Chereads / Keperawanan Sari Terenggut / Chapter 22 - Sakit Hati Jiwa dan Raga

Chapter 22 - Sakit Hati Jiwa dan Raga

*Abra pov"

Karena lelah akan pekerjaan kemarin aku jadi ketiduran dan lupa untuk mengabari Sari tentang kepergianku hari ini, tapi bisnis dan perintah kakakku lebih penting dari semuanya, kalau aku membantah bisa-bisa fasilitas kemewahan yang aku nikmati sekarang di stop semua olehnya.

Sebenarnya ada perasaan tak enak di hatiku karena harus meninggalkan dan mengakhiri hubunganku dengan Sari secara mendadak, tapi bagaimanapun ini harus kulakukan daripada aku bingung bagaimana bicara dengannya kelak, ini kesempatanku yang bisa dijadikan alasan.

'maaf Sari jika aku mengecewakanmu,' terbesit di hatiku akan perasaan bersalah karena telah merenggut sekaligus menodai kesucian gadis polos itu untuk pertama kalinya.

'ahh.. tapi kan zaman sekarang hal itu sudah biasa, lagipula Sari kan tidak hamil kenapa aku harus bingung,' Aku mencoba menepis rasa bersalahku.

Aku tak ingin memikirkan hubunganku dengan Sari lagi, aku harus fokus dengan bisnis di singapura agar tak kalah dengan Nando, bawahan yang jadi kebanggaan abang dan kakakku karena kinerjanya yang bagus.

*Abra pov end*

'kedua kalinya aku datangi tempat ini dan kedua kali nya aku dibuat patah hati dan kecewa oleh orang yang sama,' rintih Sari ditemani hembusan angin pantai yang terasa menusuk tulangnya.

Tak ingin terpuruk di sudut kamarnya, Sari mencoba menghirup udara disekitar pantai Salju ini. Ia berharap kegalauan dan kekecewaan yang ia rasakan saat ini bisa hilang terbawa angin yang membelainya.

Sempat terpikir oleh Sari untuk melakukan hal bodoh, ia ingin mengakhiri hidupnya namun seketika wajah sang ibu menyadarkannya bahwa hidupnya bukan tentang dirinya saja, masih ada ibu dan adiknya yang menaruh harapan besar padanya.

Lama menikmati pantai yang menyaksikan kesedihannya, sari duduk termenung dan pikirannya melayang jauh berharap Abra kembali bersamanya. Namun semua itu hanya angan, Sari mengusap wajahnya agar sadar bahwa laki-laki itu bukan cinta sejatinya.

Sari mengikat helaian rambutnya yang tertiup angin, dan bergegas pulang ke rumah supaya teman-temannya tak risau akan keberadaannya.

Ia bertekad akan berusaha melupakan Abra dan menghapus semua yang pernah terjadi antara mereka, berat memang bagi Sari namun saat ini tak ada pilihan lain, ikhlas yang harus dilakukan.

"Sial kok gak ada sinyal ya," gerutu Sari sambil mengotak-atik ponselnya.

Lama ia berkutat dengan ponsel itu, namun tetap tak bisa digunakannya, ternyata setelah di cek Sari tak memiliki paket internet lagi di ponselnya.

'duhh lupa kalo belum diisi,' lirih Sari.

Sari melirik kanan dan kiri berharap ada seseorang yang bisa meminjamkan ponsel padanya untuk memesan kendaraan online, ' kok sepi banget sih,' gumam Sari.

Tak tahu harus bagaimana Sari terus menelusuri jalan di depannya, hingga tiba ia dekat jalan raya.

Tiba-tiba kendaraan bermotor berhenti tepat di sampingnya, Sari pun menghentikan langkahnya dan menoleh ke seseorang di motor itu.

"Mbak Sari, mau kemana?" Tanya perempuan berhijab abu-abu itu.

Sari tak langsung menjawabnya, ia mengingat-ngingat akan wajah perempuan yang menyapanya.

"Eh.. mbak Nurma, ini saya mau pulang mbak,' jawab Sari setelah mengingat bahwa itu salah satu pelanggan di salonnya.

"Kok jalan kaki, memang rumahnya dekat ya?," Tanya Nurma.

"Gak dekat mbak, tadi mau pesan kendaraan online.. eh rupanya paket internet habis," jawab Sari malu-malu.

"Walah.. yaudah bareng saya aja mbak yukk!!" ajak Nurma.

Karena hari pun sudah sore dan sebentar lagi teman-teman Sari pulang ke rumah, tanpa pikir panjang Sari langsung menerima tawaran Nurma.

"Makasih ya mbak," sari tersenyum legah.

