Luka Cita menjadi buku yang membuatnya fokus, dan tak menghiraukan suara bising dari beberapa teman kelas. Ebi tak peduli dengan suara tawa Ciko, atau suara Adit yang terdengar begitu nyaring. Buku bersampul hitam nan cantik itu yang menjadi temannya sekarang, seakan dunianya milik dia sendiri tanpa ada orang lain. Hanya dia, dan para tokoh di dalam buku.
Hampir semua bab sudah dia baca dalam sekali duduk, dan sekarang tersisa beberapa lembar terakhir. Perjalanannya dengan para tokoh buku ini sudah hampir selesai dengan perasaan yang ikut kacau, tulisan yang cantik dengan diksi indah yang dikemas sangat baik.
Ebi menghela sambil menutup buku novelnya, menyimpan benda itu ke dalam tas sebelum menoleh ke samping kiri yang sekarang sudah di tempati Zahra, dan Adit. Mereka memberikan tatapan aneh dengan senyum yang begitu lebar, tak seperti biasanya.
"Kalian kenapa?" tanya Ebi.