Chereads / Pengawal Palsu / Chapter 1 - 1. Kematian Kekasihnya

Pengawal Palsu

DIHNU
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 4.5k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - 1. Kematian Kekasihnya

Kendrick Mehendra, salah satu tim inti dari pasukan khusus Alpha. Tinggi sekitar 180cm, kulit sawo matang karena terpapar sinar matahari, tubuhnya atletis, otot tubuhnya nampak terlihat jelas di tangannya, menonjolkan urat-urat, hidung mancung, di tambah dengan perawakan wajahnya yang tampan, tirus, rambut berwarna hitam.

Di depan mata Ken beberapa mobil terlihat berwarna hijau lumut, dengan corak tentara, manik matanya memancarkan sebuah kebahagian, ukiran senyuman di bibirnya. Matanya kini terfokus pada sebuah kotak cincin terbuat dari cabang pohon kecil. Ada sebuah berlian kecil berwarna biru putih, yang menjadi batu permata cincin tersebut.

Tangannya meraih sebuah tombol volume untuk memperbesar suara musik yang sejak tadi diputar olehnya.

A hundred and five is the number that comes into my head

When I think of all the years I wanna be with you

Alunan lagu tengah terputar di dalam mobil.

Wake up every morning with you in my bed.

That's precisely what I plan to do

Ukiran senyum melengkung di bibirnya. Kakinya tengah dihentakkan dengan pelan, seiring irama lagu yang tengah didengarnya di dalam mobil itu.

Marry Me—Jason Derulo

Lagu, yang tengah terputar saat itu.

"Maaf, aku membuatmu menunggu," suara seorang gadis memecah lamunannya, membuatnya segera memasukkan cincin yang tadi di pegangnya ke dalam saku bajunya. Takut, jika apa yang tadi dipegang olehnya di lihat oleh gadis yang baru saja datang.

"Kita akan pergi ke mana?" tanya gadis itu, sambil masuk ke dalam mobil.

Ken tidak menjawab pertanyaan gadis yang baru saja datang itu, namun langsung menghidupkan mesin mobil dan menancap gas, melaju di jalanan berpasir menuju sebuah bukit.

Sejauh matanya memandang, hanya hamparan pasir yang berkilau bak berlian di terpa cahaya matahari yang bersinar dengan teriknya di atas kepala. Langit begitu cerah, tidak ada satupun awan yang melintas, bahkan burung pun enggan untuk terbang di atas tanah itu.

Terlihat dari kejauhan, beberapa petak pohon kaktus yang tubuh dengan lebatnya. Tanah tandus itu, hanya cocok untuk tanaman itu, tanaman yang menyimpan air untuk dirinya sendiri.

Tidak ada pohon yang dapat tubuh di tempat sana.

Mata hitam milik Ken terus saja menatap ke arah depan, matanya terfokus pada kemudi, sesekali dia melirik kea rah gadis dengan balutan hijab yang berada di sampinganya.

Ken memberhentikan mobilnya, tepat di sebuah bukti bebatuan, yang membuatnya bisa menatap dengan jelas padang pasir. Tubuhnya dia sandarkan di dinding mobil, sambil menunggu gadis yang bersamanya itu.

Gadis yang bersamanya, berjarak sekitar satu meter dari Ken. Pandangan Ken melihat ke arah gadis itu, hanya mata gadis yang terlihat oleh Ken. Manik mata gadis yang hidup di gurun pasir, berwarna biru dengan iris mata yang sangat indah.

"Apa Ken, akan segera kembali ke tanah airmu—Indonesia?" tanya gadis itu menatap ke arah Ken.

"Ya, aku akan segera kembali," jawaban Ken membuat gadis yang tengah bersamanya mengalihkan pandangannya, menatap kaktus yang berjarak sekitar 200 meter di depan mereka.

"Apa Ken, tahu tentang filosofi Kaktus?"

"Filosofi kaktus?"

"Em. Lihatlah, hanya dirinya bisa bertahan hidup di tempat ini. Bahkan begitu tumbuh dengan sangat indah,"

Angin sepoi-sepoi membuat jilbab yang tengah dipakai oleh gadis itu, melayang-layang. Termasuk hijab yang tengah di pakai olehnya.

Ken menatap ke arah gadis itu, menatap kerling mata berwarna biru. Terlihat oleh Ken di dalam kerling mata itu, ada sebuah guratan kesedihan.

Hening sejenak! Tidak ada yang berani membuka suara, ataupun percakapan saat itu.

"Seperti apa Indonesia?" tanya gadis yang tengah bersamanya sebagai pembuka kesunyian di antara mereka.

"Em, sempurna," jawab Ken. "Begitu banyak kuliner, tempat wisata, budaya, pulau, dan keindahan alam yang alami," kata Ken lagi, sambil tersenyum ke arah gadis yang sedang bersamanya itu.

Hanya ada anggukan kepala, yang di lihat oleh Ken ketika dia menjelaskan sebagaian kecil gambaran tentang Indonesia.

"Apa kau betah tinggal di tempat seperti ini?" tanya Ken.

Pertanyaan yang Ken ajukan saat itu, membuat keheningan lagi. Gadis yang bersamanya saat itu menundukan kepalanya.

Ken mengalihkan pandangannya, melihat ke sekeliling mereka saat itu.

