Selama berada di sekolah Greysia tak berteman dengan siapapun. Dia berusaha sekeras mungkin untuk tidak berhubungan dengan siapapun di sekolahnya. Dan selama ini hanya Jacoblah teman satu-satunya di rumah.
Ia tak tahu jika Jacob satu sekolah dengannya. Mereka hanya bertemu saat jam sekolah usai, tetapi jika di pikir-pikir ia tak pernah melihat Jacob mengenakan seragam sekolah. Dan sekarang untuk pertama kalinya setelah sekian lama berteman, ia melihat seorang Jacob Bae mengenakan seragam olahraga sedang berlari di tengah lapangan menggiring bola.
Greysia melihatnya, anak laki-laki itu menggiring bola sembari tertawa lebar membuat lengkungan mata yang indah. Sesekali memanggil nama temannya untuk mengoper bola kepadanya. Hal itu membuat Greysia tersenyum melihatnya.
Sibuk mengamati, sebuah bola menggelinding ke arahnya berhenti saat mengenai kedua ujung kakinya. Terlihat, Jacob berlari mengambil bola itu dan Greysia ingin sekali menyapa anak laki-laki tersebut.
"H—a..." ujar Grey hendak menyapa.
"Ah maaf tadi gak sengaja, aku ambil ya bolanya" ujar Jacob menyela kemudian berbalik.
"Eh tunggu..." kata Greysia.
Jacob menoleh, "Kamu..sekolah disini juga?" tanya gadis kecil itu.
"Iya lah disini mau dimana lagi" jawabnya.
"Ohh, senang bertemu lagi"
Jacob menyipitkan matanya bingung, "Kita—pernah bertemu?" tanyanya.
Lantas ucapan laki-laki itu membuat Greysia kaget namun hanya sekilas dan tak terlalu gadis itu pikirkan. Lantas ia melangkahkan kakinya kembali ke kelas dengan sebatang permen yang ia genggam.
———
"Cobe tangkap" teriak anak yang tadi di temui oleh Greysia di sekolah.
Dia melemparkan sebuah bola sepak kearah saudaranya yang sedang duduk di atas kasur rumah sakit. Dia baru saja pulang sekolah dan langsung pergi menjenguk saudaranya yang sedang sakit disana. Dia sempat tertawa saat bola yang ia lempar sedikit mengenai kepala anak laki-laki itu, kemudian ia meletakkan tas punggungnya di sofa dan menghampiri anak tadi.
"Gimana? Masih sakit?" tanyanya.
Anak tadi menggeleng, "Enggak, kata dokter hari ini udah pulang. Papa sama mama juga lagi bicara sama dokternya" jawabnya.
"Cobe, kamu punya pacar ya? Jujur sama aku!" hardiknya.
"Apa sih Jo enggak tahu! Aku itu masih kecil masa pacar-pacaran gak boleh nanti dimarahin sama mama"
"Bohong. Tadi di sekolah ada anak cewek ngajak ngobrol aku tapi aku gak kenal dia siapa. Dia manggil aku Jacob, berarti dia kenal sama kamu. Pacar kamu kan? Aku bilangin ke mama loh"
"Dibilangin enggak! Emangnya dia gimana?"
"Dia paling cantik di sekolah hahaha... Tapi bener deh dia cantik banget, kan kamu tahu sendiri kalau di sekolahku muridnya gak sebanyak di sekolahmu jadi aku hampir tahu semua wajah murid-murid disana dari yang kelas satu sampai kelas enam"
"Gitu ya, lain kali kasih tahu aku orangnya yang mana"
"Oke! Sore nanti ayo main cari rumah anak tadi, kita cari sampai ketemu"
"Mama?"
"Sstt... Jangan bilang mama atau kita gak di izinin keluar"
Jacob menempelkan jari telunjuknya di bibir begitu pula Jo. Mereka tertawa bersama, dan tawa mereka memenuhi seisi ruangan putih tersebut. Jo menceritakan segala keseruannya di sekolah, anak laki-laki itu tak berhenti bercerita saking semangatnya.
Dia tak melewatkan sekecil apapun cerita yang ia miliki agar saudaranya ini tak merasa kesepian. Hingga saat kedua orang tuanya datang barulah dia menutup mulutnya dan membantu Jacob beberes untuk pulang ke rumah.
———
Sorenya sesuai rencana saat jarum panjang pada dinding menunjukkan angka 4 mereka akan menyelinap keluar agak tak ketahuan sang mama. Sekarang masih ada waktu satu jam lagi, mereka berdua hanya main-main di ruang tamu beradu pedang mainan. Sedangkan mama memasak di dapur karena beberapa saat yang lalu, Jo berkata jika ia lapar.
"Anak-anak ayo makan sini" panggil sang ibu dari arah dapur.
Dua anak laki-laki yang mendengarnya langsung berhamburan ke dapur saat itu juga. Mereka naik ke atas kursi dengan hati-hati dan menantikan makanan mereka. Di antara mereka bertiga, hanya Jo yang memperlihatkan senyum lunturnya.
