingga tidak menyadari ada orang yang memperhatikannya sejak tadi. Hingga akhirnya dia menyerah dan memutuskan untuk minta bantuan pada penjaga toko.

"Emmm... maaf, bisa bantu saya untuk memilih bunga?" tanya Zico sedikit gugup.

"Tentu saja Tuan, anda ingin bunga apa?" jawab sang penjaga toko dengan sopan.

"Saya tidak pernah membeli bunga sebelumnya, saya juga tidak tahu bunga apa yang dia sukai, jadi saya bingung ingin membeli bunga apa," jelas Zico seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Anda ingin membeli bunga untuk siapa? Apa untuk kekasih anda?" tanya sang penjaga toko.

"Emmm ... untuk calon istri saya," ungkap Zico. Entah kenapa wajah Zico memerah saat mengatakannya. Penjaga toko tersenyum simpul melihat Zico yang tampak malu-malu.

"Jika untuk calon istri anda, berikan bunga mawar merah atau pink. Itu melambangkan Cinta Dan Kasih Sayang. Dia pasti akan senang menerimanya," tutur sang penjaga toko.

"Tapi dia berbeda dari wanita lain, saya tidak yakin bunga mawar cocok untuknya," ucap Zico ragu.

"Memang seperti apa calon istri anda?"

"Dia seorang gadis yang sangat cantik, bermata biru," jelas Zico dengan wajah ceria.

"Tapi dia sangat pendiam, misterius, bicara seperlunya dan wajahnya, selalu saja datar tanpa ekspresi," lanjutnya. Seketika ekspresi Zico muram kembali.

Sang penjaga toko mengerti bahwa Zico sepertinya dijodohkan. Dia tidak bertanya lagi. Hanya menyarankan satu bunga yang menurutnya cocok dengan karakter Chisa.

"Bagaimana kalau bunga Anggrek, Tuan? Bunga Anggrek mencerminkan kepribadian yang misterius. Saya pikir itu cocok untuk calon istri anda," ucap sang penjaga toko memberi saran.

"Ya sudah itu saja. Tolong bungkus dengan cantik," ucap Zico setuju. Sang penjaga toko pun mengangguk dan segera membungkusnya menjadi buket bunga yang cantik.

Setelah membayar Zico langsung mengendarai mobilnya menuju rumah Chisa. Dia terus tersenyum sambil sesekali melirik buket bunga yang berada disebelahnya. Dia harap Chisa mau menerima bunga dan permintaan maafnya atas kejadian di Butik.

Beberapa saat kemudian, Zico sampai di depan rumah Chisa.

Penjaga yang sudah hapal dengan mobil Zico langsung membukakan gerbang untuknya. Kedatangan Zico langsung disambut hangat oleh seorang pria paruh baya, berpakaian formal yang merupakan Kepala Pelayan di rumah Chisa. Kemudian dia mempersilahkannya masuk.

"Silakan duduk Tuan," ucap Kepala Pelayan sopan.

"Kenapa rasanya sepi sekali, di mana Tuan Adam?" tanya Zico basa-basi. Sebenarnya dia sudah tahu kalau Tuan Adam pasti berada di kantor hari ini.

"Maaf Tuan. Tuan Adam sedang berada di Perusahaan sekarang, jadi tidak bisa menemui anda. Tapi dia sudah memberi titah untuk selalu menyambut kapan pun kedatangan anda. Meski beliau sedang tidak ada," jelas pria paruh baya itu. Zico mengangguk.

"Lalu dimana Chisa? Apa saya boleh bertemu dengannya?" tanya Zico.

"Sekali lagi mohon maaf, Tuan. Nona juga sedang tidak berada di rumah, dia pergi sejak tadi pagi," jawab Kepala Pelayan. Zico tampak kecewa mendengarnya.

"Apa kau tahu dia pergi kemana?" tanya Zico penasaran.

"Tidak, Tuan. Nona hanya pamit untuk pergi ke suatu tempat. Nona tidak memberitahu dia akan pergi kemana. Apa ada yang ingin anda sampaikan? Biar nanti saya yang akan menyampaikanya pada Nona," tutur Kepala Pelayan, dia melihat buket bunga yang di pegang Zico. Zico menggeleng.

"Tidak, terimakasih. Lain kali saja aku kesini lagi," ucap Zico, kecewa tampak jelas di wajahnya yang tampan.

"Besok hari pernikahan anda, jadi anda pasti bertemu Nona," balas Kepala pelayan.

Zico hanya mengangguk, kemudian beranjak dari duduknya, dengan raut wajah kecewa. Baru saja ia ingin melangkah, sebuah suara menghentikannya.

"Kaleid, mobil siapa didepan?" tanya Chisa yang baru saja datang, pada Kepala Pelayan.

Semua pekerjaannya di Perusahaan sudah selesai. Dia langsung menatap Zico datar tanpa ekspresi.

"Nona, kebetulan sekali anda pulang. Tuan Zico ingin bertemu dengan anda," sambut Kaleid.

"Ada apa?" Chisa langsung bertanya pada Zico.

"Ahh... aku ... emm ... ini untukmu." Zico sangat gugup saat memberikan bunganya pada Chisa. Chisa menerimanya, tanpa menunjukkan ekspresi apapun.

