Victoria Allegra, gadis pelukis dan penulis yang followersnya tiba-tiba naik drastis. Tidak pernah tersorot media, orang-orang hanya tahu nama Chloe tanpa tahu orang dibalikanya.
Tiba-tiba saja namanya gempar diberbagai media karena pengakuan seorang mantan atlet MMA juga keturunan keluarga Leonard, keluarga yang paling berpengaruh didunia, menyatakan Victoria Allegra sebagai kekasihnya.
Hell! Pengakuan macam apa itu! Devil yang menyakiti Kitty kesayangannya menjadi kekasihnya, Victoria bersumpah akan memberinya bogeman jika dia berani menunjukkan wajahnya lagi.
Klentang...
Lonceng berbunyi ketika dia membuka pintu cafe. Tanpa meminta izin Victoria berjalan memasuki dapur cafe. Terlihat pemiliknya yang sedang memanggang kue cup.
Samantha si pemilik cafe yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri, menoleh kala merasakan seseorang memasuki dapurnya.
Mata hijau itu terlihat terkejut melihat Victoria yang tersenyum manis sembari berjalan mendekatinya.
"Victoria, my daughter," tanpa aba-aba Samantha menyambut pelukan Victoria sangat erat, Victoria sampai kesulitan bernafas.
"Mimmy ak-u kesulitan bernafas," refleks Samantha melepas pelukannya.
Beberapa saat jarinya mengusap pipi Victoria hingga wajahnya yang mulai keriput terlihat kesal, "Anak nakal! Kenapa tidak pernah lagi mengunjungiku, kau melupakan Mimmy mu hah,"
Victoria tersenyum geli menatap Samantha yang berkacak pinggang seolah memarahinya padahal dia tahu wanita ini tidak akan pernah tega melakukan itu.
"Ah Mimmy aku bukannya tidak mau mengunjungimu, aku bahkan sangat merindukanmu tapi aku sedang sibuk menyiapkan berkas-berkasku untuk melamar pekerjaan aku tidak bisa begini terus bukan," ucap Victoria dengan nada manja. Tangannya bergelayut di lengan Samantha.
Samantha tidak dapat menyembunyikan seyumnya, bibirnya mengedut, tangannya bergerak mengacak rambut cokelat itu, "Baiklah aku memaafkan mu anak nakal, memangnya kau melamar sebagai apa?"
"Desaigner perhiasan Mim,"
Samantha terlihat sedikit terkejut, "Seriously? Bukankah kau tidak suka pekerjaan yang membuatmu harus datang ke kantor seriap hari,"
Victoria mencebik, "Hemm memang iya, tapi aku tidak punya pilihan lain, tidak mungkin aku terus hanya seperti sekarang,"
Samantha kembali memberi pelukan ringan sembari mengusap usap lembut rambut Victoria, layaknya seorang ibu, "Ohh kasihannya putri ku yang malang, bagaimana jika kau belerja disini saja? Memanggang kue atau meracik teh bersamaku?"
Victoria mendecak kesal, "Itu tidak akan menyelesaikan masalahku Mim,"
"Selain itu baru baru ini juga ada masalah baru yang menimpaku,"
Samantha berubah panik, "Masalah apa itu nak? Katakanlah aku akan membantumu,"
Victoria menghela nafas, "Kau tidak akan mengerti Mim masalahku ini tampak seperti bukan sebuah masalah malah mungkin beberapa orang menyebutnya keberuntungan tapi, menurutku ini sebuah masalah,"
Samantha mengangguk, mengerti Victoria yang tidak ingin bercerita soal masalahnya.
"Lagi pula dibanding masalah ini aku lebih pusing membayangkan diriku duduk di kantor seharian dengan baju dan rok ketat yang menyiksaku belum lagi high heels nya akhhh," Victoria menggeram frustasi.
