Seni Penembak Surga, tanpa keraguan Arian segera membuka buku tua tersebut dan memunculkan dua jenis skill di dalam 'skill window' di benaknya. Satu skill pasif, dan satu skill aktif.
Target Tunggal (Pasif) : Damage skill yang terarah pada satu target akan bertambah sebanyak 5%. Tidak dapat ditingkatkan.
Tembakan Kuat (Level 1) Berikan serangan dengan 150% daya serang.
Biaya : 100 MP // Jeda : 120 detik.
'Tidak dapat ditingkatkan?' Arian segera mengernyitkan keningnya. Di masa lalu, skill pasif Target Tunggal bisa dinaikkan hingga mencapai tambahan daya sarang sebanyak 7%. 'Sepertinya, ada beberapa hal yang berubah."
Setelah mempelajari Seni Penembak Surga, Arian meletakkan kembali buku tua tersebut dan melirik buku yang lainnya. Buku tua tersebut memiliki judul Seni Amarah Surga, benar-benar nama yang tidak kalah tirani.
Bukankah itu seolah-olah membuat keduanya bertentangan? Seseorang yang menembaki surga, kemudian dibalas dengan amarah dari surga. Bukankah itu masuk akal?
Arian hanya menggelengkan kepalanya dengan kecewa. Semenjak dia memilih mempelajari Seni Penembak Surga, maka dia pada dasarnya tidak akan bisa mempelajari Seni Amarah Surga untuk sementara. Bukan karena larangan dari sistem, tetapi akumulasi poin tidak akan mencukupi untuk belajar keduanya.
Setelah menekan kekecewaannya, Arian melirik menu 'Wilayah'. Di sana, ditampilkan berbagai statistik Heaviria secara sepintas.
———
Nama : Heaviria [Desa kelas tiga]
Pemimpin : Orion
Populasi : 15 Orang
Tentara : 0
Fasilitas : Perkebunan kecil
Persediaan : 2000 Emas, 100 Kayu, 50 Daging.
Catatan : Desa sedang dalam ancaman kawanan bandit dan terancam mengalami kehancuran
———
"Erga, apakah kita memiliki blueprint aula teleportasi?" Arian bertanya setelah melihat persediaan Heaviria yang menyedihkan.
"Kami memang memilikinya, Tuan Muda. Tetapi ...."
"Tidak apa, kita dirikan saja. Satu jam kemudian, akan ada seorang teman yang berkunjung dan membantu mengusir para bandit sialan itu. Percayalah padaku!" Arian memberi titah tanpa memberi jawaban atas keraguan di pikiran penasehatnya—Erga.
Dia tahu apa yang dipikirkan oleh pria tua itu, yakni tentang biaya mendirikan aula teleportasi yang akan menguras total persediaan emas dan kayu Heaviria hingga kering. Seingat Arian, membangun aula tersebut membutuhkan setidaknya 1500 emas dan 90 kayu.
Itupun hanya untuk mendirikan aula teleportasi level terendah yang hanya bisa dilalui satu orang dalam satu waktu. Untuk meningkatkan levelnya, biaya lain yang membuat seseorang pusing akan ditambahkan.
Namun, Arian saat ini tidak bisa mengambil jalan lambat. Dengan lima ksatria yang akan datang, dia percaya mampu meratakan kamp bandit dan menyelesaikan misi. Tetapi, apakah itu satu-satunya cara?
Tidak!
Setelah memberi instruksi, Arian membuka menu chat global di jendela statusnya. Di sana, banyak orang tengah mengobrol tanpa jelas arahnya. Ada yang menawarkan item tertentu, membahas salah satu bintang pornografi, dan bahkan ada juga yang saling menghina satu sama lain.
Namun, ada satu percakapan yang membuat alis Arian berkerut.
White Dragon : Hei kau, Ketua Ksatria Naga Berdarah! Bagaimana rasanya kekalahan? Ayo, kapan-kapan kita duel dan biarkan kami memenangkan beberapa emas!
Taurus : Sialan kau, awas saja!
White Dragon : Hahahaha lihat, teman-teman! Jika saja Orion tahu bahwa nama besar Ksatria Naga Berdarah baru saja dipermalukan, pasti lebih baik!
