Chereads / Obsesi Cinta / Chapter 11 - Ajeng Hilang

Chapter 11 - Ajeng Hilang

Leo sedari tadi duduk dengan gelisah, dia terus saja memikirkan tentang Ajeng.

Kentara sekali bahwa Ajeng sedang dalam masalah, tapi Leo tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Leo juga bingung harus meminta bantuan pada siapa.

Dia tak mempunyai nomor teman-teman Ajeng untuk menanyakan tentang Ajeng.

Leo memijit pelipisnya pelan, matanya terpejam.

'Semoga tidak terjadi sesuatu padamu, Rayna,' gumam Leo dalam hati.

Leo kembali melanjutkan pekerjaannya, siapa tahu dengan dia fokus, pikiran tentang Ajeng akan teralihkan. Nyatanya tidak, Leo malah semakin gelisah.

"Ya Tuhan, sebenarnya apa yang terjadi?" gumam Leo cemas.

Leo mencoba menghubungi nomer Ajeng, akan tetapi nomer Ajeng tak bisa dihubungi, membuat hati Leo semakin tak karuan.

"Kau kenapa?" tegur Dion, atasan Leo.

Leo tersentak, dia tersenyum kaku.

"Tidak apa-apa, Pak," jawab Leo sambil memamerkan senyum palsu.

"Kamu sedang ada masalah?" tanya Dion dengan mata menyipit.

Ditanya seperti itu membuat Leo seketika gugup.

"Iya, Pak. Sedikit. Maaf kalau tingkah laku saya mengganggu aktivitas kerja saya, saya janji tidak akan seperti itu lagi. Maafkan saya, Pak," ujar Leo sambil membungkukkan badannya.

"Tak apa, sebaiknya kamu selesaikan dulu masalahmu agar tidak menjadi beban terus. Aku lihat sedari tadi kamu memang tak pernah fokus," papar pria bertubuh gempal itu.

Leo mengangguk pelan. "Benar, Pak. Saya sedang memikirkan calon istri saya. Saya merasa sedang terjadi sesuatu padanya, makanya dari tadi pikiran saya tak tenang, Pak. Saya hubungi nomornya pun tak aktif," curhat Leo.

Kepala Dion manggut-manggut.

"Oke, aku akan memberikan kamu izin, kamu bisa pergunakan waktu itu untuk melihat kondisi calon istrimu. Hanya kali ini saja aku izinkan kamu, selebihnya tidak," ujar Dion.

Leo mendongakkan kepalanya, dia tersenyum lebar atas kebaikan atasannya itu.

"Terima kasih, Pak. Saya janji tidak akan lama, sehabis istirahat jam kantor saya janji akan langsung balik bekerja lagi," ucap Leo sambil menunduk.

"Tidak usah, aku mengizinkan kamu untuk hari ini, kamu bisa bekerja mulai besok," tutur Dion, membuat Leo lagi-lagi tersenyum lebar. Dia sangat bersyukur mempunyai Bos yang sangat baik dan pengertian padanya.

"Sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas kebaikan anda, Pak. Saya permisi," pamit Leo, Dion menjawab hanya anggukan saja.

Leo bergegas keluar dari kantor itu dengan jalan tergesa-gesa, sekarang tujuannya hanya satu, yaitu tempat kerja Ajeng.

"Semoga dia tidak kenapa-napa," gumam Leo.

Satu jam berlalu, kini Leo sudah berada di tempat kerja Ajeng. Dia turun dari sepeda motornya dengan cepat, sampai-sampai motor itu hampir ambruk karena dia lupa memasang standarnya.

Akibat pikirannya ke mana-mana, membuat Leo ceroboh. Dengan langkah lebar Leo memasuki Cafe itu.

"Halo, selamat datang, ada yang bisa saya ban ...." Mata Rani melotot ketika melihat pacar temannya sedang berada di hadapannya. Rani menoleh sekitar untuk mencari di mana keberadaan Ajeng.

Leo mengerutkan keningnya ketika melihat tingkah Rani seperti itu.

"Kamu mencari apa?" tanya Leo heran.

Rani menatap Leo dengan tatapan tajam.

"Di mana Ajeng? Bukannya tadi kamu jalan bersamanya? Ck, kamu harus ingat kalau ini lagi jam kerja, harusnya kamu tahu waktu," cetus Rani galak.

Pikiran Leo semakin tak karuan dengan kata-kata Rani, jika Rani berkata seperti itu, pasti Ajeng tak berada di sini.

