Chereads / Pendekar Pedang Pencabut Nyawa / Chapter 21 - Pukulan Pembawa Maut

Chapter 21 - Pukulan Pembawa Maut

Hembusan angin terasa sangat dingin seperti es. Selain dingin, juga terasa amat tajam. Persis seperti sebatang golok yang menyayat kulit.

Lima belas bayangan manusia berpakaian serba hitam sudah tiba di hadapan Arya Saloka, si Pendekar Tangan Sakti. Sedangkan yang lima belas orang lainnya, saat ini juga sudah tiba di depan Pendekar Pedang Pencabut Nyawa.

Arena pertempuran kembali dibagi menjadi dua.

Masing-masing pendekar muda itu dikeroyok oleh lima belas orang berpakaian serba hitam yang merupakan pendekar kelas satu. Meskipun kemampuan lawan terbilang tidak terlalu tinggi, akan tetapi kalau mereka bersatu, maka kekuatan yang dihasilkannya tentu bakal berbeda.

Raka Kamandaka dan Arya Saloka memang tokoh muda yang berkemampuan hebat. Tapi dengan kenyataan bahwa lawan saat ini sudah bersatu, apakah mereka masih sanggup mengalahkannya?

Wushh!!! Wushh!!!

Bayangan hitam terus meluncur ke depan. Kilatan golok sudah memenuhi langit. Di siang hari yang cerah ini, cahaya dari batang golok tampak lebih menyilaukan daripada saat malam hari.

Arya Saloka sudah siap siaga. Terhadap segala macam kemungkinan, Pendekar Tangan Sakti sudah sedia menghadapinya.

Begitu kelima belas orang serba hitam itu tiba di hadapan matanya, Arya Saloka langsung bertindak dengan cepat. Pemuda tersebut menyalurkan hawa murni ke seluruh tubuh.

Begitu segala persiapan sudah selesai, maka dia lantas mengambil tindakan cepat. Kedua tangan yang sudah terkenal karena kekuatannya itu telah bergerak. Dua batang golok tajam datang dari sisi sebelah kanan terlebih dahulu.

Dua tebasan maut sudah menanti di depan matanya.

Crapp!!! Clangg!!!

Telapak tangan kanan dan kirinya menangkap kedua golok tajam itu. Begitu tertangkap, dua senjata tajam tersebut langsung dipatahkan dengan mudah. Arya Saloka mematahkannya seolah tidak memakai pengerahan tenaga sedikitpun.

Bukk!!! Bukk!!!

Dua hantaman telapak tangan langsung dilayangkan begitu dirinya melihat ada kesempatan emas. Dua lawan pertamanya sudah terlempar sejauh tiga tombak.

Pendekar Tangan Sakti tidak tinggal diam. Sebelum tiga belas serangan lainnya tiba, dia telah mendahuluinya dengan sebuah gerakan teramat cepat.

Jurusnya mulai dilancarkan.

"Pukulan Pembawa Maut …"

Bukk!!! Bukk!!! Bukk!!!

Pendekar Tangan Sakti tiba-tiba menghilang dari pandangan mata ketiga belas musuhnya. Sesaat kemudian, dia telah muncul kembali di hadapan tiga belas lawannya dengan membawa sebuah jurus dahsyat.

Pukulan Pembawa Maut. Seperti juga namanya, jurus ini memang membawa maut. Membawa kabar dari neraka. Siapapun musuhnya, kalau Pendekar Tangan Sakti sudah mengeluarkan jurus ini, jangan harap lawannya bisa menghindarkan diri dari kematian.

Arya Saloka terus melancarkan pukulan dan hantaman telapak tangan. Hanya beberapa saat, ketiga belas orang musuhnya sudah terkapar di tanah. Keadaan mereka cukup mengkhawatirkan.

Semuanya berada dalam keadaan terluka cukup parah. Mulut mereka memuntahkan darah segar kehitaman. Masing-masing senjata orang-orang itu telah kutung menjadi dua bagian. Kutungan golok ada yang menancap di batang pohon, ada pula yang lenyap entah ke mana.

Sekarang semua musuh Pendekar Tangan Sakti sudah roboh tak berdaya. Meskipun bukan orang mati, namun saat ini hakikatnya orang-orang itu mirip seperti mayat. Mereka tidak dapat melakukan apapun. Untuk bernafas pun terlihat sangat sulit sekali.

Berbarengan dengan kejadian tersebut, Raka Kamandaka pun sudah turun tangan untuk bertindak. Lima belas bayangan manusia sudah mengepung. Tinggal beberapa langkah lagi, tebasan dan tusukan golok mereka bakal mengenai sasaran.

