Pintu terbuka dengan lebar, menampakkan bucket bunga mawar putih, dengan boneka beruang. Gadis yang sedang duduk di atas ranjang itu tersenyum kecil, menutup buku bahasa Jermannya dengan cepat.
"Selamat siang!" ucap Alzam dengan penuh semangat.
Memberikan boneka beruangnya pada Ebi, dan meletakkan rangkaian bunganya di atas nakas. Gadis itu tersenyum, memeluk boneka barunya dengan sangat erat.
"Kamu gak sekolah?" tanya Ebi.
"Aku pulang duluan, lagian jam kosong hari ini. Dari jam sepuluh tadi sampai nanti, guru lagi rapat," jelas Alzam sebelum duduk.
"Mana boleh kaya gitu Alzam! Kamu harus pulang di jam yang udah di tentuin sama sekolah, ini namanya sama aja bolos!"
"Yah! Ta, sekali doang."
"Lebih, waktu itu juga bolos sama aku kan?" sahut Ebi kesal.
Cowok itu menghela, "Iya, maaf aku salah."
Ebi tersenyum tipis, mengacak puncak kepala Alzam dengan gemas. Membuat cowok itu terkekeh, dan mengambil alih makanan yang tergeletak di atas nakas.
"Kenapa gak di makan?" tanyanya.
Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya, enggan untuk menjawab pertanyaan Alzam yang satu ini.
"Rasanya gak enak ya? Hambar ya?" tanya Alzam lagi.
"Gak selera aja sih Al, aku bosen di sini, pengen pulang," sahutnya dengan nada suara yang terdengar sedih.
Alzam terdiam, mencoba untuk memikirkan cara agar Ebi bisa pulang hari ini.
"Aku suapin ya Ta, nanti aku bicarain sama dokter soal kamu yang gak betah di sini," ucap Alzam dengan senyuman manisnya.
Ebi mengangguk semangat, membuka mulutnya lebar-lebar agar makanannya masuk dengan sempurna.
Mereka berdua tertawa kecil, membicarakan soal meme, dan hal konyol lainnya. Sampai akhirnya, makanan milik Ebi habis tak tersisa, di letakkan lagi makanan itu di atas nakas. Menunggu ners yang akan membawanya pergi, dan mengganti makanan baru.
"Aku udah makan," ucap Ebi.
"Iya, aku tahu."
"Terus kapan kamu kasih tahu dokter? Aku udah gak betah di sini."
"Hari ini lo udah boleh pulang."
Suara itu membuat Alzam, dan Ebi menoleh ke arah pintu. Menatap Alfa dengan beberapa perawat wanita berjalan ke arah Ebi.
Perawat itu mulai membuka infus, dan mengajak Ebi untuk berganti pakaian di dalam toilet. Gadis itu hanya membisu sambil menatap Alfa, hingga akhirnya tubuh mungilnya tak terlihat lagi.
Alzam beranjak, menatap Alfa tak suka, "Kenapa lo harus muncul?"
"Emang gue harus muncul, wajib!" sahut Alfa sambil membenarkan kemeja sekolahnya.
"Gue gak suka lo ada di deket nerta, mendingan lo menjauh!"
"Ngapain? Karena gue, stella gak bully elena lagi, dan adanya gue ngebuat stella jadi jera. Kalau lo? Ngambil langkah buat ngasih pelajaran buat stella aja engga," ucap Alfa dengan nada ketus.
Alzam menghela, mencoba untuk menahan emosinya yang terus muncul.
"Alfa, Alzam, jangan bertengkar!" peringat Ebi.
"Kita cuman ngobrol Na, lo gak usah khawatir!" sahut Alfa.
"Ta, pulang sama aku ya!" tawar Alzam.
"Lo bawa apa? Mobil apa motor? Gue bawa mobil Na, sama gue aja!" sahut Alfa.
Ebi terdiam, dua cowok di depannya itu tidak ada yang mau mengalah.
"Udah sama aku aja Ta, kamu pasti selamat!" ucap Alzam.
"Jangan Na, dia bawa motor, lo pasti capek kalau harus duduk di bawah terik matahari. Mendingan sama gue, di dalem mobil, gak kena sinar matahari," sahut Alfa yang tak mau kalah.
