Chereads / Sepuluh Kesatria Hebat / Chapter 4 - Sang pencuri.

Chapter 4 - Sang pencuri.

Ledakan terdengar kencang dari salah satu bangunan. Cukup kuat sehingga berdampak ke bangunan sebelahnya.

Semua orang kaget tentunya. Bagaimana bisa ada ledakan kuat tiba-tiba muncul dan menghancurkan bangunan kokoh itu.

Mereka semua berlarian ketakutan. Para orang tua menggendong anak-anak mereka menjauh dari area ledakan. Mereka begitu takut jika itu adalah serangan dari kerajaan lain, hingga mereka bersembunyi di dalam rumah masing-masing.

Kembali ke tempat ledakan. Cukup banyak tubuh bergelimpangan di tanah, dan seperti tidak memiliki nyawa. Namun beberapa dari mereka masih selamat dengan mendapatkan luka-luka agak parah, ada yang tangannya terbakar, ada yang tertimpa bangunan. ini situasi yang buruk jika tidak di tangani dengan cepat.

"Apakah masih ada yang selamat?.." gadis bernama Sofia berseru.

Dia melihat kesana-kemari mencari korban yang selamat. Beruntung masih ada korban yang selamat membuatnya lega.

"Berkumpul! Aku akan mencoba mengobati kalian." gadis itu ternyata baik.

Mereka mendengarkan apa yang di bicarakan oleh gadis itu dan berkumpul. Sofia langsung mencoba mengobati mereka dengan perlahan.

"Walaupun aku tidak terlalu hebat dengan teknik penyembuhan tapi ini cukup membuat mereka selamat."

Beberapa saat prajurit pun berdatangan dan mencari para korban yang selama akibat ledakan itu. Mereka bisa melihat sendiri beberapa bangunan hancur dan ambruk, tidak ada yang sanggup berdiri.

"Kapten Sofia!" seseorang datang dan menuju ke arah orang yang diserunya.

"Oh Lenita.. cepat bawa korban yang selamat!" dia berseru cukup keras.

Wanita bernama Lenita langsung memerintahkan para prajurit untuk membawa para korban selamat dan segera menuju ke tempat pengobatan. Lenita mengeluarkan sesuatu seperti daun dari tas di pinggangnya. Daun itu berwarna hijau cerah, benar-benar hijau tidak lecet sama sekali, dan terlihat bercahaya. Dia meletakkan daun di lengan Sofia dan tampak luka di lengannya perlahan sembuh.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Lenita.

"Ini serangan. Ada seseorang yang tiba-tiba saja muncul dan meledakan dirinya."

"Bom bunuh diri?! Apakah dari masyarakat kita atau orang luar?"

"Entahlah tapi ini aneh."

Sofia terdiam beberapa saat berpikir. Lengannya perlahan mulai sembuh oleh daun ajaib itu tapi terlihat cahaya di daun itu mulai pudar, seperti daun itu menggunakan cahaya nya sendiri untuk menyembuhkan lengan Sofia.

"Aku mengerti! Ini pengalihan! Seseorang sengaja menyuruh orang tadi untuk bunuh diri lalu melakukan sesuatu! Cepat hubungi seluruh kapten dan minta untuk mengelilingi kerajaan cepat!"

Lenita mendengarnya terkejut. Memang yang di katakan Sofia benar, ini pengalihan. Tidak mungkin ini ledakan bunuh diri biasa dengan lokasi di tengah-tengah kerajaan. Seseorang memanfaatkan hal ini untuk melakukan sesuatu yang buruk ke kerajaan.

"Baik!" Renita langsung berlari melakukan tugasnya.

Sofia masih terduduk di tanah dengan daun bercahaya masih menempel di lengannya.

"Sial.. kita lengah" gerutunya

-Di sisi lain.

"Apa tadi itu?" Jaka bisa merasakan suara ledakan begitu keras. Begitu keras sehingga dia terdiam sementara dan melihat asal suara ledakan itu.

Dia bisa melihat ada kepulan asap begitu banyak terbang ke atas langit, menunjukkan benar memang ada ledakan begitu keras.

"Serangan? ataukah kecelakaan?" Jaka berpikir-pikir.

