Chereads / Tetaplah Bersamaku! / Chapter 18 - 18. Berharga di Mata Orang yang Tepat

Chapter 18 - 18. Berharga di Mata Orang yang Tepat

"Lalu, apa yang harus aku lakukan setelah ini? Aku sudah mampir ke apartemenmu. Lalu, setelah ini apa lagi?" Aubrey menatap mata biru Liam lekat-lekat.

"Tunggu sebentar!" Liam masuk kedalam ruangan yang berada tidak jauh dekat pintu. Aubrey berdiri menunggu perintah selanjutnya dari yang punya apartemen. "Aubrey pasti haus. Minumlah dulu, aku akan berganti pakaian sebentar ke kamar." Liam membawa satu botol minuman mineral yang masih di segel dari dalam kulkas kepada Aubrey beserta pembuka tutup botolnya. Pria berambut perak itu segera berjalan menuju arah kamarnya berada. Aubrey hanya mengangkat bahu dan mengambil pembuka botol untuk menenggak isi didalam botol yang masih tersegel rapat.

Sambil memegang botol yang sudah terbuka tutupnya, Aubrey berjalan mengamati ruangan yang baru pertama kali diinjaknya itu satu persatu. Semua barang yang ada didalam apartemen mewah ini sangat berkelas dan menakjubkan. Aubrey sampai harus menatap lama satu persatu barang tersebut. Apartemen ini adalah tempat paling mewah yang pernah didatanginya, selain rumah The Knight. Namun, ada satu yang sangat menyita perhatiannya. Sebuah lukisan yang menempel di dinding paling luas di apartemen ini dengan ukuran jumbo, bergambar seorang perempuan yang sedang memakai celemek dan memegang nampan berisi cangkir dengan satu tangan. Aubrey berpikir kalau lukisan itu mirip dengan ... dirinya.

"Betul sekali, itu adalah kamu, Aubrey. Hehehe. Maafkan aku melukismu diam-diam." Kemunculan Liam yang tiba-tiba membuat Aubrey sedikit kaget. Aubrey tersenyum tipis.

"Kalau begitu, kamu harus bayar royalti padaku." Aubrey mengulurkan telapak tangan terbuka ke atas kepada Liam. Pria tinggi jangkung itu bengong tidak tahu apa maksud Aubrey yang tiba-tiba.

"Kamu menjadikan aku objek lukisan dan itu berarti kamu harus bayar aku. Sini, mana uangnya?" Aubrey menjelaskan dan berkata dengan wajah dibuat serius. Dalam hatinya, Aubrey senang sekali menggoda Liam yang tampak naif itu.

"Hahaha, aku hanya bercanda. Kenapa kamu harus serius begitu menanggapinya? Cih!" Jawab Aubrey sambil memutar tubuhnya meninggalkan lukisan dirinya sendiri yang sejak tadi diamatinya.

"Oh, hehehe, maaf aku tidak meminta ijin ke kamu terlebih dahulu." Liam merasa agak canggung karena objek yang ada didalam lukisan itu mengenali dirinya sendiri.

"Jadi, kamu mengajak aku kesini untuk melakukan apa? Jangan bilang kalau kamu ingin melukis diriku lagi?" Aubrey menyipitkan matanya sambil menatap tajam pria yang duduk agak jauh dari tempatnya duduk.

"Tentu saja tidak. Aku ingin kita membuat perjanjian hitam diatas putih untuk tiga bulan kedepan." William bertanya dengan nada ragu-ragu. Ragu-ragu karena karakter Aubrey yang keras. Mendengar kata 'hitam diatas putih', Aubrey mengernyitkan alis.

"Benar juga yang dikatakan Liam. Aku harus memastikan stastusku lewat kertas perjanjian. Agar aku tidak dirugikan." Gumam Aubrey dalam hati.

"Ok, deal. Apa kamu sudah mempersiapkan kontrak tertulisnya?" Liam justru terkejut karena perempuan berrambut pirang itu langsung menyetujui usulnya.

"A-apa? Kertas kontraknya? Jadi, kamu setuju dengan usulku?" Tanya Liam ragu-ragu.

"Tentu saja. Aku harus memastikan statusku dan menjamin kelangsungan hidupku kalau sampai ada perempuan-perempuan yang bersikap anarki padaku karena aku menerima usulmu untuk menjadi pacarmu." Jawab Aubrey dengan penuh percaya diri.

