Chereads / Pembalasan Alicia / Chapter 9 - Sandiwara

Chapter 9 - Sandiwara

Sandiwara

"Sayang."

Abraham mencium kening Laura lembut, senyum terulas di wajah yang sudah tak muda lagi.

Laura menatap wajah Abraham dengan penuh kebahagiaan.

Senyum seorang lelaki yang sangat ia rindukan. Lelaki yang sangat ia cinta dan hormati.

"Mas," sapanya dengan nada lembut.

"Iya, Alhamdulillah aku bersyukur kamu sudah sadar, Sayang." Abraham mengelus pundak istrinya lembut.

Alicia memperhatikan papanya sembari tersenyum menyeringai. Ya, drama baru saja di mulai. Walaupun papanya bukan seorang aktor tapi dia sangat totalitas dalam berakting.

"Mari," ajak Zena ia berjalan masuk ke dalam ruangan sedangkan Alicia masih berdiri diam di depan pintu.

"Tante." Zena memeluk Laura erat seakan mereka sudah saling kenal.

"Siapa dia?" tanya Laura kebingungan.

"Ini aku Zena, Tan. Teman Alicia, masa lupa?" ucap Zena.

"Oh iya aku lupa kalau tante habis koma maaf ya, Tan," ucap Zena sambil melirik ke arah Abraham.

Abraham tampak biasa-biasa saja tak ada gelagat mencurigakan sama sekali. Andai Alicia belum tahu mungkin dia tak tahu jika mereka berdua memiliki hubungan.

"Iya, enggak papa. Mas, Alicia mana?"

"Aku di sini, Ma," ujar Alicia berjalan mendekati Laura. Sesekali mata indahnya menatap ke arah Abraham dan Zena.

"Kamu sendirian? Mana kekasihmu itu?"

"Kekasih?" Abraham terheran sepengetahuan dirinya. Anak bungsunya itu tak dekat dengan siapa pun semenjak kejadian tiga tahun silam.

"Iya, Mas enggak tahu?"

"Iya karena papa kan sibuk dengan bisnis barunya, Ma," cecar Alicia.

Melihat sandiwara mereka berdua Alicia merasa sangat muak. Dua manusia yang tak punya hati nurani. Alicia memeluk tubuh Laura erat. Dalam hati sebenarnya ia ingin mengatakan apa yang terjadi.

"Ma, jangan pernah tinggalkan aku lagi ya? Dan setelah ini mama harus berhati-hati," ucap Laura dengan pelan.

"Hati-hati maksudnya?" Laura mengernyitkan kedua keningnya. Sungguh ia tak mengerti dengan ucapan anaknya. Mungkin kah saat dia koma banyak terjadi sesuatu.

"Alicia, apa-apa kamu? Mama baru saja sadar kamu sudah berkata seperti itu?" Tepis Abraham ia tak mau hubungannya terbongkar.

Begitu juga dengan Zena tangannya mencubit lengan Alicia, kepalanya menoleh ke kiri seolah memberi pertanda.

"Oh ya Cia aku mau curhat sama kamu loh ayo," ajak Zena sambil menarik tangan Alicia membawanya keluar dari dalam ruangan.

"Lepas in enggak!" Tangkis Alicia," Bukannya Lo tadi yang bilang kalau Lo bakal nyakitin mama gua?" Alicia membusungkan dadanya.

Zena bergeming ia tak menjawab sama sekali dari bibirnya tak keluar sepatah kata pun.

"Kenapa kok diam?" Alicia mengangkat dahinya. Baru kali ini dia melihat dua pasangan beradu akting di dunia nyata.

"Aku tidak takut aku hanya ingin mama lu baik-baik saja." Zena melipat kedua tangannya di dada.

"Heh, basi tau enggak," sindir Alicia lalu berjalan meninggalkan Zena.

Zena menatap kepergian Alicia dengan expresi jengkel. Rasanya ia ingin sekali mencaci anak Abraham itu. Sebisa mungkin Zena mengatur kesabarannya.

"Ingat Zena semua demi cuan," gumam Zena.

Ia memutar badannya kembali menuju ke ruang dimana Laura di rawat. Sesampainya di ambang pintu depan ia melihat Abraham sedang menutup tubuh Laura dengan selimut.

Wanita itu terlihat sedang tertidur lelap.

Melihat keberadaan Zena segera Abaraham menghampiri pujaan hati.

Zena mengatupkan kedua bibirnya ia mungkinkan ia cemburu.

"Zena ayo ikut aku." Abraham menarik tangan selingkuhnya itu mengajak menjauh dari ruangan.

"Lepas, Mas. Emang kamu pikir aku sapi?"

