"Aku bukan orang bodoh, Ryan! Jelas-jelas kamu sedang menghujat aku di dalam hatimu," tuduh Angel lagi pada pemilik mansion mewah di mana dirinya berada.
'Sial! Bagaimana Angel bisa membaca pikiranku?' kesal Ryan tanpa mampu mengatakannya secara langsung. Dia tak mungkin mengungkapkan kekesalannya pada seorang wanita cantik yang sedang menatap ke arahnya. Seolah dia bisa membaca sesuatu yang sedang kupikirkan.
Belum juga selesai ketegangan di antara dua manusia itu, seorang pelayan sudah berjalan ke arah mereka berdua.
"Makan siang sudah siap, Tuan," ucap si pelayan itu dengan sangat sopan.
Ryan langsung bangkit dari tempat duduknya lalu memandang sosok perempuan yang sejak tadi selalu berhasil membaca pikirannya.
"Lebih baik kita makan dulu sebelum kembali ke kota," bujuk Ryan pada seorang perempuan yang nampak tak begitu tertarik untuk makan bersamanya.
"Tidak bisakah aku menolak makan siang kali ini?" tanya Angel dalam balutan senyumam kecut di wajahnya.
Pria itu membalas senyuman itu dengan wajah yang sangat kesal. Ryan sudah membayar mahal seorang chef dan juga timnya dari sebuah hotel berbintang yang cukup ternama. Namun yang didapatkannya ... lagi-lagi sebuah penolakan dari Angel. Terlalu lama bersama perempuan itu, mungkin saja Ryan bisa saja menjadi sangat gila.
"Apakah kamu memiliki sebuah dendam pribadi denganku hingga begitu mudah menolak aku?" lontar Ryan karena merasa telah diremehkan oleh seorang perempuan yang telah dibayarnya cukup mahal.
Angel terlihat sedang memaksakan sebuah senyuman di hadapan Ryan. Wajahnya mulai memucat dan tampak tak baik-baik saja. Apa yang sebenarnya terjadi dengan perempuan itu?
"Perutku sangat sakit, Ryan. Aku tak bisa menemanimu makan," keluh Angel sembari memegangi perutnya yang terasa menyiksa dirinya.
"Apa! Kita harus ke rumah sakit sekarang!" Dengan sangat panik, Ryan langsung menggendong Angel yang semakin pucat karena menahan rasa sakit di dalam dirinya. Dia bahkan telah melupakan makan siang mahal yang sudah disiapkan oleh chef dari hotel berbintang.
Dengan sangat terburu-buru, Ryan melaju kencang menuju ke sebuah rumah sakit kecil yang berada tak jauh dari mansion. Sampai di sana, Angel langsung mendapatkan pertolongan oleh seorang dokter dan beberapa perawat yang kebetulan sedang berjaga di sana.
Setelah menunggu beberapa lama, dokter itu akhirnya keluar dan menghampiri Ryan.
"Pasien mengalami Refluks asam dan heartburn atau asam lambung naik jika terjadi terus menerus bisa mengindikasikan GERD. Kami akan memberikan obat untuk perawatan sementara jika masih berkelanjutan langsung saja ke rumah sakit. Yang penting, lakukan pola hidup sehat." Begitulah ucapan dokter itu pada Ryan.
Meskipun bukan kondisi yang sangat serius, jika masih berkelanjutan jauh lebih berbahaya daripada penyakit kronis lainnya. Ryan sangat memahami hal itu, dia pun menjadi sangat cemas dengan kondisi Angel.
"Apa kamu merasa jauh lebih baik?" tanya Ryan pada seorang perempuan yang berusaha tetap kuat meskipun terlalu berat. "Jika kamu masih belum kuat untuk bangun, kamu bisa istirahat di sini untuk beberapa hari," lanjutnya.
"Bolehkah aku pulang saja? Aku tidak tahan berada di rumah sakit." Angel seperti seseorang yang memiliki trauma sendiri pada sebuah rumah sakit. Seakan dia memiliki sebuah pengalaman buruk dengan tempat itu.
Ryan pun keluar sebentar untuk mengurus administrasi kepulangan mereka. Dia juga harus menebus beberapa obat yang sudah diresepkan oleh dokter tadi. Begitu selesai mengurus semuanya, ia pun kembali ke sebuah ruangan di mana Angel berada.
