"Apakah kamu takut padaku, Angel ... atau Evelyn?" Ryan bangkit dari tempat duduknya lalu berdiri di hadapan seorang perempuan yang menyimpan banyak rahasia. Rasanya sangat penasaran dengan identitas dari sosok perempuan yang sudah beberapa kali menolaknya.
Dalam sebuah senyuman yang dipaksakan setulus mungkin, Angel memandang Ryan penuh arti. Jika bukan demi Reine, dia tak akan pernah mau berurusan dengan pria di depannya itu. Meskipun Ryan adalah sosok pria tanpa cacat yang sangat sempurna, Angel sama sekali tak tertarik padanya.
"Takut? Tentu saja aku sangat takut padamu, Ryan. Aku takut tak bisa menyembuhkan trauma di dalam dirimu dan mengecewakan sahabatku, Reine," terang Angel dalam sebuah ekspresi yang tak bisa ditebak.
Perempuan itu terlalu pandai menyembunyikan perempuannya. Entah itu sedih, bahagia ataupun menderita ... Angel memperlihatkan ekspresi yang sama. Hanya sebuah senyuman yang terkadang timbul tenggelam di wajahnya.
Ryan tersenyum kecut mendengar jawaban itu. Entah mengapa, dia merasa jika Angel sedang berusaha keras untuk menghindar darinya. Walaupun senyuman tampak di wajahnya, Angel seolah menyimpan sesuatu di dalam hatinya.
"Ketika banyak perempuan yang berlomba-lomba untuk mendapatkan aku ... kamu justru yang pertama menolak aku, Angel. Jika uang yang kamu kejar, mengapa kamu sama sekali tak tertarik padaku?" Ryan mencoba untuk menggali sesuatu yang sengaja disembunyikan oleh sosok perempuan cantik di depannya. Selain rasa penasaran, ada perasaan lain di dalam hatinya saat memandang wajah Angel.
"Siapa yang ingin aku kejar, itu urusanku. Kamu tak perlu repot memikirkan hal itu, Ryan," tegas Angel padanya. "Mari kita lanjutkan sesi ini. Apa atau siapa yang membuatmu tak bisa bertahan dengan satu perempuan saja?" tanyanya dengan sangat serius.
Angel bersikap seperti seorang profesional. Dia bisa bersikap seperti seorang psikiater yang sangat dapat dipercaya. Meskipun ... banyak tekanan di dalam dirinya, kesembuhan pasien adalah yang paling penting.
"Bukankah pertanyaan ini terlalu pribadi?" Ryan merasa tak nyaman saat sang psikiater mulai mengorek informasi tentang masa lalunya.
"Untuk itulah aku di sini, Ryan. Segalanya pasti ada sebab dan akibat. Kamu percaya saja dengan aku sebagai dokter yang membantumu. Jangan bayangkan aku sebagai orang lain." Angel berusaha untuk menyakinkan sosok pria yang sudah sangat mengkhawatirkan seluruh keluarganya. Bagaimana pun caranya, dia akan berusaha dengan sebaik mungkin.
Tak langsung menjawab, Ryan justru memandang sekeliling area itu. Suasana ruang terbuka yang cukup nyaman untuk berbincang. Namun pria itu merasa tak nyaman berada di sana. Ada sebuah perasaan yang terlalu mengusik dan membuatnya semakin gelisah.
"Apa kamu merasa tak nyaman di sini?" tanya Angel pada pasiennya itu. Dia bisa melihat jika Ryan menjadi sangat gelisah dan juga tak tenang. Seolah ada sesuatu yang mengancamnya.
"Aku merasa ada seseorang yang sedang mengawasi aku di sini." Ryan memandang sekeliling area itu. Dia mencoba mencari seseorang yang dirasakannya telah mengawasi sejak tadi.
Angel ikut memandang sekeliling. Dia tak mendapati siapapun di sana selain mereka berdua. Lalu ... siapa yang sebenarnya telah mengusik Ryan? Angel juga sedang berusaha untuk mencari jawabannya.
"Apakah beberapa hari ini kamu mengalami mimpi buru" Angel khawatir jika Ryan hanya terbawa suasana karena bermimpi buruk.
"Mimpi buruk ku hanya saat aku mencoba untuk mencari keberadaan mu dan tak menemukan kamu di manapun," sahut Ryan cukup cepat.
"Ayolah, Ryan. Aku bertanya serius!" Angel sedikit mendesak kakak laki-laki dari sahabatnya itu. Dia harus mencari tahu alasan pria itu merasa sangat terancam dan tak tenang di sana.
Tak ada jawaban apapun, pria itu masih memandangi sekeliling untuk mencari seseorang di sekitar sana. Namun tetap saja, tak ada seorang pun selain mereka berdua. Ryan semakin tak tenang dan terus memikirkan hal itu.
"Aku selalu serius padamu, Angel. Jika dengan perempuan lain, aku memang tidak pernah serius. Saat dengan kamu, aku benar-benar sangat serius hingga tak pernah berpikir untuk bermain-main sedikit pun," jawab Ryan dengan panjang lebar. Dia berusaha untuk menjelaskan hal itu pada sosok perempuan yang sudah berhari-hari kemarin dicarinya.
Sebuah jawaban yang justru membuat Angel semakin mencemaskan Ryan. Dia khawatir jika pria itu telah terobsesi padanya. Hal itu bisa saja menjadi bahaya bisa tak ditangani dengan baik.
Mencoba untuk memikirkan sebuah cara agar Ryan bisa membuka hatinya untuk orang lain. Angel harus bekerja keras kali ini, mempertaruhkan hubungan persahabatannya dengan Reine. Jelas saja hal itu akan sangat membebani hatinya.
"Apa yang kamu rasakan jika bersamaku, Ryan?" tanya Angel lagi pada pria yang masih saja mencari seseorang yang dia pikir berada di sekitarnya.
"Hanya dengan melihatmu saja, hatiku serasa bergetar. Sorot matamu, seakan menjeratku erat diriku. Rasanya aku sangat terhipnotis oleh pesona mu, Angel." Ryan mencoba untuk mengatakan semua yang dirasakannya. Walaupun terdengar seperti sebuah ungkapan cinta, namun itulah yang sedang dirasakannya.
Angel terdiam, mencoba untuk memikirkan setiap kata yang diucapkan oleh Ryan. Meskipun perkataannya tampak sangat jujur, namun perempuan itu masih meragukan perasaan Ryan padanya. Ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan apalagi diartikan dengan kata-kata.
"Apa kamu tak sedang merayu aku, Ryan?" tanya Angel dengan nada serius.