Diki langsung masuk ke gym dan berjalan menuju loker untuk menemui sang coach yang akan melatihnya. "Diki Prasetya?" Diki langsung menjabat tangan calon coach-nya dan menaruh sport duffle bag-nya dilantai.
"Iya? Anda pasti coach Handerson?" Handerson langsung mengangguk dan langsung melihat jadwalnya.
"Dateng lebih awal dari yang kemaren di sepakati?" Diki hanya tersenyum tipis dan mengangguk. Ia langsung melepaskan kacamata hitamnya. "Baiklah kalau begitu..." Coach Hendreson menghela napasnya kasar. "Langsung ganti baju. Saya tunggu kamu di ring tinju." Coach Handerson langsung menepuk bahu Diki dan langsung berjalan menuju ring tinju yang ia maksud.
.
.
.
.
.
.
Diki yang sedang berjalan menuju ring tinju, ia tidak sengaja bertabrakan dengan seorang wanita yang sedang memegang botol minum.
"E-eh, maaf!" Ucapnya.
Diki menatap wajah wanita di hadapannya tersenyum ramah. "Gapapa kok, seharusnya... saya yang hati-hati." Diki menghela napasnya kasar sambil mengelap bajunya yang basah karena tumpahan minuman.
"Oh, ya, lo... keknya anak baru?" Ucap Sana dengan mengkerutkan keningnya sambil memasukkan AirPods ke dalam case-nya.
Diki hanya mengangguk dan tersenyum. "Iya, gue... anak baru. Baru... mulai hari ini..." Diki menghela napasnya gugup. "Nama gue... Diki. Lo siapa?" Diki mengelap tangannya dengan handuk.
"Nama gue..."
"Oh, di sini kamu ternyata, ya? Dapet namanya, hm?!" Diki hanya nyengir ketika Coach Henderson menatapnya tajam dengan tangan yang ia sedekapkan di dada.
"A-anu coach... tadi..."
"Push up." Diki mengkerutkan keningnya bingung. "Kamu udah pemanasan?" Diki menggelengkan kepalanya. Coach Henderson hanya menghela napasnya kasar dan menatap tajam Diki. "Kamu pemanasan dulu, sehabis pemanasan push up 30 reps... dan Bench press 2x30 reps."
Diki hanya terdiam dan langsung melakukan apa yang Coach Henderson perintahkan. "Anjir... dikit lagi dapet namanya." Gumamnya pelan. Sana menatap Coach Henderson sambil menaikan satu alisnya.
"Kamu..."
"Saya sudah melakukan cardio, coach." Coach Henderson menghela napasnya kasar.
"Yaudah kamu istirahat sana!" Sana hanya terkekeh geli dan berjalan menuju loker. Diki yang masih melakukan push up.
"10..." Diki langsung ambruk di lantai gym tersebut dengan terengah-engah.
"Kok berhenti?" Diki menghela napasnya kasar dan duduk di lantai. "Saya tau kalo kamu udah biasa workout kaya gini. Berapa calories yang kamu konsumsi... hari ini hm?" Diki menghela napasnya kasar dan langsung melakukan push up kembali.
.
.
.
.
.
.
Diki duduk di lantai sambil menyenderkan punggungnya di kaca gym tersebut. "Istirahat 30 menit." Diki menghela napasnya lega. Ia langsung membuka botol minumannya dan segera memium protein shake miliknya hingga tak tersisa.
"Haus banget keliatannya." Diki mendangakkan kepalanya dan tersenyum. "Nih, minum!"
Diki langsung mengambil sebotol minuman energy-nya. "Sering ke sini?" Sana menunjuk dirinya.
Diki menganggukkan kepalanya dan segera menegak isi botol tersebut hingga habis. "Gue yang punya kok." Diki hanya menganggukkan kepalanya. "Di atas... tempat tinggal gue. Jadi, kalo lo bilang gue sering ke sini ya... gak salah amet jatohnya."
Diki menghela napasnya. Ia sudah bisa menetralkan detak jantungnya dan meghela napasnya kasar. "Nama lo siapa?" Sana hanya tersenyum, lalu duduk di samping Diki. "Lo..."
"Sana!" Sana langsung berdiri dan menghampiri seorang wanita yang sedikit lebih tua darinya. Diki langsung berdiri.
"Awkward anjir!" Gumamnya sambil menggaruk rambutnya yang basah karena keringat.
"Diki!" Diki langsung berjalan menghampiri Sana. Ia tersenyum tipis ke wanita di hadapannya. "Ini... coach gue. Namanya Martina Henandez. Dia punya channel YouTube namanya, Beef4Party."
Diki langsung menjabat tangan coach Sana. "Lo... si anak baru itu?" Diki hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Wah... gue berasa beruntung banget buat ketemu salah satu pemain Fast and Furious nih!"
Diki hanya tertawa kecil dan tersipu. "Yah... gue coba-coba casting, eh tau-taunya dapet role. Ini... juga usaha dari fans gue juga." Ucapnya.
"Diki!" Coach Henderson menghampiri mereka bertiga. "Ayok latihan lagi!" Perintahnya. Diki mengancungkan jempolnya, lalu ia menghela napasnya kasar.
