Tak ada pilihan lain, Steve akhirnya ikut duduk bersama Reine dan ayahnya. Mereka bertiga mengobrol ringan tanpa arah, sesekali Juan Fernandez meledek keponakannya itu.
"Mengapa kamu tak mencari seorang perempuan dan menikahinya, Steve?" Bukankah sudah waktunya kamu untuk membina keluarga?" tanya Juan Fernandez pada seorang lelaki yang sudah cukup lama tinggal di rumahnya.
Meskipun pada akhirnya, Steve memiliki ukuran tinggal sendirian di sebuah apartemen yang dekat dengan kantor. Dia tak ingin menjadi beban di dalam Keluarga Fernandez.
"Aku sedang mengusahakannya, Om. Sebagai seorang pria dewasa, aku juga ingin memiliki sebuah keluarga yang lengkap. Rasanya aku juga sudah tidak sabar untuk meminang kekasihku," jawab Steve pada seorang pria yang selama ini telah menjaganya. Semenjak kepergian kedua orang tuanya, lelaki itu tinggal bersama mereka.
Mendengar jawaban itu, hati Reine serasa tersobek-sobek hingga hancur. Dia tak bisa menerima jika Steve akan menikahi wanita lain. Ribuan pedang seolah baru saja menghujam seluruh hati dan juga jantungnya, rasanya begitu menyesakkan dan juga tak mampu ditahannya.
"Reine ... apa kamu baik-baik saja? Mengapa wajahmu tiba-tiba sangat pucat?" Juan Fernandez baru saja menyadari jika anak perempuannya sedang tak baik-baik saja. Dia pun menyentuh jemari Reine yang nampak kaku dan terasa begitu dingin. "Tanganmu juga sangat dingin, Reine. Lebih baik kamu beristirahat di kamar." Pria itu menyuruh anaknya untuk masuk ke dalam kamar. Rasanya tak tega melihat anak kesayangannya begitu lemah.
"Aku baik-baik saja, Pa. Aku akan menemani Papa dan juga Steve mengobrol di sini." Reine berusaha untuk tetap tenang dan memperlihatkan jika dirinya baik-baik saja. Dia hanya ingin berada di dekat Steve untuk waktu yang lebih lama lagi.
Hingga tak berapa lama, ponsel milik Steve berdering cukup keras. Membuat mereka semua tampak terkejut dan lang melemparkan tatapan pada sang empunya ponsel.
"Maaf .... " Steve sedikit menjauhi pasangan ayah dan anak itu lalu segera menerima sebuah panggilan di dalam ponsel miliknya.
"Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?" Sebuah sapaan formal dikumandangkan Steve karena sebuah nomor baru yang masuk untuk menghubunginya.
"Saya manager dari DJ Angel. Kebetulan sekali schedule untuk besok pagi telah dibatalkan, kami berniat untuk memajukan pertemuan Mr. Ryan menjadi besok pagi. Apakah Anda keberatan?" Begitulah penjelas seorang pria yang berbicara dengan Steve via telepon.
Bagai sebuah takdir yang tak mungkin bisa ditolaknya. Steve tampak lega saat mendengar kabar itu. Setidaknya Ryan tak akan terus-terusan menanyakan soal perempuan itu.
"Saya akan segera menyampaikan hal ini pada Mr. Ryan Fernandez, secepatnya saya akan mengabari Anda kembali." Steve mengakhiri panggilan itu dan bergegas ke sebuah kamar di lantai atas. Kamar yang berada paling ujung dengan desain minimalis modern.
Tanpa mengetuk pintu, Steve memutar handle pintu lalu mendorongnya agar terbuka. Tampak seorang pria muda sedang terbaring di atas ranjang besar yang tampak cukup mewah.
"Bangunlah, Ryan. Ada yang ingin kutanyakan padamu!" seru Steve kepada sepupunya yang masih terpejam di atas ranjang miliknya.
Merasa terusik dengan kedatangan sepupunya, Ryan yang tadinya terbuai dalam mimpi akhirnya dengan sangat terpaksa membuka matanya juga. Dia melihat Steve tampak bersemangat untuk membangunkannya.