"Maaf," kata Abraham sambil tersenyum wanita muda ini memang selalu menggemaskan.

"Kamu kenapa cemburu?" canda Abraham sambil menaikan salah satu alisnya.

"Cemburu, iya kali gua cemburu sama bendot satu ini," ucap Zena dalam hati.

"Jelas dong, Mas. Mas perhatian banget sama si Laura wanita tua itu." Zena memutar kedua bola mata.

"Ya sudah mas minta maaf." Abraham menggenggam tangan Zena erat mencium punduk tangan Zena dengan lembut.

"Iya, Mas."

Mereka berdua saling berpelukan tanpa menghiraukan sekeliling. Orang-orang yang lalu lalang menatap Abaraham dan Zena dengan pandangan bertanya.

Falling in Love terkadang memang membuat seorang gila.

Begitu juga dengan Abraham ia lupa, kalau saat ini seseorang sangat membutuhkan perhatian dari dan kasih sayang yang tercurah dari Abraham.

Sementara itu di kantor Alicia menatap layar komputer dengan sangat serius. Bahkan ia tak mendengar seseorang memanggilnya dari tadi.

"Bu Alicia, Bu," panggil Riza.

Seolah tak memperdulikan suara yang terus saja memangil. Alicia masih sibuk dengan apa yang sedang ia kerjakan. Wanita yang mandiri dan pekerja keras itulah kata yang mencerminkan diri Alicia.

"Bu." Riza memberanikan diri mendekati Alicia.

"Hem," jawab singkat.

"Maaf, Bu. Sedari tadi saya memangil ibu." Riza menyodorkan sebuah map berisi berkas-berkas.

"Memang kamu pikir saya tuli," hardik Alicia wajahnya mendongak menatap Riza dengan tajam.

"Maaf, Bu saya kira Bu tidak mendengar," kilah Riza.

"Ada apa?" tanyanya.

"Ini ada beberapa berkas yang harus ibu tanda tangani." Riza mendaratkan bokongnya di kursi yang letaknya di depan meja kerja Alicia sembari membuka map tebal itu.

"Ngapain kamu duduk siapa yang menyuruh kamu duduk?" Larang Alicia.

Mendengar perkataan Alicia sontak terkejut ia bangun dari tempat duduk lalu kembali berdiri.

Andai saja dia bukan seorang Ceo mungkin Riza sudah melawan bahkan menasihatnya karena sikapnya yang terlalu arogan.

"Pantes saja enggak ada laki-laki yang mau, gua pun ogah." Gumam Riza sambil menundukkan kepala.

Siapa sangka ucapan Riza terdengar di telinga Alicia walaupun suaranya sangat pelan. Apakah Riza lupa atasannya ini mempunyai pendengaran super tajam.

"Maksud kamu apa ya?" Alicia melempar pulpen yang ia pegang ke lantai.

"Ke—napa, Bu?" ucap Riza terbata-bata.

" Maksud kamu apa ya bilang saya tidak laku? Memang kamu siapa? Jangan karena saya meminta tolong kamu kemarin seenak jidat kamu mengejek saya." Nafas Alicia terengah-engah ia merasa sangat marah dan tersinggung dengan perkataan Riza.

"Mohon maaf, Bu. Tapi bukan begitu maksud saya," pinta Riza hatinya merasa tak nyaman.

"Dengar ya kalau kamu tak suka bekerja dengan saya silakan keluar dari perusahaan ini," tantang Alicia matanya membulat sempurna.

"Maaf, Bu. Maaf."

Brak !!!

Alicia menggebrak meja dengan sangat keras tampak warna telapak tangannya yang putih berubah merah.

Sungguh sangat mengerikan dia tak seperti wanita pada umumnya.

Riza tak mampu menatap wajah Alicia ia hanya terdiam mendengar perkataan Alicia yang terus saja berucap tiada henti.

Sesekali ia menarik nafas sambil mengelus dada sambil berdoa agar di beri kekuatan menghadapi atasan seperti Alicia.

Wanita super dengan berbagai macam kekuatan.

Riza terkekeh mendengar ucapan Alicia yang berkata kalau dia trauma dengan laki-laki.

"Kamu kenapa senyum seperti itu!" Bentak Alicia.

"Ah tidak apa-apa, Bu."

Akan tetapi tiba-tiba Alicia mendekati wajah Riza dan mencium bibirnya dengan lembut. Sontak saja Riza merasa sangat terkejut bulu kuduknya seketika meremang.

Alicia terlihat memejamkan matanya seakan menikmati ciuman itu.

Waduh Alicia keenakan kamu ya wkwkwk