Chereads / Keperawanan Sari Terenggut / Chapter 9 - Perasaan Tak Karuan

Chapter 9 - Perasaan Tak Karuan

"Sari, tadi pulang seminar jam berapa?" Tanya Dita sambil mengucek pakaiannya di dalam ember.

"Jam 5 Dit," Sari menjawab pelan.

"Tumben lama banget, biasa jam satu dah kelar," sahut Dita yang masih asik mencuci.

Sari terdiam mendengar sahutan Dita, "anu.. tadi tu.. banyak pertanyaan dari peserta seminar sama ada doorprize juga," Sari tergagap memberi alasan.

"Ohh, biasa bu Asya minta pulang duluan kalo pas acara tanya sama doorprize, tumben ya mau ikutan sekarang," Dita bertanya heran.

"Ohh.. itu..aku tadi perginya ga bareng bu Asya dit," jawab Sari.

"Lho jadi kamu pergi sendirian?" Dita kaget

kok temannya yang pemalu ini berani pergi ke acara seminar sendirian.

"Aku ditemani sama mas Abra dit.." jawab Sari.

"What… jadi kamu hari ini bareng mas Abra," tiba-tiba Wati sudah ada di dekat Sari nimbrung obrolan mereka.

"Iih Wati ngagetin ah," Sari sedikit kesal.

"Sorry, habis aku kalau dengar nama mas Abra langsung ketarik gitu, kaya ada magnetnya," Wati nyengir.

"Lebay lo wat," ejek Dita dengan logat Jakarta.

"Apaan sih dit, ya aku kan belum dapat pengganti mas Abra, jadi wajar dong aku masih mengagumi dia," sahut Wati manyun.

"Siapa bilang, lo kan dah ada yang gebet sekarang," Dita sedikit berteriak.

"Ohya, Siapa, ihh Wati ga bilang-bilang ya," goda Sari.

"Siapa… aku aja ga tahu, si Dita ngarang tu,"  Wati ikut bingung.

"Noh.. kang somay yang lewat tiap malam, kalau gue beli sibuk nanyain lo truss," Sahut Dita.

"Ohh kang Asep," Sari ikut ngeledek.

"Ih apaan sih, gak mau ah, gue itu maunya sama yang kerjanya lumayan paling nggak kerja kantoran lah," Wati makin manyun karena gurauan teman-temannya.

"Yee.. jangan gitu, bisa jadi lima tahun mendatang kang Asep jadi pengusaha somay terbesar," imbuh Dita.

"Lima tahun masih lama gile, gue kan pengen punya pacarnya sekarang," Wati masuk kamar meninggalkan Dita dan Sari.

"Aku ke kamar dulu dit, pengen nyetrika" Sari pun ikut masuk ke kamarnya.

Malam ini menjadi malam panjang untuk Sari, ia tak bisa memejamkan matanya padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul satu malam, ia teringat akan apa yang telah dilakukannya bersama Abra tadi siang, Sari merasa bersalah dan menyesal, terlebih saat ia mengingat wajah sang ibu, perasaannya makin tak karuan.

'Bagaimana kalau ibu tahu atas apa yang kulakukan tadi siang, ibu pasti marah, kesal dan kecewa atas kelakuanku, Oh ibu maafkan aku, aku tak tahu harus bagaimana, aku sangat mencintai laki-laki itu, tapi aku tahu tak semestinya aku melakukan itu sebelum waktunya,' batin Sari terus berkecamuk menambah kegundahan hatinya.

*Keesokan hari*

"Sari.. hayukk, kok tumben lama banget," Ica mengetuk pintu kamar Sari.

Sari segera keluar dari kamarnya, akibat baru tertidur jam 3 dini hari, Sari keteteran saat hendak berangkat kerja.

"Iya, maaf soalnya aku lupa setrika baju semalam, jadinya keburu-buru gini," Sari memberi alasan.

Suasana di mobil hening, Sari nampak diam dan tertunduk, entah karena masih mengantuk, atau karena ia tak sanggup menatap wajah laki-laki yang telah merenggut keperawanannya secara hangat kemarin siang.

"Mas Abra hari ini agak beda ya, wajahnya kayak berseri-seri gitu gak sih," goda Ica sambil menoleh kearah teman-teman di belakang.

"Iya.. makin memancarkan aura kelelakian," Sahut Wati centil.

"Biasanya kalau pengusaha, target bulanannya terpenuhi, gini jadinya bersinar-sinar" sahut Dita dengan jawaban realistisnya.