White Tiger : Ketua, Orion bukanlah sosok yang semudah itu. Jika dia ada, bagaimana Ksatria Naga Berdarah bisa selemah ini? Selain itu, apa kau yakin bahwa mereka benar-benar Ksatria Naga Berdarah saat itu?
White Dragon : Oh iya, kita sudah mempermalukan banyak guild dengan nama itu akhir-akhir ini. Kira-kira, gimana ekspresi orang-orang yang dulu bergabung dengan guild itu? Pasti sangat buruk, kan?
Setelah itu, banyak kicauan dari player-player lain yang berusaha melerai. Namun meski begitu, Arian langsung tahu bahwa mereka sama saja dengan player bernama White Dragon dan White Tiger itu. Mereka semua seolah mengejek pemain Taurus dengan nada halus.
Arian menggelengkan kepalanya pelan. Kemungkinan, Ksatria Naga Berdarah yang mereka ejek bukanlah pasukan yang terdiri dari orang-orang yang dulu dia pimpin. Dia percaya bahwa para pemain di bawahnya dulu saat ini pasti menjadi seorang elit dan tersembunyi di guild-guild besar tertentu dan bukanlah sosok yang bisa dipermalukan seperti Taurus itu.
Sejujurnya, Arian juga ingin tahu bagaimana reaksi mereka melihat nama Ksatria Naga Berdarah dipermalukan.
"Baiklah, Tuan Muda." Tanpa daya, Erga membungkukkan badan dan keluar dari ruangan di bawah lirikan Arian. Pemuda itu menggelengkan pelan, kemudian dia mengetik beberapa kata di panel hologram di depannya. "Raka, ini aku!"
Setelah itu, dia langsung menutup obrolan global—membuatnya tidak bisa lagi melihat obrolan orang lain sampai dia membuka fitur itu kembali. Alasannya sederhana, dia tidak mau dipusingkan dengan namanya.
Arian tahu bahwa nama Orion kemungkinan telah dipakai oleh banyak pemain karena prestise-nya di masa lalu. Namun karena kondisi telah berubah, ada kemungkinan bahwa nama itu sekarang menjadi bahan olok-olokan di mata para pemain. Terlebih, banyak pemain tanpa prestasi yang juga memakai nama tersebut.
Beberapa detik kemudian, sebuah pesan pribadi tiba-tiba memasuki kotak masuk perpesanan miliknya. Nama pengirimnya adalah Taurus, sementara isinya sangat singkat. "Kau dimana?"
"Taurus?" Arian hanya menggelengkan kepalanya pelan setelah membaca pesan itu. Sudah jelas dia adalah Raka, sahabatnya yang sebelumnya telah memberitahu masalah Reana.
"Besok pagi, datanglah ke tempat ini! Pastikan kau datang sendiri dan jangan bocorkan keberadaanku kepada siapapun!" Setelah memberikan jawaban, Arian membagikan koordinat Desa Heaviria kepada Raka. Dengan itu, Raka bisa langsung datang lewat aula teleportasi begitu selesai di bangun.
"Baiklah!" Balas Raka. Setelah membaca pesan tersebut, Arian memejamkan mata dan bergumam pelan. "Aztareilla : Log Out!"
Malam telah larut kala Arian membuka matanya. Di dinding kamarnya yang bercat putih, jam bergambar dedaunan hijau telah menunjukkan pukul satu malam. Arian melirik handphone miliknya yang tergeletak dalam kondisi menyala di sampingnya.
Di sana, sebuah pesan masuk ditampilkan jelas. Pengirimnya adalah Reana, dengan isi pesan yang sangat singkat. "Selamat Malam ...."
Arian mengabaikan pesan itu, tanpa membuka apalagi membalasnya. Dia kemudian melepas Soul Transfer Gear yang menyerupai helm full face di kepalanya dan meletakkan benda itu di meja kecil dekat ranjang. Kemudian, pemuda tersebut menghela napas pelan dan mengucapkan sebuah gumaman pelan sebelum akhirnya terlelap.
"Selamat malam, Reana."