Ebi menghela panjang, duduk di pinggir ranjangnya, dan berkata, "Alfa, makasih udah ngasih tawaran baiknya, tapi aku pulang sama Alzam."
"Lah? Kenapa Na? Gue kurang apa?" tanya Alfa.
"Kamu gak kurang apa-apa kok Fa, kamu baik, dan aku pikir aku gak mau ngerepotin kamu."
"Ngerepotin gimana?"
"Kalau naik mobil, udah jelas kamu bakalan turun terus nganter aku masuk, sedangkan Alzam kan bawa motor. Motornya pasti bisa masuk ke dalem gang itu," jelas Ebi panjang.
Alfa mendengus samar, dan kemudian memberikan senyuman tipis agar tidak terlihat jika dirinya sedang kecewa, "Take care ya Na, harus sampai di tujuan loh ya!"
"Iya."
"Gue pamit, ada kelas bahasa Belanda dua jam lagi."
"Semangat belajarnya ya Fa!"
***
Gadis itu berjalan di bawah sinar rembulan dengan gontai. Kepalanya terasa sedikit pusing, tapi di tahan. Namun, rasa sakitnya yang ini tidak bisa di tahan lagi, ia terduduk di dekat pohon mangga. Memegang kepalanya yang terasa sangat berat, dan nyeri.
Kedua netranya terpejam, mencoba untuk menahan, dan menghilangkan rasa sakit itu. Gadis itu mulai menghela, menatap bulan purnama di atas sana dengan tatapan datarnya. Selang beberapa detik, ia kembali berjalan dengan normal, mengganti langkahnya menjadi berlari memasuki sebuah kafe di ujung sana.
Mengganti bajunya dengan seragam berwarna hitam, dan celemek hitam. Ebi segera mengambil kain lap, dan pembersihnya. Segera di bersihkan meja-meja yang sudah kosong itu sambil membawa piring, dan gelas kotor ke belakang.
Gadis itu menghela panjang, ia segera berlari untuk membersihkan meja-meja yang belum di sentuhnya. Sampai pada meja nomor tujuh, seseorang menyentuh pergelangan tangannya.
Ebi mendongak, keningnya bertaut dalam, "Alfa?"
"Lo ngapain di sini ha? Lagi sakit juga masih aja kerja, dokter nyuruh pulang itu bukan karena lo harus kerja, tapi istirahat total. Lo tahu istirahat total gak?" ketus Alfa.
"Tapi aku harus kerja, nanti gaji aku kepotong kalau libur terus," sahut Ebi pelan.
"Berapa sih gajinya sebulan Na?"
"Sejuta."
"Gue bisa ngasih lebih dari itu, lo mau berapa? Tapi lo harus patuh, istirahat total!"
Kening Ebi bertaut dalam, menatap Alfa dengan tatapan tak percaya. Ia merasa di rendahkan dengan kalimat yang baru saja keluar dari bibir cowok itu. Dengan cepat Ebi melepas cekalan Alfa, "Aku tahu kamu kaya, tapi bukan berarti kamu bisa ngasih aku uang sebanyak itu, pake syarat istirahat total. Emangnya kamu siapa?"
"Na, bukan gitu maksud gue. Maksudnya uang gaji lo ini gue ganti, cuman sampai lo bener-bener sembuh."
Ebi menggeleng, "Simpen aja semua uangmu Fa! Aku gak mau ngerepotin orang lain terus!"
"Gue gak ngerasa di repotin Elena, gue gak ngerasa di repotin! Apa pun yang ngebuat lo senyum, apa pun yang ngebuat lo seneng, gue bakalan ikut seneng."
Gadis itu terdiam, menatap ubin lantai dengan tatapan kosongnya.
"Pulang ya Na, demi kesehatan lo," bujuk Alfa sambil menggenggam tangan Ebi erat.
"Aku gak mau, kamu aja yang pulang!"
"Na, kalau alzam tahu pasti dia juga nyuruh lo pulang. Gak cuman gue doang, tapi manager di sini juga pasti sama."
Ebi mendongak, menatap Alfa datar, dan berkata, "Alfa, aku udah sembuh. Kamu aja yang pulang, aku masih nunggu sampai jam pulang."
Alfa mendengus, menatap langit-langit atap sejenak, dan berkata, "Oke, gue tunggu sampai lo selesai."