Samantah tersenyum geli sebelum dia teringat satu hal, kuenya! Wajahnya berubah panik, terburu- buru ia mematikan oven, mengambil potongan potongan kue yang tersusun rapi itu menimbulkan bau harum.
"Cup cake's coklat?" Victoria bertanya sembari berjalan mendekat.
Samantha mengangguk, "Yah sangat banyak pesanan cup cake's coklat hari ini, untung aku tidak menggosongkannya." Jawabnya tanpa menoleh. Tangannya yang terbalut sarung sibuk memindahkan cup cake's itu.t
"Mau membantuku Sayang?"
Victoria mengangguk antusias. Dia mengambil adonan cup cake's, membaginya rata pada cup yang telah tersusun rapi sebelum memasukkannya kepanggangan.
Kedua wanita berbeda generasi itu sibuk berbincang banyak hal sembari memanggang kue. Sebelum seorang pegawai datang.
"Permisi bu, ada yang ingin menemui mu,"
Samantha menoleh, "Ah dia sudah datang? Sebentar aku akan kesana, kau boleh melanjutkan pekerjaanmu," pegawai tersebut mengangguk segera pergi dari dapur melanjutkan melayani pelanggan yang baru datang.
"Sayang aku kedepan dulu, oh yah bolehkah aku memberi secangkir racikan teh mu untuk tamu spesialku," tanya Samantha berharap.
Victoria mengernyit, jarang Samantha memintanya racikan teh buatannya sendiri, kecuali untuk diminumnya sendiri, sepertinya tamu yang dikatakan Samantha benar- benar spesial, Victoria mengangguk yang langsung direspon senyum oleh wanita paruh baya itu.
Selanjutnya, Samantha berjalan keluar dapur setelah berpamitan, meninggalkan Victoria yang kembali memanggang kue.
Rose Tea, racikan teh yang terbuat dari beberapa bahan alami, tidak terjual di supermarket manapun, wanginya seharum bunga mawar oleh karena itu dia menamainya Rose Tea. Rasanya unik, berbeda dengan teh kemasan di supermarket atau racikan biasanya. Victoria meninggalkan sedikit untuk Samantha, dia tahu perempuan itu sangat cinta pada teh nya.
Victoria menatap puas 30 cup cake's buatannya ralat panggangannya karena yang membuat adonan hanyalah Samaantha.
Seorang pegawai tiba-tiba masuk ke dapur lagi, "Vic bu Samantha memanggilmu," Victoria mengangguk, berjalan meninggalkan dapur dengan pegawai itu yang kembali melanjutkan pekerjaannya.
Matanya mengedar mencari Samantha juga tamu spesial yabg dikatakannya. Cafe sudah sepi pengunjung memudahkan Victoria mencari. Keningnya mengerut melihat Samantha duduk bersama seorang pria berjas. Victoria tidak dapat melihat wajahnya yang terlihat hanya punggung kekarnya.
Tak mau lebih banyak berasumsi, Victoria memilih terus berjalan hingga mendekati meja.
"Ah Victoria sini nak, Matthew ini Victoria dia yang meracik teh yang kau minum tadi,"
Wait, Matthew? Victoria langsung penasaran ketika lelaki itu perlahan. Victoria menjadi sangat sensitif dengan nama itu sejak pengakuannya tadi pagi. Devil gila yang sialnya tampan, bukan dia kan?
Tapi harapan itu langsung sirna ketika Victoria melihat wajahnya. Hell! Dia benar lelaki gila itu.
"Ka--u," Matthew terlihat juga terkejut. Secar spontan Victoria tiba tiba melayangkan sebuah bogeman pada wajah tampannya.
"Ak--kh What!"
Bukan hanya Victoria, Samantha juga ikut terkejut dengan aksinya.
"What are you doing baby?" Victoria bergidik jijik mendengarnya.
Tangan Matthew mengusap pipinya yang memerah, Victoria tidak main-main melayangkan pukulannya.
