Leo bingung dengan sifat Ajeng, akhir-akhir ini wanita itu berubah. Biasanya Ajeng marah padanya hanya sebentar, tapi ini sudah lebih dari tiga hari Ajeng masih belum memaafkannya. Hanya karena Leo menyimpan nomor teman Ajeng, wanita itu ngambek padanya.
Leo menjambak rambutnya frustrasi, saat ini kepalanya benar-benar pening karena memikirkan tingkah laku Ajeng.
Leo mengambil ponselnya untuk menghubungi Ajeng, Leo mendesah berat ketika panggilannya ditolak oleh Ajeng.
Leo pun mengirimkan pesan pada Ajeng.
[Jangan marah lagi dong, Rayna. Aku udah hapus nomor mereka kok, serius!]
Lama Leo menunggu balasan dari Ajeng, tapi Ajeng tak membalas pesan tersebut, hanya dibaca saja, membuat Leo menggeram kesal.
Baru kali ini dia melihat Ajeng semarah itu, apakah dia sudah keterlaluan? Selama ini Leo memang suka bercanda pada Ajeng, tapi wanita itu juga biasa saja dengan perilakunya.
"Kamu kenapa sih, Rayna," gumam Leo lirih.
Leo kembali melihat ponselnya, tapi tetap saja Ajeng tak membalas pesannya.
Bel rumah berbunyi, membuat Leo tersenyum tipis, sudah dia duga pasti itu Ajeng. Dengan semangat Leo melangkah menuju pintu.
Leo membuka pintu dengan sambil tersenyum.
"Akhirnya kamu datang juga Ra--"
Ucapan Leo tergantung karena bukan Ajeng yang ada di hadapannya. Leo menaikkan sebelah alisnya, menatap wanita itu dari atas sampai bawah. Dia tak mengenali wanita itu.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Leo sopan.
Wanita itu tersenyum lebar, dia memeluk Leo dengan erat, membuat Leo tersentak kaget. Dengan kasar Leo melepaskan pelukan itu.
"Siapa ya? Jangan kurang ajar sama saya!" bentak Leo pada wanita itu.
Wanita itu mencebikkan bibirnya kesal.
"Kamu sudah melupakanku ya," kata wanita itu dengan wajah sedih.
Leo mengernyit heran.
"Maaf, aku tidak kenal dengan kamu, silahkan pergi!"
Ketika Leo ingin menutup pintu, wanita itu buru-buru masuk ke dalam rumah Leo. Leo mendelik tajam, sedangkan wanita itu tersenyum tanpa merasa bersalah.
"Jangan lancang ya! Silahkan pergi dari sini!" bentak Leo.
"Leo! Aku ini temanmu, Olivia, masa kamu lupa denganku sih," rajuk wanita itu sambil melipatkan kedua tangannya didada.
Leo memutar bola matanya malas.
"Terus kalau kamu Olivia kenapa? Urusannya sama aku apa? Terus ini kenapa kamu bawa koper segala?" tanya Leo dengan tajam.
Olivia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Emmm ... Aku baru aja datang ke kota ini, aku baru saja mendapatkan panggilan kerjaan, tapi aku tidak mempunyai tempat tinggal. Leo ... Bolehkah untuk sementara waktu aku tinggal di sini, please," ucap Olivia sambil memohon.
"Tidak bisa!" kata Leo tegas. "Kamu bisa cari kontrakan, kenapa harus ke sini, jangan bikin repot orang lain," lanjut pria itu dengan tajam.
Olivia menautkan kedua jarinya, berharap Leo kasihan padanya, tapi sayangnya Leo tidak melihatnya.
"Bantu aku kali ini aja ya ... please Leo. Aku janji deh kalau nanti udah gajian, aku bakal bayar kamu. Anggap aja aku ngekos di sini. Mau ya," ucap Olivia sambil menangkupkan kedua tangannya.
Leo memutar bola matanya malas, pria itu langsung menutup pintunya. Malas menanggapi celotehan Olivia.
"Leo! Jahat banget sih jadi cowok, aku ini cewek loh. Nanti kalau aku diapa-apain sama orang gimana? Kamu nggak kasihan sama aku?!" teriak Olivia dari luar.
Leo menghela napas berat.
"Bodo amat," jawabnya lirih.