"Tunggu! Bodohnya aku! Aku harus mencari bocah sialan itu!" Jaka kembali melanjutkan mengejar pencuri pedang miliknya. Dia merasakan kalau bocah itu masih ada di kerajaan ini.

Tidak cukup jauh dari Jaka. Anak yang dia cari sedang berlari tergesa-gesa, nafasnya naik turun dengan cepat menunjukkan dia sudah mencapai batasnya. Dia akhirnya berhenti di sebuah gang dan terduduk mengistirahatkan tubuhnya. Dia merasa kalau orang yang mengejarnya sudah kehilangan dirinya.

Dia kembali melihat kedua pedang korbannya. Dia gagal menjualnya dan hampir tertangkap oleh pemilik kedua pedang ini. Sangat mengejutkan ternyata korban perampokannya juga ada di kerajaan ini juga. Dia tidak menyangka kalau dia akan bertemu dengannya seperti ini, padahal tinggal sedikit lagi dia mendapat uang.

"Sial, bagaimana dia bisa selamat dengan para bandit itu. Kupikir mereka sudah di tangkap." bocah perempuan itu tampak kesal.

"Aku harus segera menjual dan mendapatkan uang dari pedang ini, lalu mencari kendaraan pergi dari kerajaan ini. Aku tidak akan seberuntung sebelumnya berhasil menyelinap ke kerajaan ini."

Dia berjalan pelan meninggalkan gang berharap tidak ada orang lain yang melihatnya.

Namun dia mendengar suara berisik di dekatnya. Seperti ada beberapa orang sedang mengobrol. Asal suara itu dari bangunan kosong beberapa meter dari nya. Bangunan itu tampak tua dan tidak pernah di tempati lagi. Daerah ini memang jarang terlihat para penduduk lewat, bisa di bilang ini tempat kaum bawah(miskin).

Dia menghampiri rumah itu dengan pelan dan menempelkan telinganya di dinding rumah, mencoba mendengarkan apa yang ada di rumah itu.

"Sudah saatnya."

"Benar, saatnya kita mengambil alih para kelas tinggi itu!"

"Bagaimana bisa para 'pendatang' itu menjadi orang penting di kerajaan kita dan mengabaikan kita. Dan yang leluhur kita sendiri adalah pemilik kerajaan ini, bagaimana bisa mereka menjadi sangat spesial di mata Ratu?!"

"Ini tidak adil. Semenjak bocah itu menjadi Ratu kita di buang, Ratu terdahulu tidak pernah mengabaikan kita yang sudah mendirikan kerajaan ini."

"Apakah kalian yakin akan melakukan ini?"

"Tentu saja Altret! Kami sudah muak dengan omong kosong ini. Sudah semestinya kita mengambil kendali kerajaan ini!"

Mereka mengobrol dengan bersemangat dengan rasa amarah.

Si bocah perempuan masih mendengarkan dengan hati-hati. Dia tampak terkejut ternyata ada konflik di kerajaan ini dan ini bisa menjadi hal baik ataupun buruk baginya.

"Hey,"

Si bocah perempuan melebarkan matanya terkejut, ternyata dia sudah ketahuan. Apakah pemilik kedua pedang ini.

Buak!

Pukulan keras mengenai bocah itu sebelum dia sempat berbalik dan mulai pingsan, tapi dia menyadari satu hal.

Orang itu bukan pemilik kedua pedang ini.

-Di sisi pemilik pedang.

Jaka berlari kesana kemari. Dia sudah kehilangan jejak bocah itu.

"Sial aku lalai, seharusnya aku terus mengejar bocah sialan itu!" Jaka mengacak-acak rambutnya kesal.

Situasi menjadi kacau. Dari dia meninggalkan kelompoknya hingga sekarang dia tersesat entah dimana.

"Aku tidak tahu kalau kerajaan ini luas juga." Jaka memuji.

Dia masih memakai jubahnya. Untung saja tempatnya terlihat sepi sehingga tidak ada orang yang menanggap dirinya tawanan kabur. Dia bisa saja membuka penyamaran tapi apa yang di katakan pria bernama Andrew benar, dia bisa saja di anggap pengelana ilegal dan menjebloskan dirinya ke penjara(sungguhan). Namun penyamaran ini juga membuatnya bernasib sama jika di tangkap oleh prajurit kerajaan ini.