"Wait, wait, kalian saling kenal?" Suara Samantha nenegahi.
Victoria memasang wajah kesal melirik Matthew yang tersenyum menggoda.
"Sam, dia...,"
"Dia sumber masalahku Mim," potong Victoria sebelum lelaki gila itu membuat kebohongan lagi pada Mimmynya.
Matthew terkekeh geli, "Dia ini sayangku Sam,"
Samantha tampak terkejut, "Jadi dia pacarmu nak? Kenapa kau tidak memberi tahu ku,"
Victoria menggeleng, "Bukan Mim.."
"Kalau ada masalah selesaikan baik baik, aku ke dapur dulu silahkan selesaikan masalah kalian," Setelah itu Samantha berlalu meninggalkan Victoria berdua dengan Matthew.
Victoria melongo, ini salah paham? Matthew disampingnya tertawa geli. Victoria mendengus berbalik ingin pergi meninggalkan Matthew sendirian, sebelum tangannya dicekal.
"Vee,"
Victori berbalik, menghempas cekalan tangan Matthew kasar. "What? Siapa yang kau panggil Vee?"
Matthew menyeringai, "Tentu saja kau baby, atau kau mau kupanggil Chlo.." buru-buru Victoria membekap mulut Matthew dengan tangannya.
"Waw waw waw, kau agresif juga,"
Victoria mengerang kesal," Namaku Victoria Allegra bukan Vee yang kau sebut,"
"Memang, tapi Vee itu panggilan sayangku padamu," Matthew tersenyum menggoda.
"Vee ada yang ingin kubicarakana padamu," suara Matthew berubah serius. Mata menggodanya hilang membuat Victoria dengan kesal mendudukkan dirinya di depan lelaki itu.
"Katakan," ketusnya.
"Aku ingin kau berpura-pura menjadi kekasihku atau mungkin tunanganku,"
Ucapan langsung yang membuat Victoria tersedak ludahnya.
"What? Kau gila? Apa untungnya bagiku?,"
"Kau bebas meminta apapun dari ku, apapun itu sebanyak apapun aku akan mengabulkannya, kau juga bebas memakai fasilitasku, bagaimana?" Matthew terdengar bersungguh-sungguh dan Victoria semakin benci itu.
"Tidak tertarik, aku bukan wanita gampangan yang dengan mudah tertarik dengan penawaranmu."
"Aku tidak menyebutmu gam--"
"Ya, tapi dari penawaranmu tampak sekali ingin membeli ku," Victoria sungguh kesal saat ini.
"Ak--"
"Intinya aku menolak, apapun penawaranmu,"
"Dan aku tidak terima penolakan," Ucap Matthew tegas. Seringai terbit dibibirnya, "Semudah aku mengangkat nama mu begitu mudah juga aku menjatuhkan nama mu,"
Victoria memutuar bola matanya malas, "Kau fikir aku takut?" Ucapnya santai.
Matthew menggeram, "Kau.."
"Baiklah, 10 mansion, 7 pulau, 12 mobil, 5 pesawat, ah satu lagi jangan lupakan jet pribadi dan penthouse mewah mu kudengar kau sangat menyayanginya,"
***
Bukan hal yang mudah bagi Victoria melangkahkan kakinya disini. Perusahaan perhiasan terbesar. Seteleah melewati step-step yang membosankan, akhirnya dia duduk di kursi ini dengan bosan juga.
"Ms. Allegra,"
Victoria menoleh, matanya terkejut melihat sosok di depannya, Andrew.
"Ka..kau asisten si gila itu kan? Kenapa kau ada disini?"
"Jika yang anda maksud adalah Mr. Leonard anda benar saya asisten Mr. Matthew Leonard, saya datang menemui anda untuk menyampaikann pesan Mr. Leonard, katanya dia menunggu anda di ruangannya 5 menit dari sekarang,"
Victoria melongo, lelaki gila itu bukan bos nya disini kan?