"Ah kalian bisa aja, ini karena habis maskeran tadi malam, kan nyobain produk baru yang dipromosikan di seminar kemarin, ya kan Sari?" Abra melirik Sari pada kaca depannya yang menangkap wajah Sari yang terlihat sendu hari ini.

Sari hanya tersenyum dan mengangguk, melihat kekasihnya melirik dan menyapa dirinya, tak bisa dipungkiri hatinya bahagia dan berbunga-bunga setiap melihat wajah Abra.

"Lho emang mas Abra kemarin nemenin Sari?" Ica nampak tak suka.

"Iya ca, beruntung banget ya Sari, bisa ditemenin mas Abra, kenapa ga aku aja ya kan kemarin yang disuruh bu Asya hikss," Wati dengan centil khasnya.

"Lo kan mana betah duduk lama-lama dalam ruangan, yang ada tar lo ketiduran pas orang lagi jelasin," Dita menyahuti dan sudah paham betul akan si Wati.

"Kamu tau aja dit, aku kan suka ga nyambung kalo dah ngantuk hehe," Watu terkekeh mendengar ejekan Dita.

'hmm bisa-bisanya Sari ditemenin Abra, ngeduluin gue, kan harusnya gue dulu yang kencan berdua sama Abra, baru mereka,' desis Ica dengan wajah kesalnya.

Seperti biasa mobil berhenti tanda sudah tiba pada tujuan, satu persatu mereka keluar dari mobil, dan yang terakhir turun si Sari rupanya.

"Sari…" Abra memegang tangan Sari yang hendak mendorong pintu.

"Emm ya mas," Sari takut teman-temannya curiga.

"Jangan telat makan ya," ucap Abra lembut dan tersenyum manis pada wanita polos ini.

"Iya mas, aku duluan ya," pamit Sari dan segera keluar agar teman-temannya tak curiga.

Sari berjalan menyusul ketiga temannya, bisa dipastikan hati Sari saat ini sangat bahagia, lelaki yang mencintainya memberi perhatian dan senyuman yang bisa menjadi semangatnya hari ini.

"Sari, elo kemarin habis dari seminar kemana aja sama Abra?" Ica bertanya sambil menata rambut sebahunya.

Deg.. jantung Sari berdetak, apa mungkin Ica tahu kalau kemarin ia habis berkencan di kamar hotel bersama Abra, " ga kemana-mana kok," jawab Sari.

"Ah masa.. Abra ga ngajakin kamu makan atau mungkin nonton ke bioskop?", Goda Ica ke Sari.

"Oh.. itu, iya habis seminar makan siang dulu di hotel itu juga," Sari lega akan dugaan Ica sebatas makan dan nonton.

"Kamu sih pemalu banget, harusnya kamu yang ajak Abra nonton atau kemana jalan ke mall gitu," Ica masih sibuk dengan alat catok di tangannya.

"Aku malulah ca, kalo dia ga mau kan tengsin donk,"

"Pasti mau, kamu tu sekarang dah cantik banget, lelaki itu gak akan nolak kalau diajak cewek cantik," Ica menggurui Sari.

"Masa sih ca, emangnya kalo kita cantik bakal disukai sama setiap lelaki ya ca,".

"Ya Iyalah… hari gini, kucing kalo dikasih ikan asin aja mau, apalagi ikan segar say.." jawab Ica bersemangat.

Sari hanya diam saja, ia masih sibuk meluruskan rambutnya agar terlihat lebih rapi, 'apa iya mas Abra hanya menyukaiku karena aku cantik saat ini, apa dia gak tulus dari hati ya,' batin Sari bertanya-tanya.

"Minggu malam ntar  ikut aku yuk," ajak Ica ke Sari.

"Kemana ca?"

"Ikut aja dulu, si Wati juga mau tu," Ica melirik Wati.

"Lho si Dita ga di ajak ya?" Sari melirik Dita di meja kasir.

"Si Dita ga mau, lagian dia kan sekarang sibuk kursus bahasa inggris, dia tu sibuk belajar muluk," jawab Ica.

"Iya deh, kalo ga males, aku ikut dehh." Ucap sari pasrah, padahal sudah terbayang di benaknya minggu depan akan bertemu dengan Abra dalam waktu yang lumayan lama.

Sari ini gadis polos yang sangat mudah terpengaruh oleh orang lain, berbeda dengan Ica, dia gadis yang berani dan mempunyai jalannya sendiri, memang terkesan agresif namun ia lebih pandai dalam membawa dan menjaga dirinya, kira-kira mau kemana ya mereka minggu depan, liburan ke kebun binatang atau main di taman perumahan, hmm kaya anak kecil aja hehe.