"Jadi... nama lo Sana?" Sana hanya tertawa kecil dan menganngguk. "Yaudah... kalo gitu, gue duluan. Nice to meet you Mrs. Martinez. Ntar gue subscribe." Diki mengacungkan kedua jempolnya ke Mrs. Martinez.
"Yaudah sana gih! Coach Henderson itu dapet julukan The Devil Coach, loh di sini, Dik! Hati-hati ya?" Coach Martinez menepuk-nepuk pundak Diki lalu ia berjalan menuju rak barbel dan di ikuti oleh Sana.
Diki berjalan menghampiri Coach Henderson yang kini sudah ada di weight bench. "2X...20 reps, ya? Berat minim kamu berapa? Ini kalo cuman besi aja beratnya.... 5KG." Diki menghela napasnya kasar.
"Saya... gak pernah bench press, coach. Apa.... kita coba tes dulu aja?" Coach Henderson mengangguk kepalanya, setuju. Diki langusung mengambil posisi, lalu mengangkat bebannya.
"Ringan?" Diki menganggukkan kepalanya. Coach Henderson langsung menambahkan beban sebanyak 3KG di setiap sisinya. "Berat ini... 11KG. Coba angkat." Diki langsung mengangkatnya dengan mudah.
"Um... coach, keknya..."
"Gak ada skip-skip, Diki! Kamu mau tahu Mr. Olympica berlatih? Mereka gak juga pake obat!" Diki menghela napasnya kasar. Coach Henderson langsung menambah beban secara berkala hingga Diki tidak bisa mengangkat bebannya.
"Oke... 45KG 10 reps, siap?" Coach Henderson menatapnya tajam. Diki hanya bisa menganggukkan kepalanya pasrah dengan keringat yang terus membasahi wajahnya.
Satu bulan kemudian...
"Diki?" Diki menengok ke samping kanan dan ia tersenyum lebar ketika melihat Sana ada di hadapannya. "Kamu cakep banget hari ini."
Diki langsung berdiri dan menggeret kursi kosong yang ada di hadapannya. "Silahkan duduk." Ucapnya dengan tersenyum.
Sana hanya tertawa kecil dan duduk. Diki langsung membantu Sana mendekatkan kursinya dengan meja. "Kamu udah nunggu lama? Maaf ya? Susah banget ijinnya. Apa lagi... kamu tau sendiri Coach Henderson kaya gimana." Diki hanya tersenyum dan mengangguk.
"Gapapa kok, aku... ngerti banget." Diki menghela napasnya kasar. Ia menyeruput air putihnya, lalu menghela napasnya kasar. "Kamu... mau pesen apa?"
Sana tidak menjawab pertanyaan Diki seraya membolak-balikan menunya. "Kamu... pesen apa?"
Diki menghela napasnya kasar dan menggaruk rambutnya. "Korean Fried Chicken set, minumnya sih... bir. Kamu mau pesen itu juga?"
Sana menggelengkan kepalanya. "Aku... kemaren habis mukbang." Diki hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Seorang pelayan datang, ketika Sana mengangkat tangannya.
"Nama saya Aiden. Sudah... siap pesan?" Sana menganggukkan kepalanya.
"Apa... goat cheese saladnya masih ada?" Tanya Sana sambil menatap Aiden.
Aiden menghela napasnya kasar. "Saya... tanyakan dulu ke dapur. Permisi." Sana hanya menganggukkan kepalanya. Diki hanya menghela napasnya kasar dan menopang dagunya.
"Jadi... kamu dari Jepang?" Tanya Diki berusaha tenang. Sana menganggukkan kepalanya.
"Kamu... gimana bisa nyasar ke sini? Apa... mau kaya Agnez Mo?" Diki tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya.
"Aku... ke sini dapet kontrak kerja sama di film sebelumnya. Kamu tau... The Merrion Family kan?" Sana menganggukkan kepalanya. "Aku jadi Villain di situ. Menurut kamu... gimana akting aku bagus gak?"
Sana tertawa kecil dan mengangguk. "Aku... juga gak ngeh kalo misalnya kamu jadi si... Aryo Jackson." Diki hanya tersenyum malu.
"Permisi... ini Korean fried chicken set." Aiden meletakkan pesanan milik Diki. "Untuk... Goat Cheese salad, kami... kehabisan keju. Apa anda ingin pesan yang lain?" Sana membuka kembali menunya.
"Um..."
"Udah mas, piring kosong lagi aja, gapapa." Aiden menganggukkan kepalanya dan kembali ke dapur. Sana menatap Diki sambil menaiki alisnya.
"Udah... ini banyak loh, San. Emang kamu gak di bolehin sama Coach Martinez?" Sana menghela napasnya kasar dan menganggukkan kepalanya.
"Cheat meal aku udah kemaren..." Diki tertawa kecil, lalu ia menghela napasnya kasar. "Maaf ya, bukannya aku nolak." Diki hanya mengaggukkan kepalanya pelan.