"Aku harus menemukan bocah itu dan kembali ke Andrew dan yang lainnya."

Dia berlari kesana kemari mencari bocah itu secepatnya. Sangat bermasalah jika situasi seperti ini. Tiba-tiba ada beberapa prajurit berlarian berhadapan dengannya, sebelum mereka melihatnya Jaka bersembunyi di lekukan gelap bangunan di sampingnya. Dan ternyata itu berhasil.

"Akibat ledakan itu, para prajurit langsung menuju kesana. Ini bagus, selagi mereka teralih ke tempat itu aku harus segera menemukan pedangku."

Jaka mencari kesana-kemari tapi hasilnya nihil. Tidak ketemu dan bahkan tidak terlihat jejak yang bisa menjadikannya penunjuk kepada anak itu. Pria ini menjadi bingung tidak tahu harus kemana lagi, waktu semakin menipis.

Hingga dia melewati sebuah gang. Dia melihat ada sesuatu setelah melewati gang itu. Sebuah kain yang tergeletak di tanah dekat sebuah rumah tua.

Jaka mengambilnya dan merasa mengenalnya.

"Hmmm kain ini berwarna sama dengan jubah bocah tadi. Apakah ini sobekan nya?"

Dia merasa kali ini pencariannya semakin dekat dengan bocah perempuan itu. Dia bisa merasakan kalau anak itu ada di sekitar sini sebelumnya. Tapi walaupun begitu tetap saja dia belum melihat sosok bocah itu dari tadi.

"Dimana dia?" Jaka tampak geram. Ini sudah sangat lama mencari bocah itu.

Hingga akhirnya dia berhenti berlari. Dia melihat kesana kemari kesal tidak menemukan ada di mana bocah itu, semakin frustasi lah dia.

"Dimana sih bocah itu?!" Jaka terlihat kesal.

Tiba-tiba terdengar suara langkah cepat menuju ke arah Jaka.

Jaka yang merasakannya mencoba untuk bersembunyi namun terlambat.

"Disini rupanya kau. Aku mencari mu kemana-mana."

Yang datang ternyata adalah Andrew. Entah bagaimana dia bisa menemukan Jaka.

"Andrew? Bagaimana kau disini? dan bagaimana kau bisa menemukanku?" Jaka heran.

Andrew mendekati Jaka sambil memerhatikan sekitarnya, berharap tidak ada siapa pun melihat dan mendengarkan mereka mengobrol.

"Jubah yang kau pakai memiliki pelacak sihir dariku. Aku bisa merasakan Juba itu dimana pun selama kau tidak begitu jauh, dan batas aku bisa merasakannya sebatas luas kerajaan ini." Andrew menjelaskan.

Jaka terkagum.

"Wow aku tidak tahu kau memiliki sihir keren."

"Itu hanya sihir biasa, ayo cepat ke tempat penampungan."

"Tunggu, aku harus mencari bocah yang membawa kedua pedangku. Aku bisa merasakan dia di sekitar sini."

"Masih ada waktu untuk masalah itu. Besok aku akan menyuruh bawahan ku untuk mencari bocah itu, dia tidak mungkin pergi dari kerajaan ini setelah ledakan tadi. Sekarang kerajaan di tutup dari dalam dan luar mengatasi jika ada musuh. Sekarang kau harus ke penampungan sebelum orang lain menyadari mu."

Jaka terdiam dan merasa apa yang di katakan Andrew benar. Masih ada kemungkinan bocah itu masih ada di dalam kerajaan.

"Baiklah."

Mereka berdua berlari meninggalkan tempat itu.

Menuju tempat penampungan pengelana.

-Di ruang gelap

Sang bocah tergeletak tak sadarkan diri. Pukulan yang di terimanya ternyata lebih kuat untuk tubuhnya sehingga langsung tak sadarkan diri.

"Apa yang kau pikir lakukan Eriq!? Kenapa kau membawa bocah ini kesini?!"

Seorang pria berjanggut berseru memarahi pria botak di depannya.

Ternyata ada empat orang di tempat itu. Satu pria berjanggut, orang tua, pria muda dan si botak yang di marahi pria berjanggut.

"Aku menemukan bocah ini menguping pembicaraan kalian, jadi aku menyerangnya dan membawanya kesini." jawab si botak.