*Malam minggu*

Bintang berkelipan memperlihatkan keindahannya, dan menghiasi langit indah malam minggu ini, Disudut kota masih dengan rumah minimalis yang menjadi tempat ternyaman bagi keempat gadis itu melepas penat sehabis bekerja, tampak seorang gadis dengan style kemeja dan celana jeans, ya mungkin pakaian ternyaman baginya siapa lagi kalau bukan Dita, si simple yang smart.

"Gaess.. aku berangkat kursus dulu ya, sekalian pamit mau menginap ke rumah tanteku yang mengajar di sana," setia menggendong ransel hitamnya, Dita pamit kepada ketiga temannya.

"Enak ya dit punya tante disini jadi bisa nginep," sahut Sari.

"Iya, tanteku nikah sama orang sini, kapan-kapan aku ajak main ke sana ya," Dita tersenyum.

"Oke.. hati-hati ya dit, semangat belajarnya," Sari memperlihatkan ototnya.

"Sipp," gantian dita yang menunjukkan jempolnya.

Di dalam kamar Ica dan Wati sedang asik dengan alat tempurnya, eitss bukan pistol ya he.. alat tempur mereka tu make up ya gaess.

"Sari.. ayo buruan siap-siap! Katanya mau ikut," suruh ica yang sudah ready dengan tampilannya.

Sari terpelongo melihat penampilan Ica yang lebih berani malam ini, bagaimana tidak Ica memakai crop top berwarna merah, yang bagian dadanya rendah sehingga menampakkan sedikit belahan dadanya, dan memperlihatkan sebagian perut langsingnya yang pusarnya sengaja dipasangi anting kecil yang manis, di sandingkan dengan rok jeans mini yang hanya menutupi bagian bokongnya

"Ca, kok seksi banget emang mah kemana kita?" Tanya Sari heran akan penampilan Ica.

"Apaain si lo ri, kaya gak pernah liat orang pake baju kaya gini aja, hellow ini tu dikota say.. kaya gini tu biasa kali," Ica khas dengan nada manjanya.

"Uda buruan gih!! ganti baju lo biar samaan kaya kita," Wati memberikan pakaian yang mirip dengan Ica kenakan ke Sari.

"Gue pake kaya gini juga?" Sari bengong menatap baju yang dipegangnya.

"Iya dong say, itu gue spesial beliin buat lo pada biar kompakan, di pake dong!!!" suruh Ica.

"Rok nya pendek banget say, tar gue nungging keliatan dong," Sari tertawa dan segera masuk kamar.

Entah kemana tujuan ketiga gadis ini, kini mereka sudah kompak dengan pakaian seksinya dan sekilas seperti kembar tiga, ya..karena bentuk dan tinggi badan mereka yang tidak jauh beda.

Kini mereka sudah menaiki mobil pribadi yang sengaja di pesan Ica secara online, Ica menikmati musik romantis yang mengiringi perjalanan mereka, sementara Sari dan Wati masih bingung hendak dibawa kemana, karena takut kedinginan mereka sudah siaga dengan jaket jeans nya masing-masing.

Kini mobil yang mereka tumpangi berhenti tepat di depan bangunan yang cukup besar, yang di depannya dihiasi lampu warna warni yang indah saat malam hari, muda mudi nampak berdatangan dan bau perpaduan parfum yang menyeruak di hidung bertebaran.

"Yang lewat wangi-wangi banget ya say," Wati menghisap aroma parfum yang bertebaran.

"Ini tempat apaan ca, Kok rame banget yang datang?" Sari sibuk memperhatikan muda mudi yang lalu lalang.

"Ini tu tempat senang-senang, kalian bakal happy kalo dah ke dalem, ayo!," Ica menarik tangan Sari dan Wati.

Ketiga gadis ini masuk ke dalam, sekelompok mata lelaki terperangah ke arah mereka, seolah memuji keseksian penampilan mereka malam ini.

Dentuman musik pun terdengar hingga berdentum sampai ke jantung, membuat siapa yang mendengar ingin menggerakkan seluruh badannya, asap rokok yang menari-nari, dan gemerlap lampu menjadi pemandangan ruangan ini, nampak muda mudi, laki-laki perempuan, tua muda, asik menggerakkan tubuh mereka mengikuti irama musik yang menggema.