"Perempuan-perempuan? Aubrey, tidak ada perempuan yang mau dekat denganku. Kedua kakakku bilang kalau aku jelek, bodoh, dan tidak berguna hanya karena aku memilih menjadi pelukis dibandingkan jadi pebisnis." Ujar Liam dengan wajah sendunya. Aubrey terdiam dengan kalimat yang diucapkan Liam.

"Hanya pria yang iri dan wanita yang bodoh kalau mengatakan Liam adalah pria jelek, bodoh, dan tidak berguna. Tidak semua orang ingin menjadi pebisnis. Semua memiliki cita-cita masing-masing. seperti diriku yang memilih menjadi seorang dosen dibandingkan bekerja di perusahaan ayah. Hati akan lebih tenang dan hidup akan menjadi bahagia kalau mengerjakan apa yang kita sukai." Gumam Aubrey dalam hati.

Aubrey menghampiri William dan duduk dihadapannya.

"Kamu tidak bodoh dan kamu juga tidak jelek. Kita akan menjadi berharga di mata orang yang tepat. Dan, tidak semua orang ingin jadi pebisnis. Buktinya, aku juga lebih suka menjadi seorang dosen daripada bekerja di kantor." Ujar Aubrey sambil tersenyum menghibur. Jarak antara keduanya sangat dekat, bahkan tidak sampai setengah meter. Liam bisa merasakan harum aroma parfum yang dikenakan Aubrey. Sepasang mata biru saling menatap cukup lama dan baru berhenti setelah masing-masing menyadari kalau mereka sudah menatap terlalu lama.

"A-Aku mau ke toilet. Dimana letak toiletnya?" Aubrey merasakan jantungnya berdegup kencang. Dia harus menetralkan pikirannya dan membuang semua pikiran aneh yang ada. Liam pun agak panik namun bisa mengendalikan rasa gugupnya.

"Oh, toiletnya ada dimasing-masing kamar. Aku tunjukkan kamar tamu." Ucap Liam sedikit panik. Aubrey pun hanya bisa tersenyum lirih.

Kamar tamu yang ditunjuk Liam letaknya bersebelahan dengan kamarnya.

"Kalau kamu butuh sesuatu, bisa telpon aku." Liam hanya sampai pintu luar kamar. Aubrey mengangguk mengiyakan. Pintu kamar tamu itu pun ditutup. Aubrey segera menuju kamar mandi untuk menyegarkan wajahnya.

Pintu kamar mandi itu dibuka dengan cara di geser. Dan, tampaklah kamar mandi kelas elit mulai dari interior sampai pemilihan aksesoris didalamnya. Aubrey langsung menyalakan air kran dan membasuh wajahnya hingga sedikit membasahi rambut panjangnya yang pirang keemasan.

"Apa yang aku pikirkan? Bagaimana mungkin jantungku berdegup kencang ketika berada didekatnya?" Gumam Aubrey. "Ini tidak benar, ini hanyalah sebuah sandiwara. Aku tidak boleh tergoda dengan dirinya! Tidak boleh dan tidak akan!" Ucap Aubrey dengan tegas.

Perempuan cantik itu melirik arloji yang ada di pergelangan tangan kirinya. Hari sudah mulai sore. Seharusnya dia sudah berada di coffee shopnya dan membantu dua karyawannya karena jam sekarang lagi sibuk-sibuknya. Tapi, untuk kali ini, dia akan menelpon mereka karena Aubrey tidak bisa datang.

"Liza, hai, kalian sedang sibuk ya?" Aubrey berjalan menuju kasur dan duduk di tepiannya.

"Halo bos, seperti biasa jam pulang para karyawan kantor jadi kami sedang sibuk. Tapi bos tidak usah khawatir, karena kami punya bantuan disini." Jawab Liza dengan suara riangnya.

"Bantuan? Apa maksud kamu?" Aubrey mengerutkan alisnya.

"Sekitar setengah jam yang lalu, datang 5 orang pria berpakaian serba hitam dan langsung menemui kami untuk membantu kami melayani pelanggan. Kata mereka, mereka diutus oleh tuan Liam untuk membantu kami. Wah bos, pacar bos pasti kaya raya ya? Kami senang karena kami bisa sedikit bernapas lega sore ini. Terima kasih ya bos. Selamat bersenang-senang, tidak usah memikirkan kami. Sampai bertemu lagi besok, bos. Mmuahh," Liza menutup telponnya dan kini Aubrey yang bengong dengan mata terbelalak lebar.

"Kenapa Liam tidak memberitahuku kalau dia mengirim orang untuk membantu di kafe?" Gumam gadis dengan wajah lebih segar itu.