"Sosisnya gak ada ma?" tanya Jo.
"Ada, tapi hari ini gak makan sosis dulu ya kan Jacob gak suka jadi sosisnya di ganti telur" ucap mama sembari mengelus pipi putih Jo.
Jo mengangguk kemudian mulai menyantap makanannya begitupun Jacob namun karena Jo yang ceroboh akhirnya ia tersedak dan terbatuk-batuk.
"Astaga Jo pelan-pelan kalo makan, udah dibilangin berkali-kali jangan cepet-cepet juga ini minum dulu" kata mama membantu putranya itu minum.
Namun, Jo kembali terbatuk, "Mama itu susu coklat? Uhuk" ujarnya sembari tersedak-sedak.
"Mama Jo kan gak bisa minum susu coklat" ujar Jacob.
"Aduh-aduh mama lupa... Ini minum air putih aja" ucap mama panik.
"Udah Jo gak mau makan lagi! Jo kenyang!" kesal Jo kemudian meninggalkan dapur dengan wajah cemberut.
Jacob menyusul, anak itu mengikuti saudaranya. Sesi makan selesai dengan suasana yang tak nyaman. Jo mengenakan sepatunya dengan penuh kekesalan meski Jacob sudah mencoba menenangkan.
"Jo jangan marah... Mama pasti gak sengaja tadi, mama juga manusia jadi bisa kapan aja lupa" bujuk Jacob.
"Mama itu gak pernah inget tentang kesukaan aku! Bagi mama cuma ada Jacob, Jacob, Jacob, dan Jacob! Udah sering mama ngasih aku susu coklat meski tahu kalau aku alergi susu coklat!" bentaknya.
"Jo gak boleh gitu, jangan marah sama mama ya? Sebagai gantinya kita cari anak perempuan yang selama ini main sama aku, gimana?" bujuk Jacob dengan mata yang berbinar.
Jo tergiur dengan ajakan saudaranya itu, wajahnya langsung berubah sumringah dan tak ada lagi raut kesal yang terpancar.
"Ayo!" serunya dan buru-buru mengenakan alas kakinya.
"Eh bentar aku ambil kado dulu"
"Kado? Buat apa?"
"Dua hari yang lalu dia ulang tahun" ucapnya kemudian berlari menuju kamarnya.
———
"Disini?" celetuk Jo heran saat mereka sampai di tempat yang Jacob bilang.
Jacob mengangguk, "Emang disini, memangnya kenapa?" bingungnya.
"Gak kenapa-kenapa sih, tapi dia beneran bakal datang?"
"Mungkin, biasanya dia ke sini buat duduk atau main di bawah pohon ini"
Jo membalasnya dengan anggukan paham. Kemudian mereka berdua duduk di bawah pohon dengan sekotak kado yang Jacob dekap. Hampir satu jam mereka menunggu namun sang pujangga tak kunjung tiba. Saking bosennya Jo berlarian mengejar capung terkadang juga menarik Jacob untuk bermain bersama.
Mereka kesana-kemari sembari menangkap serangga apapun yang terbang mendekat. Terlebih lagi Jo yang sangat lincah seakan tak memiliki batas kelelahan pada dirinya. Sedangkan Jacob sendiri sering berhenti sejenak menghirup udara saat ia merasa pusing.
Sibuk dengan lari-lari tak terasa jika langit biru telah bercampur dengan warna orange yang begitu menawan. Jo merebahkan tubuhnya di atas rerumputan hijau menatap sang angkasa. Disusul Jacob yang mengikuti apa yang saudaranya lakukan.
"Wuah, langitnya cantik banget ya?" cetus Jo terpana.
"Hmm, aku pengen lihat langit seperti ini sampai tua" sahut Jacob.
"Nanti lihatnya bareng aku. Kita tiduran di belakang rumah sambil minum susu"
"Begitukah? Aku sangat menantikannya"
"Oh temen kamu gak datang deh, ini udah sore banget. Mau pulang?"
"Mungkin dia udah kesini tadi siang?"
"Besok kita kesini lagi, sekarang ayo pulang sebelum mama nyariin kamu"
"Kamu juga, Jo. Bantu berdiri dong"
"Gak akan pernah di cariin. Bangun sendiri"
Jo meninggalkan Jacob membuat anak laki-laki itu berdecih kesal dan berdiri dengan usahanya sendiri. Namun, saat kakinya telah berdiri tegak tiba-tiba kepalanya amat pusing dan sesekali sekitar terlihat gelap membuat tubuh kecilnya itu sedikit terhuyung.
Jo berbalik dan membantu Jacob, setidaknya dia tak terjatuh ke tanah yang dapat membuat tubuhnya lecet dan ia akan mendapatkan omelan dari sang mama.
"Kamu gapapa? Masih pusing?" tanyanya khawatir dan Jacob menggeleng.
"Cobe...hidungmu berdarah" ucap Jo dan setelah itu Jacob terjatuh menimpa badan Jo.