Bercerita sepanjang perjalanan dengan Nurma bisa membuat Sari lupa akan sosok Abra yang menghancurkan hatinya, Sari tampak tertawa lepas bersenda gurau dengan Nurma.

"Wah mbak Nurma ternyata pandai ngelawak juga ya," puji Sari.

"Iya mbak kan aku masih saudaranya Sule haha," Nurma terkekeh.

"Makasih ya mbak udah mau nganterin saya," pamit Sari turun dari motor

"Iya mbak, kebetulan searah."

"Mampir yuk mbak," tawar Sari.

"Lain kali mbak Sari, udah ditungguin anak-anak,"  Nurma melajukan motornya.

Sari segera masuk dan membersihkan dirinya yang tampak lusuh, ia tak ingin teman-temannya tahu kalau ia seharian ini menangis dan bersedih.

Sari kini ingin fokus pada pekerjaannya dan membahagiakan keluarganya di kampung, apalagi sang adik sebentar lagi akan ujian pasti butuh biaya lebih untuk melunasi semua tunggakan sekolahnya.

"Sari kamu udah enakan?" Tanya Dita menemui Sari di kamar.

"Sudah dit, cuma masuk angin aja kayaknya," jawab Sari pelan.

"Baguslah, namanya jauh dari orang tua kita harus jaga kesehatan," tambah Dita.

Sari mengangguk setuju akan ucapan Dita.

Tanpa diminta, air bening itu kembali meluncur di pipi Sari, untung saja Dita sudah kembali ke kamarnya jadi ia tak menampakkan kesedihan yang dialaminya.

'Mas.. aku sangat mencintaimu, ku kira kamulah laki-laki yang akan menemaniku sampai kelak menikah, tapi apa.. setelah ku berikan semuanya bahkan kesucian yang telah ku jaga selama ini telah ku pasrahkan untukmu karena cintaku yang amat besar ini tapi mengapa mas dengan mudah meninggalkanku seolah tak pernah terjadi apapun diantara kita,' rintih Sati sambil meremas bantal gulingnya.

Termenung.. itulah hobi Sari saat ini jika sedang dikamar, teringat segala hal yang telah ia lalui bersama Abra. Manisnya cinta yang dulu ia rasakan serta indahnya kemesraan yang mereka lalui seakan menjadi mata pisau yang tajam mencabik-cabik hatinya.

Ia sungguh tak menyangka jika kisah cintanya harus berakhir luka seperti ini, kini tinggalah dirinya yang terselimuti kesedihan dan penyesalan akan pengorbanan cinta yang sekejap ini.

Sari meraih cermin bulat berwarna pink, terlihat wajahnya di cermin itu. Pucat, layu, dan tak bersemangat sama dengan perasaannya saat ini.

"Sari.."

Suara di balik pintu menyadarkan Sari, ia segera merapikan dan mengikat rambutnya menjadi satu.

"Wati."

"Kamu gimana keadaannya?" Tanya Wati khawatir.

"Baik kok, tinggal lemas sedikit aja."

"Duh.. muka kamu kusem banget si say," ucap Wati membelai lembut wajah Sari.

Sari hanya tersenyum kecil, Wati segera masuk dan menutup pintu kamar dan menuntun Sari ke tempat tidur.

"Kamu tiduran ya, biar aku bersihin n pijetin wajah kamu biar lebih fresh," tawar Wati manis.

Sari menerima tawaran temannya ini, terlihat kini ia berbaring santai di kasur singlenya. Wati memulai aksinya menumpahkan beberapa tetes susu pembersih di tangannya lalu diaplikasikan ke wajah Sari, dengan lembut wati meratakan susu pembersih itu hingga mengenai seluruh wajah Sari.

Kini Sari tampak memejamkan mata menikmati gerakan tangan Wati yang menari-nari lincah di wajahnya sehingga merilekskan urat-urat di wajahnya yang menegang dari kemarin.

Wati memang gadis yang imut dan agak manja tapi ia sangat peduli akan teman-temannya, seperti saat ini ia tengah membantu Sari menghilangkan sedikit beban di wajah manis Sari.

"Kayaknya ketiduran ni," tanya Wati melihat Sari yang terpejam.

Tak ingin mengganggu kenyamanan tidur Sari, Wati mencoba mencari sendiri sesuatu di meja rias Sari.

"Nih dia," ucap Wati saat menemukan benda yang dicarinya.

Wati mengeluarkan sheet mask itu dari bungkusnya dan menempelkannya di wajah Sari yang telah ia bersihkan.

"Aku tinggal aja deh, kan itu aman sampai besok pagi."

Wati beranjak dari kamar Sari dan mematikan stop kontak lampu supaya tidur Sari semakin lelap.

"Met istirahat Sari" ucap Wati manis meninggalkan sahabatnya itu.