"Darimana kamu mengenal Evelyn?" tanya Reine tiba-tiba saat mereka sudah berada di dalam mobil.
Sebuah pertanyaan yang cukup mengejutkan bagi Ryan. Dia tak ingin membohongi membohongi adik perempuannya. Di sisi lain, pria itu tak mungkin mengungkapkan sebuah alasan yang membuatnya mengenal seorang Evelyn Angel. Terlebih ... Angel sendiri yang sudah memintanya agar tak mengatakan apapun mengenai pekerjaannya selain menjadi seorang psikiater.
"Aku bertemu dengannya di night club. Kebetulan sekali kami sempat mengobrol beberapa hal mengenai bisnis," jelas Ryan tak terlalu yakin. Dia cemas jika Reine akan menggali hubungan mereka lebih dalam lagi.
"Bisnis? Bisnis apa yang bisa kamu jalankan dengannya?" desak Reine karena Ryan tak segera memberikan sebuah jawaban yang benar-benar diinginkannya.
Lagi-lagi Ryan harus memikirkan sebuah jawaban yang bisa membungkam mulut asik perempuannya itu. Dia tak mungkin membiarkan Reine terus menggali hubungannya dan juga Angel. Rasanya tak nyaman saat harus mengatakan hal itu secara gamblang.
"Aku ingin menjadi donatur tetap di Sanatorium ini. Sayangnya sahabatmu itu langsung menolaknya. Hal itu juga yang membuatku untuk mengejar Angel dan mendesaknya agar menyetujui tawaranku." Apapun yang dikatakan oleh Ryan adalah kenyataan. Dia sama sekali tak mengatakan kebohongan apapun pada saudara perempuannya itu.
Namun ternyata ... jawaban itu justru memunculkan pertanyaan lain di dalam hati Reine. Sebuah pertanyaan mengenai kedekatan mereka berdua. Dia bisa melihat cara Angel memandang kakaknya sangatlah berbeda. Reine yakin jika hubungan mereka melebihi seorang rekan bisnis biasa.
Sedangkan Steve ... hanya bisa mendengar pembicaraan antara kakak beradik itu. Meskipun dia mengetahui semuanya, Steve memilih untuk tetap diam daripada harus ikut bergabung dalam obrolan mereka berdua.
"Kita langsung ke kantor saja, Steve. Setelah itu kamu bisa mengantar Reine mengambil mobil ke apartemen," ucap Ryan pada seorang asisten yang tak lain adalah sepupunya sendiri.
"Haruskah kita ke apartemen dulu?" sahut Steve karena berpikir jika permintaan Ryan seolah disengaja. Jelas-jelas rute ke kantor melewati apartemen milik sang casanova itu.
Ryan mengerutkan keningnya sebentar lalu menatap Steve yang tampak fokus mengemudikan mobilnya. Dia memang sengaja ingin membuat Steve memiliki sedikit waktu bersama adik perempuannya itu.
"Rebecca datang hari ini. Jika aku tak menyambutnya, dia bisa berulah seperti biasanya," jelas Ryan pada lelaki itu.
Rebecca adalah klien Ryan yang sangat sulit ditangani. Dia akan membatalkan bisnisnya jika bukan Ryan sendiri yang membicarakan kontrak kerjasama mereka. Kebetulan sekali, mereka sedang bekerjasama dalam penjualan sebuah perkebunan milik keluarganya. Kebetulan perusahaan Ryan lah yang membantunya untuk melakukan beberapa transaksi dengan calon pembeli.
Mau tak mau, Steve melakukan mobilnya cukup kencang menuju ke perusahaan. Dia tak ingin sosok perempuan yang disebutkan oleh Ryan berulah di kantor mereka.
Setelah melalui perjalanan panjang yang cukup lama, mobil itu akhirnya berhenti di sebuah gedung perkantoran beberapa lantai milik Keluarga Fernandez. Ryan langsung keluar begitu saja tanpa mengatakan apapun pada Steve dan juga Reine. Entah apa yang terjadi di dalam mobil, dia tak peduli.
"Nyonya Rebecca sudah menunggu Anda di ruang meeting," ucap seorang perempuan cantik yang bekerja di bagian resepsionis dari kantor itu.
Tanpa membuang waktu, Ryan langsung bergegas ke sebuah ruangan yang biasanya dipakai untuk melakukan pertemuan penting dengan beberapa kliennya. Dia berharap jika Rebecca tak murka karena dirinya telah terlambat datang untuk bertemu dengannya.
"Mohon maaf, Nyonya Rebecca. Saya benar-benar sangat terlambat kali ini. Semoga Anda bisa menerima permintaan maaf ini." Ryan tersenyum penuh arti pada sosok wanita yang tampak jauh lebih tua darinya. Mungkin saja perempuan itu seumuran dengan adik dari ibunya.
"Jika bukan untuk menunggu Anda, aku tak akan bersusah payah seperti ini, Mr. Ryan. Anda terlalu memikat hingga menghipnotis kaum hawa." Rebecca mendekati Ryan yang masih berdiri tak jauh darinya. Wanita itu tersenyum penuh arti bisa bertemu dengan pria tampan yang selalu menjadi idamannya.
Ryan tersenyum ramah pada wanita itu. Dia sudah terbiasa mendengar sebuah rayuan ataupun pujian atas dirinya.
"Anda terlalu memuji saya, Nyonya." Ryan memang memiliki daya pikat yang tak mungkin terbantahkan. Pria itu benar-benar telah membuat para perempuan tergila-gila untuk mengejarnya.
"Apakah sudah ada seseorang yang akan menemanimu malam ini?" Sudah bukan rahasia lagi, seorang Ryan Fernandez tak pernah melewatkan malam sendirian. Namun hal itu terjadi sebelum dia bertemu dengan perempuan cantik yang tega kepadanya itu.
Tanpa memikirkan pertanyaan itu, Ryan sudah mengetahui arah pembicaraan wanita itu. Namun dia tak mungkin menghabiskan malam bersama kliennya sendiri. Lebih baik dia membayar seorang perempuan untuk menghangatkan ranjangnya, daripada harus menjalin hubungan rumit dengan kliennya sendiri. Hal itu bisa berakibat buruk pada bisnis yang sedang dijalaninya.