"Berikan alamatmu! Aku akan mengantarmu pulang sekarang." Ryan membantu Angel untuk berjalan menunju mobilnya. Dia tak mungkin memaksa perempuan itu untuk menghabiskan waktu dengannya.
"Greenville Hotel," jawab Angel sembari memegangi perutnya yang masih terasa sangat nyeri. Meskipun dokter telah memberikan obat, ternyata efeknya ga secepat itu. Dia harus berjuang untuk melawan rasa sakit hingga obatnya benar-benar bekerja.
Sebuah jawaban yang terdengar aneh bagi Ryan. Dia cukup terkejut saat mendengar perempuan itu memilih untuk tinggal di hotel. Bukankah terlalu banyak rumah dan juga mansion mewah yang bisa ditinggalinya? Hanya pertanyaan itulah yang membuat pria itu semakin tak memahami pemikiran perempuan di sebelahnya.
"Apakah kamu selalu tinggal di hotel?" Ryan akhirnya memilih untuk bertanya secara langsung daripada harus menahan rasa penasarannya.
"Tidak bisakah aku menjawabnya nanti? Setidaknya setelah rasa sakit ini menghilang," pinta Angel dalam nada yang memohon.
Sosok perempuan yang biasanya sangat tegas dan tanpa perasaan terhadap Ryan seolah telah menghilang, yang ada hanya seorang perempuan cantik yang tampak begitu lemah dan tak berdaya karena menahan rasa sakit. Benar-benar sangat jauh berbeda dengan seorang DJ yang bisanya perform di sebuah night club langganannya.
Dengan sangat terpaksa, pria itu akhirnya harus menahan diri untuk tak bertanya macam-macam. Ryan pun juga tak tega saat melihat wajah Angel yang masih sedikit pucat dan juga berkeringat.
Beberapa menit perjalanan, mobil pun berhenti di lobby depan Greenville Hotel. Dengan penuh perhatian, Ryan memapah Angel memasuki pintu utama sebuah hotel mewah yang cukup terkenal.
Dengan sedikit petunjuk dari Angel, pria itu berhasil masuk ke dalam sebuah kamar hotel di mana perempuan itu tinggal.
"Berbaringlah sebentar! Aku akan memesankan minuman hangat untukmu." Ryan menghubungi room service hotel itu. Dia tak mungkin meninggalkan perempuan itu sendirian di saat kondisinya masih belum stabil.
"Sudah dua tahun ini aku tinggal di berbagai hotel. Rumah yang kubeli ... sengaja kujadikan sanatorium bagi pasien yang mengalami depresi berat." Itulah pertama kalinya Angel menceritakan tentang dirinya kepada orang lain. Selain manager pribadinya, tak ada yang mengetahui jika pemilik sanatorium itu adalah seorang DJ yang sangat fenomenal.
Pria itu nampak melebarkan bola matanya karena cukup terkejut dengan sesuatu yang baru saja didengarnya. Di balik gemerlapan dunia malam, Angel memiliki sisi lain di dalam dirinya. Mungkin saja, terlalu banyak hal yang akan membuat Ryan tercengang saat semakin mengenal lebih dalam sosok perempuan cantik itu.
"Berikan alamat sanatorium itu. Aku akan menjadi penyumbang tetap di sana," tawar Ryan karena merasa jika perempuan itu terlalu hebat dan tidak terduga.
"Tak perlu! Aku bisa mengurus biaya operasional dengan uangku sendiri," tolak Angel atas sebuah penawaran yang cukup menjanjikan dari seorang pengusaha sukses seperti Ryan Fernandez. "Oh ya ... satu lagi. Aku akan mengembalikan segala uang yang telah kamu bayarkan sesuai di buku kontrak." Angel merasa jika dia sama sekali tak melakukan apapun untuk pria itu. Dia merasa tak berhak untuk menemui uang darinya.
Penolakan itu cukup melukai harga diri Ryan. Dia tak akan menerima apapun yang sudah dibayar kepada Angel.
"Aku tak mau menerimanya! Itu semua adalah uangmu, kamu berhak memiliknya," tegas Ryan pada seorang perempuan yang tak memiliki daya untuk melawan keangkuhannya.