"Aku tidak mengajaknya pergi," tutur Leo bingung.

Rani mendelik kesal. "Lalu kalau bukan kamu siapa? Setan? Ya kali," kata Rani sinis.

Leo mengusap wajahnya dengan kasar, dia semakin tak mengerti dengan kejadian ini.

"Aku serius, selesai mengantar dia ke sini, aku langsung pergi ke tempat kerjaku. Setelah itu kami tidak pernah bertemu lagi. Tadi Ajeng sempat meneleponku, dan dia berbicara dengan nada berbisik, aku yakin terjadi sesuatu padanya," ujar Leo cemas.

Mata Rani membulat. Dia kembali mengingat kejadian tadi, kemudian dia memanggil temannya yang tadi bilang ada yang ingin bertemu dengan Ajeng.

"Apakah lelaki ini yang tadi mencari Ajeng?" tanya Rani memastikan.

Wanita itu menggeleng cepat. "Kalau ini aku mah tau, ini kan pacarnya Mbak Ajeng," jawab wanita itu.

Leo menghela napas, dia menjambak rambutnya dengan kasar.

'Astaga, Rayna. Kamu lagi di mana?' batin Leo frustrasi.

"Oke, kamu jangan panik dulu, biar aku coba menghubunginya. Siapa tahu diangkat," ucap Rani mencoba menenangkan Leo yang tampak kalut.

Leo hanya bisa mengangguk pasrah. Rani mengambil ponselnya di dalam tas, matanya terbelalak ketika mendapat lima panggilan tak terjawab dari Ajeng.

"Astaga!" pekik Rani sambil menutup mulutnya.

Leo langsung menoleh ke arah Rani. "Ada apa?"

Rani menatap Leo dengan bingung, dia tak menjawab pertanyaan Leo, akan tetapi dia menyodorkan ponselnya pada Leo. Lagi-lagi mata Leo membulat.

Leo sangat yakin kalau terjadi sesuatu dengan kekasihnya itu. Tapi siapa yang berani melakukannya? Setahu dia, Ajeng tak memiliki teman dekat selain Rani dan teman kerjanya yang lain. Apakah Ajeng diculik?

"Apakah Ajeng pernah dekat dengan seseorang?" tanya Leo memastikan.

Rani tampak berpikir sejenak, kemudian menggeleng lemah.

"Dia tidak pernah dekat dengan siapa pun, kalaupun ada, pasti dia cerita sama aku. Ya Tuhan! Tolong lindungilah temanku di manapun dia berada," kata Rani dengan wajah cemas.

Leo menghela napas, kalau Ajeng tak pernah dekat dengan orang asing, berarti dugaannya memang benar, Ajeng hilang karena diculik. Akan tetapi apa motif sipelaku itu untuk menculik Ajeng. Apakah penculik itu menginginkan uang?

"Seperti apa ciri-ciri orang itu?" tanya Leo tiba-tiba.

"Entahlah, tadi Lara hanya bilang kalau ada yang sedang mencarinya di luar. Ajeng sempat menolak, akan tetapi kami menyuruhnya untuk keluar, karena aku sangat yakin kalau orang itu adalah kamu, tapi ternyata ...." Rani tak melanjutkan ucapannya.

"Harusnya kamu biarkan saja dia, kenapa harus kamu suruh temuin orang itu segala!" bentak Leo.

"Ya aku mana tahu, aku kira kan kamu!" Rani juga membentak Leo.

Leo mendesah lelah, sekarang apa yang harus dia lakukan. Leo kembali memainkan ponselnya. Dia meminta bantuan pada siapa saja, yang penting kekasihnya itu kembali.

"Kamu terus hubungi saja nomor Ajeng, siapa tahu nanti dia angkat," pinta Leo, Rani mengangguk paham. Kini dia menghubungi nomor Ajeng, Rani tersenyum kecut sambil menggeleng pelan.

"Nomernya nggak aktif," lirih Rani.

Leo mengepalkan tangannya. "Shit!" umpatnya pelan.

"Aku harus pergi, kalau ada apa-apa segera beritahu aku," ucap Leo, dia berbalik kemudian melenggang pergi begitu saja.

Rani mengumpat, bagaimana memberitahukan padanya, nomor ponselnya saja dia tak punya.

Mata Rani terpejam sambil menggumamkan nama Ajeng.

"Ajeng, kamu di mana. Cepat kembali, kami semua benar-benar sangat menghawatirkanmu," lirih Rani.

Bersambung.