Chereads / BIBI DAN DUNIA BAWAH / Chapter 8 - Ibumu Manusia dan Ayahmu Siluman

Chapter 8 - Ibumu Manusia dan Ayahmu Siluman

Meski sedang berada di bawah tanah, Max bisa mendengar teriakan Elia. Seketika Max khawatir. Berpikir musuh datang tanpa disadarinya lalu menyerang Elia.

Saat sudah sampai di permukaan dan melihat Elia, kekhawatiran itu berubah menjadi keterkejutan yang sebenarnya. Sudah lama Max berusaha memahami identitias Elia. Malam ini, Max semakin bingung.

Kejadian seperti ini sudah sering dibayangkan, namun kejadian yang sebenarnya tak sama dengan persiapan hatinya. Semuanya terjadi begitu cepat.

Max melihat Elia dalam keadaan baik-baik saja. Lagi-lagi Elia membuka pakaiannya tanpa ragu. Memperlihatkan kembali lekuk tubuh bagian atasnya. Max hampir mau naik pitam. Emosinya teredam seketika saat Elia membalik badan dan membuatnya melihat tanda itu.

Max akhirnya melihat sesuatu yang telah dicurigai sejak lama dan sebenarnya dia tengah berharap kecurigaannya tidak pernah jadi kenyataan. Wujudnya sangat jelas, tapi pola itu masih asing baginya. Meskipun begitu tanda itu membuatnya yakin tidak perlu lagi ada rahasia di antara mereka.

Tanpa kata Max membalik badan dengan sinyal Elia harus mengikutinya. Dia menunda memberikan jawaban pada Elia yang penasaran dalam ketakutan. Dia kembali ke dalam ruangan dimana dia berada sebelumnya.

Ruangan yang memiliki aroma arwah gentayangan itu belum pernah diperlihatkan pada Elia. Normalnya orang tidak bisa mendengar suara dari luar dan sebaliknya, orang dari luar tidak akan tahu jika ada aktivitas di bawah tanahnya. Ruangan itu berfungsi sebagai ruang meditasi bagi Max. Melewati sebuah anak tangga yang panjang adalah satu metode untuk meditasi tersendiri, naik dan turun anak tangga bagian dari meditasi pernapasannya. Kemudian ketika sudah memasuki ruangannya yang berada di bawah tanah, sekitar empat meter dari lantai satu rumahnya, itu berarti pernapasannya sudah lebih teratur, panjang-panjang dan gerakannya jauh lebih merasakan keberadaan dirinya. Dalam kondisi tenang, dia bisa merasakan gelombang suara, getaran itu membuatnya mengetahui aktivitas di permukaan tanah.

"Dari tadi kamu di sini?" Elia bertanya dengan suara gemetar. Max sengaja membiarkannya menggigil karena Elia harus terbiasa dengan aura bawah tanah.

"Ya, aku di sini sejak tadi."

Max terus berjalan tanpa menoleh. Dia bisa merasakan nafas Elia yang pendek-pendek. Itu bukan jenis pernapasan yang tepat untuk digunakan di dalam goa seperti ini, pikir Max, tapi biarlah, dia akan menyesuaikan diri. Ada banyak hal yang harus dia pelajari.

Dia membiarkan Elia berkutat dengan pikirannya dan bergumam macam-macam sambil terus mengikutinya. Sesampai di dalam ruangan di mana dia biasanya duduk berpikir, dia mulai membuka tempat penyimpanannya. Explotion box terbuka di depan matanya dan itu membuat Elia terpekik takjub.

Max berjalan memutari meja, sekarang dia berada di sisi lain meja. Sementara Elia berdiri di sisi lain dengan wajah terpesona mengamati explotion boxnya.

"Apa ini? apa hubungan semua ini dengan ibuku?"

Max mengamati sejenak keheranan Elia baru kemudian menjawab, "Itu adalah barang-barang yang disukai ahli sihir, tukang santet, intinya mereka yang menggunakan ilmu hitam. Di sisi lain ada barang-barang yang dibutuhkan oleh mereka yang mencoba menghalangi kekuatan ilmu hitam. Di sisi lainnya lagi, ada barang-barang yang disukai oleh siluman."

Mata bulat Elia melotot tak percaya ketika Max menjelaskan isi penyimpanannya.

"Kamu bercanda ya kan?"

Dalam kondisi seperti ini, Max dibuat kagum dengan sikap Elia, karena tetap terlihat tenang dan juga bisa berekspresi konyol, terutama saat heran, merasa dikerjai, dan ketika ingin mengalihkan kekhawatirannya.

"Itu kenyataan. Dongeng yang kamu dengar semasa kecil, itu kalau kamu pernah mendengarnya, maka sebagian dari cerita itu nyata."

Max bisa tersenyum dan hendak menertawakan ekspresi Elia yang sangat-sangat menggemaskan saat kebingungan.

