Chereads / PATISSIA The Last Princess / Chapter 2 - Oja Sang Pendeta

Chapter 2 - Oja Sang Pendeta

"Namaku Oja,"

Patissia mengerjap pelan. Dia lupa mengetuk pintu dan langsung masuk saja.

"Oh maaf, nama saya Patissia,"

Pemuda itu menatap Patissia dengan mata kucingnya. Pupilnya yang kecil seperti biji beras tampak melebar seiring mengamati Patissia. Patissia berusaha berbagi senyum canggung.

"Maaf, saya lupa mengetuk pintu," ucap Patissia dengan ragu.

"Tidak apa-apa. Ini kuil mini. Siapapun boleh masuk kok. Jadi tenang saja. Oh iya, jadi apa tujuanmu ke sini selain untuk memberi salam kepada sang dewi? Sepertinya aku baru melihatmu kali ini," ucapnya.

Patissia mengangguk membenarkan.

"Saya tidak berasal dari sini. Malahan saya merasa tersesat, saya berasal dari Eriscia," ucap Patissia dengan jujur.

Oja melebarkan mata dan menatap Patissia lebih tajam. Patissia berusaha membagi senyumannya lagi. Setidaknya, dirinya ingin berlaku sopan di depan orang asing ini.

"Baiklah, kau berasa dari jauh. Silakan duduklah, aku akan membuatkan teh hangat. Selama itu, ceritakan bagaimana kamu bisa sampai di sini," ucap Oja dengan bijaksana.

Patissia mengangguk dan menuju area samping yang tertata rapi satu set meja dan kursi tamu. Sepertinya, Oja adalah pendeta yang dibicarakan Kai dan Kou.

"Nah, ini dia," Oja menyodorkan sepoci cangkir teh yang baunya menguar manis.

"Terima kasih, jadi apakah Anda adalah pendeta yang pensiun itu?" tanya Patissia to the point.

Setidaknya dia harus memastikan kalau telah bercerita asal-usulnya dengan orang yang benar. Patissia sungguh tidak percaya kepada pendeta sejak kecil. Tetapi kalau sekarang dirinya dilempar sampai ke tempat asing ini, artinya dia punya satu dosa.

"Kau benar sekali. Aku adalah pendeta yang pensiun karena tidak ada kuil lagi sekarang ini. Eileithya mengambil alih semuanya," ucap Oja dengan raut sedih.

"Eileithya? Sebenarnya apa itu? Sebuah negeri kah?" tanya Patissia dengan sorot mata berkilauan.

Oja mengangguk.

"Tetapi Eileithya lebih dari itu. Peradabannya menggantikan peradaban sebelumnya,"

Oja mengembuskan napas berat.

"Semuanya berubah,"

Patissia terdiam karena tidak tahu harus bicara apa. Di sini sangat asing dan tampaknya penuh dengan permasalahan pula. Patissia tidak bisa memahami dengan baik sementara dirinya saja bimbang bagaimana pulang ke Eriscia.

"Baiklah, maaf sudah membebani pikiranmu. Sekarang berceritalah soal bagaimana dari Eriscia kamu sampai di sini?"

"Negeri saya sedang dilanda bencana besar. Ada kebangkitan para iblis dan ras dragon yang berusaha menghancurkan seluruh penjuru negeri. Saya ikut dalam perang dan berusaha membasmi mereka,"

Patissia berdiri dan menunjukkan gaun perangnya serta sebuah lambang besar di dada kirinya. Kepala naga dengan ranting dan bunga kamelia. Oja mengangguk paham dan Patissia segera duduk kembali.

"Saya masih ingat ketika pasukan kami kuwalahan melawan mereka. Itu titik akhir saat saya melakukan ritual mantra, namun sebelum mantra itu berhasil... Saya tidak ingat apapun,"

Patissia diam sejenak. Sadar kalau dirinya tidak bisa bercerita penuh kepada Oja. Patissia lupa bagaimana dirinya saat itu sesaat sebelum sampai di sini.

Oja menatap Patissia dengan penuh tanda tanya.

"Maaf, sepertinya saya hilang ingatan dan benar-benar tidak tahu apa-apa. Yang saya tahu, saya terbangun di Reruntuhan Athena. Kai dan Kou menemukan saya tergeletak di sana,"

"Saya cukup khawatir karena tempat ini sangat asing. Tetapi setelah menyadari bahasa kita sama, saya merasa kalau ada petunjuk untuk pulang," Patissia menggenggam tangan dengan erat.

Oja manggut-manggut paham. Pemuda itu meraih cangkir miliknya dan menyesap cairan di dalamnya.