Namun pada saat itu, Pendekar Pedang Pencabut Nyawa langsung memperlihatkan kemampuannya. Secara tiba-tiba tubuhnya seperti menghilang dari hadapan semua lawannya. Disusul kemudian dengan adanya hembusan angin tajam yang merobek kulit.

Wutt!!!

Debu mengepul tinggi. Suasana langsung berubah.

Clangg!!! Clangg!!!

Suara yang sama terus terdengar hingga belasa kali. Disusul kemudian dengan jerit lengking belasan orang. Darah merah menyembur ke udara. Berikutnya mulai terdengar suara berat. Seperti suara buah kelapa jatuh ke tanah dari pohon yang tinggi.

Beberapa saat kemudian, debu itu mulai lenyap. Sekarang keadaan telah kembali seperti sedia kala.

Ternyata lima belas manusia berpakaian hitam yang tadi menyerang Raka Kamandaka, sekarang semuanya sedang berada dalam keadaan sekarat. Malah ada beberapa yang sudah tewas meregang nyawa.

Selain itu, senjata orang-orang tersebut juga dibuat patah. Malah mereka tewas karena ditembus dengan kutungan senjatanya masing-masing.

Raka membersihkan debu yang menempel pada tubuhnya. Setelah itu, dia segera berjalan mendekat ke lima belas manusia bernasib malang itu.

Raka Kamandaka sudah berdiri di posisi semula. Begitu juga dengan Arya Saloka sendiri.

Suasana hening. Di sana hanya ada mereka saja yang masih dapat berdiri dan tidak terluka. Raungan menjelang kematian terus terdengar. Satu persatu, orang-orang itu mulai mampus karena kehabisan banyak darah.

Belasan kuda yang sebelumnya ada, sekarang telah tiada. Seolah di tempat itu, tadinya memang tidak ada kuda-kuda tadi.

Ke mana perginya kuda-kuda tersebut? Apakah kuda itu lari karena ketakutan? Ataukah kuda itu hilang ditelan bumi?

Raka Kamandaka menoleh ke arah Arya Saloka, mulutnya memberikan senyuman hangat. Senyuman seorang sahabat. Kemudian dia segera bicara, "Apakah kau tidak papa?" tanyanya.

"Tidak, bagaimana dengan kau sendiri?" tanya balik Arya Saloka.

"Aku sendiri tidak mengalami sesuatu apapun,"

"Syukurlah. Saat ini aku sangat gembira," kata Arya tertawa hangat.

"Gembira kenapa?" tanya Raka sambil mengerutkan kening karena kebingungan.

"Karena aku pada akhirnya bisa bertemu denganmu. Aku juga gembira karena dapat melihat kehebatan dan kemampuan Pendekar Pedang Pencabut Nyawa,"

Bagi seseorang yang berkecimpung dalam dunia persilatan, dapat melihat kemampuan seorang tokoh pilih tanding tentunya merupakan kegembiraan tersendiri. Hal seperti ini berlaku bagi setiap insan yang bergelut dalam dunia penuh pertarungan itu.

Tak terkecuali dengan Arya Saloka yang berjuluk Pendekar Tangan Sakti. Malah Raka sendiri juga demikian.

Hanya saja, kenapa Arya bisa tahu julukannya? Bukankah Raka tidak menyebutkan julukannya itu kepada Arya?

"Dari mana kau bisa mengetahui julukanku?" tanyanya kepada Arya Saloka.

Sebelum menjawab, pemuda itu sempat melemparkan senyuman hangatnya kembali.

"Memangnya manusia mana yang tidak mengetahui keluarga Kamandaka? Orang yang mana pula yang belum mendengar julukan kebesaran Pendekar Pedang Pencabut Nyawa?"

Ungkapan itu sesungguhnya tidak terlalu berlebihan. Malah sangat cocok dan sangat tepat sekali. Dalam dunia persilatan, Kamandaka memang merupakan salah satu nama keluarga yang sangat termashur. Setiap orang mengetahuinya. Setiap insan mengenalnya.

Dan lagi, tokoh mana yang belum mendengar julukan Pendekar Pedang Pencabut Nyawa?

Meskipun benar kemunculannya belum lama ini, akan tetapi apa yang telah dilakukan oleh Raka Kamandaka sebenarnya sudah sanggup untuk mengguncangkan dunia persilatan. Apalagi beberapa waktu lalu dia telah membunuh dua tokoh angkatan tua. Yaitu si Cambuk Maut dan si Golok Ular.

Dengan apa yang sudah dilakukan olehnya itu, meskipun baru terjun ke sungai telaga, tentu kebesaran nama dan julukannya bisa cepat menyebar ke seluruh penjuru.