Angin berhembus dengan lembut, menerbangkan pasir yang tengah berada di sekitar mereka. Hawa panas terasa menyengat, karena sejauh mata memandang hanya hamparan pasir, tanah yang tandus, dan beberapa tumbuhan padang pasir—kaktus yang tubuh dengan lebat.

Jauh dari keramaian kota, tepatnya di perbatasan Afganistan Kamp. Pasukan Khusus, tempat Ken berutugas tengah menjaga perbatasan dengan nama pasukan Alpha. Ken telah bertugas di sana selama 6 tahun.

Beberapa saat kemudian, sebuah helicopter terlihat tengah terbang, menuju arah barat.

"Kita harus segera kembali, sepertinya ada tamu yang datang," kata Ken sambil masuk ke dalam mobil.

Ken baru saja memarkirkan mobil, melihat seorang pria turun dari helicopter di sambut beberapa orang tentara yang tengah mengunakan pakaian seragam, lengkap dengan senjata api yang tengah di pegang oleh mereka. Pria bertubuh gedut keluar dari dalam Kamp, kemudian di susul dengan pria yang baru saja turun dari Helikopter, serta beberapa mobil yang baru saja datang. Isyarat tangan terlihat tengah mempersilahkan masuk pria yang baru saja turun dari Helikopter itu.

Beberapa saat setelah pria yang baru saja datang, gadis yang tengah bersama dengan Ken di panggil oleh salah satu tentara. Apa yang terjadi di dalam sana cukup lama, membuat Ken yang tengah berada di dalam mobil terlihat bosan.

Senyuman di balas oleh senyuman. Saat itu juga. Beberapa menit kemudian, terjadi sebuah kesepakatan di dalam sana, tidak lupa dengan jabatan tangan pertanda transaksi terjadi.

Ken terus memperhatikan dari dalam mobil, aktifitas yang ada berada di depannya itu.

Sebuah anggukan isyarat terlihat ketika gadis bermata biru keluar.

Grep!

Ken tersontak, ketika melihat hal itu.

Sebuah kain hitam menutupi kepala gadis itu, apalagi mereka yang membungkus kepala gadis itu adalah anggota tim Alpha.

Melihat hal itu, membuat Ken turun dari dalam mobil, langkah kakinya terhenti sejenak karena mobil yang melintas, terlihat olehnya sebuah senyuman seorang pria memakai kacamata berwarna hitam. Membuat otaknya menangkap dengan sangat jelas, pria yang ada di dalam mobil tersebut.

Baling-baling helicopter telah berputar, memaksa gadis yang di tutupi kain matanya itu, masuk ke dalam helicopter tersebut.

Ken mempercepat larinya, namun sayang sekali helicopter telah naik beberapa meter ke udara, di tambah dengan anggota timnya yang menahan dirinya.

Duar! Duar!

Suara ledakan terjadi beberapa menit kemudian, di susul dengan puing-puing helicopter berjarak 200 meter dari tempatnya berada, sedangkan anggota tim yang ikut naik ke dalam helicopter pun mati.

Ken mengepal tanganya dengan sangat erat, membuat otot-otot di lengannya terlihat, perlahan tapi pasti dia berlari menuju helicopter yang tersisa tinggal puing-puing itu.

Tidak ada yang dia dapatkan, hanya bercak darah yang berhamburan di puing-puing itu sendiri. Di tambah dengan secarik jilbab yang tengah melayang di udara menghampiri Ken.

Potongan jilbab milik gadis berkeling mata biru, seketika menyesakkan hati miliknya.

"Aarrrggghhh…" teriaknya histeris.

Lututnya kini menyangga tubuhnya, sambil meremas dada kiri miliknya. Terasa sakit, ada air mata yang keluar di ujung mata miliknya.

Wajahnya memerah, seketika ada amarah di dalam hatinya. Dendam. Tangannya meremas pasir yang begitu panas, membuat otot-otot di jarinya sangat jelas terlihat.

"Tidak… Ini sangat tidak adil," racaunya sambil berdiri.

Tubuhnya sempoyongan. Amarahnya saat itu, harus dia keluarkan, dia ingin membalas dendam.

Matanya memerah, menatap ke arah Kamp. Tidak ada lagi, kebahagiaan yang terukir di dalam matanya saat itu, terlihat hanyalah amarah.

Dengan langkah sempoyongan, masih dengan menggenggam secarik potongan jilbab, Ken berjalan menuju Kamp.

Bugh! Bugh!

Sebuah suara ayunan tinju, yang mendarat di pipi salah seorang pria yang tengah memegang senjata, membuat perhatian tertuju pada Ken ketika itu juga.

"Kenapa? Kenapa?" tanya Ken, sambil memukul tanpa sebuah ampunan.

Pikirannya hanya tertuju pada membalas dendam, pada mereka yang membunuh kekasihnya saat itu.

Di selah amukannya, yang begitu membabi-buta, dia mendengar samar-samar sebuah suara, "bereskan dia,"

Mendengar itu, membuatnya semakin ingin meluapkan segalanya saat itu juga. Apalagi ketika dia melihat para anggota lain yang tengah menyergapnya karena perintah yang di berikan pada mereka untuk membunuhnya.

Bersambung…