"Baiklah, sesungguhnya aku tahu di mana Eriscia itu," ucap Oja dengan penuh misteri.

Patissia melebarkan mata dan merasa sangat gembira. Walaupun begitu dia berusaha untuk tampak tenang. Setidaknya, setelah ini dirinya bisa pulang dengan segera.

Oja berniat memancing Patissia, dirinya membutuhkan sesuatu sekarang. Menunjukkan jalan ke Eriscia mungkin akan menjadi risiko besar terhadap pecahnya hubungan dengan Eileithya. Tetapi Oja butuh kekuatannya kembali.

"Tapi itu sangat jauh dan perjalanannnya sangat berisiko. Aku yang sekarang bukan lagi pendeta, terlebih kekuatanku sudah diambil," ucap Oja sambil merentangkan tangannya.

Patissia memiringkan kepala.

"Diambil?? Bagaimana bisa? Bukankah esensi kekuatan ada di dalam jiwa dan tidak bisa diambil oleh siapapun?" tanya Patissia dengan serius.

Kalau benar ada hal begituan, di mana kekuatan bisa diambil esensinya, artinya negeri ini berbahaya. Patissia harus cepat-cepat pergi atau mencari cara agar kekuatannya juga tidak diambil.

Walaupun begitu, Patissia yang sekarang sedang kebingungan karena kehilangan tongkatnya. Rapalan sihir Patissia tidak akan sempurna tanpa sebuah tongkat sihir. Itu semua karena sihir Patissia yang sifatnya destruktif dan tidak stabil.

"Ya, kekuatanku diambil. Aku ras Xiela, sebuah ras yang dekat dengan kucing dan manusia. Aku kehilangan ekorku," ucap Oja jujur.

"Ehh, jadi bagaimana? Memangnya ras kucing bisa hidup tanpa ekor??" tanya Patissia dengan wajah panik.

Di negerinya, ekor ras kucing amat sangat berharga. Bagaimana mungkin Oja kehilangan ekornya??

"Itu semua karena aku menyembah Athena. Pemimpin tertinggi tidak menyukai itu dan memutuskan untuk mengambil kekuatan serta ekorku. Aku juga tidak paham sihir apa yang digunakannya, tetapi tampaknya sangat berbahaya," ucap Oja.

"Aku bisa saja mengantarkanmu pulang, Patissia. Tetapi kalau berkenan, kamu harus membantuku dahulu untuk mencari ekorku," ucap Oja.

Patissia menelan ludah. Dia harus membantu orang asing untuk mendapatkan kekuatan yang diambil sosok jahat? Patissia merasa ragu, membantu Oja mencari ekornya pasti akan menghabiskan banyak waktu.

Bagaimana keadaan negerinya nanti kalau begitu?? Eriscia dalam bahaya. Patissia ingat bagaimana para panglima jenderal dan juga prajurit yang dilibas oleh naga jahanam itu.

"Oh iya, aku belum menyampaikan ini padamu. Seperti yang kukatakan sebelumnya. Pemimpin tertinggi di Eileithya tidak suka pemujaan dewa. Otomatis, Eileithya juga akan sangsi dengan orang asing. Apalagi jika mereka berkekuatan,"

"Hal-hal seperti itu dianggap berpotensi merusak atau dapat meruntuhkan peradaban Eileithya. Benar cerita Kai dan Kou soal prajurit yang pasti akan mencarimu. Begitu banyak yang melihatmu akan menyebabkan lebih banyak pertanyaan publik,"

Oja menatap Patissia dengan serius. Patissia menggigit bibir. Dirinya sadar kalau dia sangat berbeda dengan kebanyakan penduduk di sini. Wujud Patissia adalah manusia dan mata hijau peridotnya tidak sesuai dengan bangsa di sini yang berwarna biru lapis lazuli.

"Oja, memangnya apa yang harus dilakukan untuk menemukan ekormu??" tanya Patissia mengerjapkan mata indahnya.

Oja terpana sejenak. Baru kali ini dirinya melihat pesona manusia dengan jelas. Berbeda dengan manusia-manusia bangsa Eileithya yang wajahnya sombong dan arogan. Patissia memiliki wajah yang penuh kebersahajaan dan kerendahan hati.

Pribadi yang menyenangkan.

"Kita akan melakukan perjalanan menemui Sang Alkemis," jawab Oja dengan yakin.

"Siapa dia??" tanya Patissia dengan penasaran.

"Satu-satunya orang yang belum bisa ditaklukan oleh pimpinan Eileithya,"