"Apa?! Apakah dia mata-mata para orang kelas atas itu?" si pria janggut mulai ketakutan.

"Kalau begitu kita harus mengesekusi dia secepatnya." pria tua berbicara.

"Tunggu dulu! Dia masih anak kecil! Bagaimana kita membunuh nya?! Lagian kita belum tahu dia itu mata-mata atau tidak." pria muda menolak usulan menghabisi nyawa itu.

"Dengar Altret! Kau terlalu lembek. Bagaimana kalau dia memang mata-mata orang sialan itu habislah kita! Mereka pasti akan mengetahui kalau kita sedang merencanakan meruntuhkan kekuasaan mereka dan membasmi kita semua! Kau ingin mereka membunuh semua kelompok kita?!" pria berjanggut menjelaskan dengan tegas dan amarah.

Pria muda bernama Altret terdiam bisu. Penjelasan pria berjanggut tadi fakta benar.

"Ryo benar Altred. Kita tidak bisa menerima resiko saat ini. Jika tidak apa yang kita lakukan sia-sia." pria bernama Eriq menyetujui perkataan si pria berjanggut tadi.

Eriq berjalan sisi ruangan dan mencabut salah satu pedang dari sarungnya. Dia langsung menuju si bocah yang masih terlihat tidak sadarkan diri.

Dia mengangkat pedangnya ke atas untuk bersiap-siap menebas bocah itu.

"Sebaiknya jangan terburu-buru."

"-!"

Tiba-tiba saja bocah itu berbicara. Dia ternyata sudah sadar entah dari kapan. Ini mengagetkan orang seisi ruangan, mereka sama sekali tidak menyangka bocah itu masih menguping pembicaraan mereka.

"K-kau sudah sadar?" gagap pria berjanggut.

"Ya dari tadi aku mendengarkan pembicaraan kalian. Memang aku pingsan beberapa saat dan terbangun di saat kalian merencanakan pemberontakan." bocah itu menunjukkan wajah yang dari tadi tertutup kerudung.

Dia memiliki wajah feminim. Cantik untuk anak-anak, memiliki rambut biru kemudaan dan mata berwarna biru cerah. Bocah perempuan itu ternyata memiliki wajah yang cantik untuk seumurannya

"Jadi kau mendengarkan pembicaraan kami, kalau begitu kau harus mati."

"Tunggu dulu, aku bukanlah mata-mata seperti yang kalian pikirkan. Aku hanyalah pengelana yang barusan masuk di kerajaan ini."

Kata-kata itu berhasil membuat pria besar Eriq menahan tebasan nya.

"Bagaimana bisa kami tahu kau jujur? Kau bisa saja berbohong untuk menyelamatkan dirimu sendiri," kata pria tua.

"Ya kau benar, tapi aku punya informasi bagus untuk kalian para pemberontak."

Semua orang terdiam begitu juga Eriq yang mulai tertarik dengan anak ini.

"Hmmm dari sikap dan ucapan mu. Aku tidak merasakan kau bohong."

"Sudah aku katakan. Aku ini jujur."

"Baiklah. Katakan informasinya dan aku akan membebaskanmu."

"Pertama-tama kalian memiliki uang atau emas?"

"Hey. Masih kurang aku membebaskan dirimu sekarang dengan hanya mengatakan kata-kata? Kau masih ingin uang atau emas untuk informasi yang belum pasti kau katakan? Jangan serakah bocah, pedang ini sudah menebas kepalamu jika aku mau." Eriq menatap tajam bocah itu.

"Tidak bukan seperti itu. Aku ingin bekerja sama dengan kalian. Aku memiliki keahlian bisa menyelinap dan mencari informasi. Jika kau bisa membayar ku maka aku bisa memberikan dan mendengarkan apa saja yang ada di kastil dan orang-orang itu," kata bocah itu dengan percaya diri.

Mereka semua terdiam mendengarnya. Jika perkataan bocah itu benar maka ini bisa menjadi hal menguntungkan bagi mereka.

Eriq menatap bocah itu. Tidak ada kebohongan terpancar dari kata-katanya atau wajah menunjukkan sedang ketakutan dan berbohong. Siapa bocah ini?

"Kau serius?"

"Ya aku serius."

"Baiklah, sepakat."

"Sepakat."

Mereka berdua membuat kontrak.