Olivia, teman masa kecil Leo ketika di desa, dulu mereka ke mana-mana selalu bersama. Hingga ketika Leo kuliah, Leo memutuskan untuk pindah, akhirnya mereka lost kontak.
Kini wanita itu sudah ada di hadapannya, mereka sudah sama-sama dewasa. Ada hati yang harus Leo jaga. Tak mungkin Leo mengiyakan permintaan Olivia, yang ada hubungannya akan menjadi tumbalnya. Leo sudah berjanji akan menjaga hati Ajeng, tidak akan menyakiti perasaannya.
Olivia selalu saja menggedor pintu rumah Leo, Leo mengedikkan bahunya acuh. Pria itu kembali mengambil ponselnya, lagi-lagi mendesah berat karena Ajeng tak membalasnya.
Leo pun memutuskan untuk menghubungi Ajeng, Leo tersenyum tipis ketika Ajeng mengangkat teleponnya.
"Halo, Sayang. Udah ngambeknya?" tanya Leo.
"Apaan sih, nggak lucu tau," kata Ajeng ketus, suara Ajeng terdengar serak.
Leo tahu kalau Ajeng pasti habis bangun dari tidur siangnya.
"Aku ke rumah ya," ucap Leo.
Ajeng tak menjawab, membuat Leo menghela napas.
"Bawakan aku mie ayam," celetuk Ajeng.
Leo terkekeh pelan, kalau sudah seperti itu, Ajeng pasti sudah tak marah lagi padanya.
Ajeng benar-benar sangat unik, menurut Leo.
"Terus apa lagi?" tanya Leo.
"Tidak ada, tapi terserah kamu kalau mau bawakan aku makanan lainnya. Jangan lama-lama ya, laper," kata Ajeng dengan suara manja.
"Siap, Tuan Putri. Akan segera saya laksanakan. Saya matikan dulu ya, Tuan putri. Bye, sampai berjumpa nanti di rumah. I Love You."
Dari ujung sana, Leo mendengar Ajeng sedang tertawa, tak lama kemudian Ajeng menutup panggilan itu.
Leo menghela napas lega, akhirnya Ajeng sudah seperti semula, pria itu dengan semangat mengambil kunci motornya. Leo berjalan menuju pintu untuk keluar sambil bersiul senang.
Namun seketika kebahagiaan Leo redup ketika pria itu membuka pintunya. Di sana dia melihat masih ada Olivia yang masih betah berdiri di depan pintunya.
Leo memejamkan matanya sejenak untuk meredam emosinya. Ternyata dia melupakan satu hal.
"Kenapa kamu masih ada di sini?" tanya Leo ketus.
"Leo, aku bingung harus tinggal di mana, kalau kamu tidak ingin aku tinggal di sini, bisakah kamu membantuku untuk mencari kontrakan?"
"Nggak bisa! Aku sedang ada janji!"
"Kali ini aja, Leo. Bantu aku ya, setelah itu aku janji tidak akan mengganggumu lagi," mohon Olivia.
Leo tampak menimbang-nimbang tawaran Olivia.
'Tidak apa-apa lah, sebentar saja. Pasti Rayna mengerti,' batin Leo.
"Hemm, baiklah, aku bantu kamu cari kontrakan. Setelah itu jangan ganggu aku lagi."
Olivia mengangguk penuh semangat sambil tersenyum lebar.
Olivia mengikuti Leo dari belakang. Olivia melihat Leo menaiki motornya.
"Naik!" kata Leo dingin.
Sesuai perintah, Olivia pun menaiki motor itu, membuat Leo mendesis lirih karena baru kali ini dia membonceng wanita lain selain Ajeng.
'Maaf Ajeng,' batin Leo.
Leo melajukan motornya dengan sedikit kencang, dia takut kalau Ajeng akan menunggunya terlalu lama.
Sudah dua jam dia membantu Olivia mencari kontrakan, Olivia selalu berkata jika kontrakan itu tidak cocok untuknya. Semua yang mereka kunjungi selalu Olivia tolak.
Hari sudah agak malam, akhirnya Leo memutuskan untuk mengakhiri untuk mencari kontrakan tersebut. Leo mengizinkan Olivia menginap di rumahnya hanya sehari.
Dan Leo pun akhirnya melupakan janjinya pada Ajeng. Leo tak tahu bahwa Ajeng rela menahan lapar demi menunggu kedatangan Leo.
Bersambung.