"Kalau kedatanganmu ini sama sekali tak berguna, akan kupastikan jika nyawamu akan terpisah dengan tubuhmu," ancam Ryan pada sepupunya sendiri. Dia merasa sangat terganggu dengan Steve yang tiba-tiba datang ke dalam kamarnya.
Ancaman itu sama sekali tak menyulut ketakutan Steve. Meskipun Ryan kerap kali mengatakan perkataan yang terkadang sedikit kasar, pria itu tak benar-benar akan menyakiti dirinya. Bahkan kepedulian seorang Ryan Fernandez tampak terlalu jelas baginya.
"DJ Angel memajukan schedule pertemuan itu menjadi besok pagi. Apakah kamu keberatan? Aku harus segera mengabari manager Angel secepatnya." Steve sudah bersiap untuk menghubungi seorang pria yang selama ini selalu berada di samping DJ cantik itu.
"Angel?" Seketika itu juga, Ryan langsung bangkit dari tidurnya. Kemudian ia berdiri disebelah sepupunya yaitu melemparkan tatapan penuh arti kepada sosok lelaki yang selama ini telah menjadi asisten pribadinya itu. Tak cuma itu saja, Steve juga yang telah membantunya untuk melakukan ataupun dan juga membereskan segala kekacauan yang telah dilakukan oleh Ryan Fernandez.
Mendadak Ryan tampak sangat bersemangat dan juga antusias untuk menemui wanita itu. Rasanya sudah tak sabar untuk segera bertatap muka dengan Angel.
"Katakan padanya ... besok pagi aku akan menemui Angel. Kirimkan saja alamat hotel yang menjadi langgananku itu," perintah Ryan pada sosok lelaki yang masih saja menatap wajahnya.
"Baiklah! Aku akan segera memberikan kabar itu pada manager dari DJ Angel. Semoga saja dia tak keberatan untuk melakukan pertemuan itu di hotel." Steve langsung keluar dari kamar sepupunya lalu segera memberikan kabar itu pada sosok pria yang tadi menghubuinya.
Di dalam kamar, Ryan terus saja mengulum senyuman di wajah tampannya. Rasanya sudah tak sabar untuk segera menghabiskan waktu bersama seorang perempuan yang sudah membuatnya jatuh hati. Takdir tampak begitu baik padanya, ia tak menyangka jika Angel begitu cepat menghubungi dirinya.
"Rasanya aku sudah tak sabar untuk memilikimu, My Angel ... " ucapkan lirih dalam tatapan kosong membayangkan sesuatu yang jelas-jelas belum terjadi.
Belum apa-apa, Ryan sudah membayangkan dirinya mendekap erat tubuh Angel. Hatinya bahkan juga ikut berdebar hanya dengan membayangkan wanita yang sudah sangat mengusik hatinya itu.
Di saat Ryan tenggelam dalam lamunannya, tiba-tiba pintu kamarnya kembali terbuka. Steve tampak memasuki kamarnya lagi.
"DJ Angel akan ke lokasi jam sembilan pagi. Persiapan dirimu dengan segala hal yang kamu perlukan." Steve memberitahu hal itu seperti yang telah dikatakan oleh sang manager.
Mereka berdua sama-sama tak mengetahui tata cara berbisnis dengan sosok DJ terkenal seperti Angel. Steve hanya bisa berharap jika wanita itu tak akan menimbulkan masalah untuk Ryan ke depannya.
Ada ketakutan di dalam hati Steve jika wanita itu sampai berniat jahat pada sepupunya. Seperti beberapa wanita yang pernah datang dan meminta sejumlah uang karena mengaku telah dihamili oleh Ryan Fernandez.
"Jangan lupa pakai pengaman! Aku tak mau Angel datang ke rumah ini dan mengatakan sedang mengandung benih yang kamu tanamkan," peringat Steve pada sosok pria yang hanya tersenyum tipis menatapnya.
"Bukankah akan sangat baik jika Angel hamil? Bukankah papa dan mama juga menginginkan seorang cucu dariku?" Tanpa berpikir panjang, Ryan memberikan tanggapan yang terdengar sangat konyol baginya.
Steve hanya bisa menggelengkan kepala mendengar jawaban mengesalkan dari sepupunya itu.
"Dasar, Pria gila!" ketus Steve dengan wajah kesal.