"Untuk apa?" tanya Chisa datar.

"Untuk ... untuk ...." Zico ragu mengatakannya karena disana masih ada Kaleid. Dia terus saja melirik Kaleid yang berada di samping Chisa. Chisa yang paham langsung memberi kode jari pada Kaleid.

"Saya permisi undur diri, Nona." Kaleid sangat paham dengan kode yang diberikan Chisa. Dia keluar dari ruangan itu membiarkan Zico dan Chisa berbicara empat mata.

"Ada apa? Katakan saja, sekarang hanya kita berdua," ucap Chisa seraya duduk di depan Zico. Kemudian menatapnya menunggu Zico berbicara.

"Aku minta maaf atas kejadian kemarin. Aku marah padamu tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku kesana justru karena ingin menemanimu di Butik. Tapi malah terjadi hal yang tidak diinginkan. Aku benar-benar minta maaf," tutur Zico tulus.

"Kau tiba-tiba datang membawa bunga hanya untuk minta maaf?" tanya Chisa datar.

"Iya, tentu saja. Aku sudah bersikap kasar, dan memperlakukanmu dengan sangat buruk," ungkap Zico menyesal.

"Aku tidak peduli sama sekali dengan sikap dan perlakuanmu padaku," jawab Chisa santai. Sambil memainkan bunga dari Zico.

"APA? Kenapa?" tanya Zico tak suka.

"Bukankah kau sendiri yang bilang agar aku tidak mengharapkan Cinta dan perlakuan baik darimu?" Chisa menatap Zico lekat.

"Iya, tapi ... apa kau tidak sakit hati?" tanya Zico, merasa tidak enak dengan Chisa.

"Tidak. Apa kau pikir aku akan sakit hati karena calon suami yang tidak aku inginkan membela kekasihnya?" jawab Chisa tanpa ekspresi.

Deggg...!!!

Entah kenapa hati Zico sangat perih mendengar jawaban Chisa.

"Ahh, iya. Aku lupa pernikahan kita hanya demi bisnis," Zico tersenyum getir.

"Aku hanya menuruti keinginanmu dan para orangtua itu. Dan seperti yang kau inginkan, aku tidak akan mengharapkan apapun darimu. Termasuk cinta, harta, dan semua yang kau miliki. Aku tidak menginginkannya," pungkas Chisa dingin.

Zico termenung, dia hanya diam menatap Chisa sendu.

"Itu saja yg ingin kau bicarakan?" Chisa bertanya, tapi Zico tetap terdiam. "Kalau begitu aku pamit dulu, aku lelah aku ingin beristirahat. Terimakasih atas bunganya." Chisa beranjak meninggalkan Zico yg masih termenung menuju kamarnya di lantai atas.

Zico tersadar saat Chisa menaiki tangga.

"Tunggu, aku ingin bertanya?!" Seruan Zico membuat Chisa menghentikan langkahnya.

"Bukankah kau sudah bertanya sejak tadi," jawab Chisa malas.

"Siapa mereka yang melindungimu saat acara pertunangan," tanya Zico penasaran.

"Keluargaku yang sesungguhnya," jawab Cisha singkat.

"Maksudmu?" Zico tidak mengerti dengan jawaban Chisa.

"Sudahlah, kau tidak akan mengerti. Lebih baik kau pulang dan beritirahat. Besok hari pernikahan kita, kau harus baik-baik saja. dan ya mereka juga akan hadir besok," ucap Chisa melanjutkan langkahnya meninggalkan Zico sendirian .

"Apa maksud keluarga yang sesungguhnya? Apa dia sebenarnya sudah menikah? Lalu yang mana suaminya? Apa pria bernama Yumma itu adalah suaminya? Karena itulah dia sangat marah. Tapi tidak mungkin, tidak mungkin dia sudah menikah. Ahhhh... kenapa kau terus membuatku bertanya-tanya Chisa?!" ujar Zico setengah berteriak. Dia mengacak-ngacak rambut nya kasar. Wajahnya suram, frustasi.

Kaleid yang mendengar teriakan Zico segera menghampirinya.

"Ada apa Tuan? Dimana Nona?" tanya Kaleid.

"Tidak ada apa-apa. Chisa sudah pergi ke kamar, katanya dia lelah." Zico langsung merubah ekspresinya seolah tidak terjadi apa-apa.

"Apa anda baik-baik saja, Tuan?" Kaleid tampak khawatir melihat rambut Zico yang sedikit berantakan.

"Ya, aku baik-baik saja. Aku pamit dulu, salam untuk Tuan Adam." Zico beranjak dari duduknya dan melangkah pergi.

"Baik, akan saya sampaikan. Hati-hati di jalan,Tuan."

Zico mengemudi mobil dengan pikiran yang kacau, dia terus memikirkan perkataan Chisa tadi. Hingga tidak menyadari handphonenya berdering beberapa kali.

#Next

Maaf ya, Author lagi gk ada ide. Lagi banyak pikiran. Maaf kalo jalan ceritanya gk menarik atau banyak kesalahan dalam penulisan. 🙏😓😓🙏

Makasih selalu buat kalian kasih semangat buat Author.

Makasih juga buat Admin yg Acc postingan Author.