"Gapapa kok, San. Santai aja." Ucap Diki sambil memakan kentangnya. "Emang... kamu mukbang dimana?"
Sana menyesap air mineral yang sudah di tuang oleh Aiden. "Kamu tau... Heart Attack Grill? Yang... pernah di kunjungin sama Matt Stonie, Beard Meets Food, sama Tzuyang?" Diki hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
Percakapan mereka terputus karena Aiden menghampiri keduanya, lalu ia meletakkan piringnya. "Anda sudah siap untuk pesan?"
Sana menganggukkan kepalanya. "Mashed potato." Aiden mengangguk-anggukan kepalanya sambil menulis pesanan milik Sana. "Minumnya... Orange juice." Ucapnya sambil memberikan menunya kepada Aiden.
Aiden langsung mengambil menu tersebut dan berjalan menuju dapur. Diki langsung meletakkan beberapa potong ayam di piring dan memberikannya kepada Sana. "Seenggaknya... kamu gak makan banyak calories."
Sana tersenyum dan tertawa kecil. "Terus... kamu ngambil challenge-nya? Octa..."
"Octuple challenge. Aku... hampir kena spank sama suster-nya." Diki tertawa kecil dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kapan-kapan... ke sana yuk!" Diki menaikkan satu alisnya.
"Emangnya..."
"Mashed potato." Aiden meletakkan pesanan milik Sana bersamaan dengan orange juice. "Ada yang ingin di pesan lagi?"
"Nanti... saya panggil." Aiden langsung menganggukkan kepalanya dan berjalan menuju bar. "Jadi... kamu sejak kapan udah mulai akting?"
Diki menyesap bir hitam yang ia pesan. "Aku... mulai akting waktu aku SD, kalo gak salah. Yah... aku pertama gak langsung jadi peran utama... aku cuman jadi anak-anak main... atau gak ya... pengamen." Sana hanya berdehem sambil mengangguk-anggukan kepalanya.
"Agak susah ya, jadi terkenal di Indo?" Diki tertawa kecil dan tersenyum.
Ia menghela napasnya kasar dan menggaruk-garukkan rambutnya. "Yah... gak beda jauh sama Amerika. Pengen viral biar jadi terkenal..." Sana tertawa kecil dan menganggukkan kepalanya. "Kamu... beneran ada keluarga sama Coach Henderson? Mohon maaf ya, kalo pertanyaan ku ini agak personal."
Sana menganggukkan kepalanya. "Mama aku nikah lagi sama Coach Henderson waktu aku... umur 18 tahun. Yah, baru-baru ini lah..." Diki berdehem dan mengangguk-anggukan kepalanya. "Kamu... deketnya ke dua-duanya atau..."
"Dua-duanya kok. Emang masih agak sulit buat beradaptasi sih." Sana menggit kulit ayamnya. "Terus kamu ghimana? Kamu deket sama keluarga kamu?"
Diki menghela napasnya kasar. "Bisa di bilang... deket gak deket sih, tapi kalo saling komunikasi ya... sering. Yah... perbedaan waktu, San. Kamu tau kalo di sini malem di Indo udah pagi."
"Hm..." Sana menyesap orange juice-nya. "Habis ini... kamu mau kemana?"
Diki menghela napasnya kasar. "Pulang. Kamu?" Sana menghela napasnya kasar. "Mau Netflix and chill?" Sana menganggukkan kepalanya dan tersenyum.
Mereka melanjutkan percakapan mereka sambil menikmati hidangan yang mereka pesan.
.
.
.
.
.
.
Diki dan Sana langsung masuk kedalam taksi sambil merangkul kekasihnya, "Baverly Hills No. 1102." Supir taksi tersebut hanya diam dan menganggukkan kepalanya. "Tolong bisa putar radionya?"
Diki menipiskan jarak diantara mereka. "K-kamu... pernah kissing sama orang lain?" Sana tertawa kecil dan menggeleng.
"Gak ada yang berani sama Coach Henderson. Kenapa?" Tanya Sana. Diki hanya tertawa gugup, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Sana dan langsung melumat bibir Sana.
Diki langsung menyudahi acara melumatnya dan mereka berdua langsung tersenyum malu-malu. "Kamu curi first kiss aku, Diki. Kalo Coach Henderson tau... kamu bakalan di bunuh loh."
Diki hanya tertawa kecil dan langsung memeluk Sana. "Pak, disekitaran sini ada motel atau hotel?" Sang supir taksi tersebut langsung membelokkan mobilnya ke kanan.
Jam 09.06 AM...
Sana langsung bangun karena suara alarm yang masuk kedalam telinganya dan melihat bekas apa yang mereka lakukan semalam. "Good morning."
Sana tersenyum dan menyandarkan kepalanya di dada bidang Diki. "Kamu harus anterin aku pulang." Diki memeluk tubuh ramping Sana dan menganggukkan kepalanya.
"Mau brunch bareng di... Taco de Llama?" Tanya Diki dengan suara seraknya. Sana hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya..
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa untuk share, vote, komen, dan tambahkan ke library! Karena setiap hal kecil yang kalian lakukan dapat membantu Author makin termotivasi untuk menulis.