"Kalau kamu berusaha membuatku lupa pada ibuku, lebih baik pakai cara yang lebih...ummm...lebih baik dari ini... soalnya ini...hanya mempan untuk anak-anak, serius apa hubungan semua ini dengan ibuku yang meninggal dan teror yang kurasakan? heh? lalu ini, kamu jadi aneh sejak melihat tanda luka di punggungku! akan lebih masuk akal kalau kamu membicarakannya dari segi medis, mungkin aku mengidap penyakit mematikan! kurasa aku lebih bisa menerima itu dari pada ini! apa ini, siluman, jin, sihir?! oh my GOD! tak kusangka ... Max...."

Max tidak menanggapi semua penyangkalan yang dikatakan Elia, dia menunggu sampai Elia berhenti dan menyadari sesuatu yang selama ini ada di sekitarnya.

"Oh.... maksudmu, jadi ... semua ini, ada di sekitarku? kenyataan?"

"Ingat-ingat lagi apa yang pernah terjadi padamu, benarkah kamu tertidur karena ibumu memberimu obat tidur?"

Elia terdiam seribu bahasa. Max mengamati wajah Elia. Sudah jelas saat itu, pikiran Elia sedang mengambil alih seluruh kesadarannya. Baginya ini adalah kesempatan untuk menjelaskannya perlahan-lahan.

"Mungkin kamu pernah mengalami sesuatu, dan setelahnya kamu lupa. Wajar saja, karena kamu masih muda. Ketika kamu belum menyadari sebagai bagian dari dunia bawah tanah, maka ingatanmu menghapus beberapa hal yang telah kamu lakukan di luar kehendakmu, itu bisa merupakan efek samping dari penggunaan kekuatan di luar kesadaranmu, atau sistem perlindungan diri yang aktif secara otomatis."

Max mengambil kursi untuk Elia. Penjelasannya akan panjang. Dia sendiri juga mengambil kursi dan mulai menjadi lebih serius daripada sebelumnya.

"Benda-benda itu, sebagian darinya dikumpulkan oleh ibumu."

Max terhenti. Dia tahu Elia belum siap sepenuhnya, maka dia putuskan untuk menunggu sampai Elia bisa menyimak dengan seluruh kesadarannya.

"Apa kamu bukan manusia?"

Max terkekeh mendengar pertanyaan itu. Kedengarannya polos.

"Ya aku manusia, tapi bukan juga."

Melihat ekspresi Elia, terbersit keinginannya untuk menggodanya lebih jauh. Masalahnya ini bukan waktu yang tepat untuk itu.

"Kamu juga sama sepertiku," Max melanjutkan, "Setengah siluman."

Terjadi jeda. Max mengambil ancang-ancang untuk menjelaskan dengan bahasa semudah mungkin untuk diterima oleh Elia.

"Bagaimana itu bisa terjadi? gampang saja, siluman dan manusia menjalin hubungan dan memiliki anak."

Dia mendengar Elia tertawa. Anak ini pasti mencoba untuk mencerna semuanya dengan logikanya, pikir Max. Dia selama ini tidak pernah menyadari identitasnya karena ibunya merahasiakannya. Kurasa inilah alasan kenapa ada orang yang menginginkan kami bertemu dan mendapatkan apa yang dia inginkan. Ada sesuatu di balik kelahiran Elia. Mungkin sesuatu itu lebih besar dan lebih buruk akibatnya untuk keseimbangan tiga dunia lebih dari yang kuduga.

Tawa Elia sudah berhenti. Max membantunya untuk mengatur nafasnya. "Tarik nafas yang panjang kemudian hembuskan perlahan. Kamu tertawa terlalu keras, oksigen di sini tidak sama dengan di permukaan. Kamu harus bisa selalu menggunakan nafas penuh."

Lirikan mata Elia memberitahu semuanya. Elia masih tidak mempercayai semua keterangan yang sudah dijelaskannya. Memang wajar, lagipula belum dijelaskan secara terperinci. Setelah Elia bisa bernafas dengan baik. Max berencana melanjutkan penjelasannya tapi dengan catatan Elia harus menjadi pihak yang bertanya lebih dulu.

"Oke, aku akan berusaha menerima semua ini. Lalu makhluk apa ibuku? Siluman? ayahku yang manusia?"

"Sebaliknya, ibumu manusia."

Wajah terkejut Elia sudah menjadi hal biasa bagi Max sekarang. Menurutnya, dia sudah bisa menjelaskan lebih jauh. Meskipun Elia masih kebingungan karena merasakan dunia jungkir balik, rasa cintanya pada ibunya akan membuatnya menerima semuanya lalu menghadapinya. Pemikiran itu membuat Max cukup siap untuk mencari jalan keluar.

"Masalahnya adalah siapa ayahmu. Aku belum pernah melihat tanda dengan detail seperti itu sebelumnya. Coraknya kuketahui sebagai tanda dari Bawah Tanah, tapi merujuk kepada klan mana, aku belum tahu."

Elia meraba tanda yang tadi dilihatnya. "Aku juga tidak tahu siapa ayahku."

Sampai di sini, Max tahu tidak ada lagi jalan mundur. Balok dadu sudah bergulir, siapapun dia yang memulai memancing keadaan telah memiliki rencana. Max bertekad untuk mengetahui apakah rencana itu jahat atau buruk. Masalahnya, firasatnya cenderung buruk soal ini.