Sudah dua hari Renath bersekolah. Sampai sekarang, ia belum tau siapa yg meninggalkan tulisan itu di mejanya.
"Rasya.. Kau tau.. dua hari lalu.", ucap Renath membuka percakapan dengan Rasya.
"Ya?"
"Umm.. Ada yg meletakkan ini di mejaku. Kira-kira kau tau siapa?"
"Ha? Apa itu? Surat cinta yaaaa?"
"Bukan.. Isinya hanya kata 'hai'. Aku tak tau apa maksudnya."
"Espan.. santai aja kali sama gue. Ngomongnya ga perlu aku kamu gitu. Kayak orang pacaran aja."
"Um.. kalo gitu, kamu bisa panggil aku Renath aja tidak?"
"ahahahaha.. Oke deh.."
Sepertinya memang bukan bakat Renath untuk bisa langsung akrab dengan orang lain. Padahal sewaktu di Belanda, ia tidak tertutup pada orang lain. Mungkin hanya butuh adaptasi yg sedikit lebih lama.
Pelajaran hari ini akan cukup panjang. Karena ada ekstra yg harus di kejar Renath. Meskipun ia pintar, ternyata tetap butuh penyesuaian materi yg cukup berbeda antara pendidikan Eropa dengan Asia.
Setelah ekstra selesai, Renath bernapas lega. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Tapi lapangan masih ramai dengan siswa yg melaksanakan kegiatan ekskul. Terlihat salah satu anggota basket yg terluka atau mungkin terkilir? Sepertinya kakinya sangat sakit.
Masa bodo, Renath sudah terlalu sore untuk pulang. Jika sebelumnya ia tidak menelfon papanya, bisa saja mamanya panik dan mengunjungi sekolah lalu kemudian marah marah dengan bahasa Belanda. Ahahaha.
Renath bergegas menuruni tangga. Terburu buru ingin cepat sampai ke rumahnya. Tampak seorang anak laki laki yg baru keluar dari sebuah ruangan. Renath mencurigainya. Ia tau, tak sedikit siswa yg suka mencuri di dunia ini.
'Apakah ia baru habis mencuri sesuatu dari sana? tapi apa? kenapa harus tergesa-gesa? Mencurigakan sekali.', batin Renath.
Kemudian Renath berdiri di depan ruangan itu. Mencari tau ruangan apa itu.
Ternyata, itu ruang UKS. Ruangan itu sepi, jelas menjadi sasaran empuk pencurian. Renath berlari ke arah lapangan, mencari anak yg tadi tergesa-gesa. Entah bagaimana, anak itu begitu cepat. Tersisa anak basket terluka tadi, P3K dan teman temannya yg mengelilinginya.
"Siapa barusan?", ucap Renath.
Rasa penasaran Renath tak kunjung reda. Baru hari ketiganya sekolah, ia sudah melihat pencurian di sekolahnya. Renath bingung, apakah harus melaporkan ini atau tidak. Lagipula, ia tidak tau, apakah orang itu benar benar mencuri atau hanya membawa P3K yg ia lihat tadi. Atau P3K memang sudah di situ dari tadi. Entahlah. Pikiran Renath kusut. Mau pindah sekolahpun tidak mungkin. Baru 3 hari sekolah, masa iya sudah merengek pindah?
"What should i do?", ucap Renath di dalam kamar.
Hatinya tidak tenang. Renath mondar-mandir di dalam kamarnya. Gelisah menyerangnya sedari tadi. Hingga akhirnya mama Renath mengetuk pintu kamar putranya.
'Tok. Tok. Tok.!'
"Yes?", sahut Renath.
"Het is etenstijd. Alsjeblieft hier beneden. (It's time to eat, please down here)"
Mamanya memerintahkan dirinya agar segera turun ke bawah untuk makan malam bersama. Mamanya memang seperti itu. Kadang berbicara Belanda, kadang Inggris, kadang Indonesia. Meskipun bahasa Indonesianya lebih buruk dari Renath, tapi itu lumayan.
"Ja, mama (yes mom)", balas Renath dari dalam kamar.
Renath turun ke bawah dan menuju dapur. Di sana sudah ada mama dan papa yg menunggu Renath. Renath melemparkan senyum lebar kepada orang tuanya.
"Hey darling, are you happy with your new school?", tanya papa Renath.
"Helemaal niet slecht (Not bad at all)"
"Kenapa bisa seperti itu?"
"Terlalu banyak kejadian selama 3 hari ini."
Papa Renath hanya tersenyum. Tidak bertanya lebih lanjut tentang apa yg di khawatirkan Renath, putra satu satunya itu. Ia tau, Renath sedang berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri.
"Did you have new lover at your school?", tanya mama Renath kali ini.
"Never. I think it's better to have europe girlfriend than asian girlfriend.", jawab Renath.
"Kenapa, honey?"
"Karena mereka terlalu banyak bicara, banyak bertanya, bahkan ke hal privasiku. Bahkan ada yg bertanya, aku pernah menjalin hubungan sex atau tidak di Belanda.", celoteh Renath di depan orangtuanya.
"Isn't little too harsh, babe?", tanya mama Renath.
"Bahkan, mereka tak ada satupun yg meminta maaf padaku setelah bertanya hal itu."
Renath sebal. 3 hari belakangan ini, adalah permulaan dari segala kejutan yg akan didapatkan. Lucu sekali, Indonesia sungguh luar biasa.
Esok paginya, Renath jatuh sakit. Ia demam. Tubuhnya belum terbiasa dengan aktifitas barunya di Indonesia. Mengingatkan dirinya, ketika pertama kali bersekolah di Belanda.
'Renath, kenapa lo ga masuk sekolah?'
Tiba-tiba chat whatsapp masuk. Itu Rasya, si ketua kelas.
'Aku sakit demam. Sampaikan izinku pada guru kelas.'
Tak butuh waktu lama, Rasya membalas pesan Renath.
'Okay. Gue sampein ke wali kelas ya.'
"What?"
Renath sadar. Ini sudah pukul 8 pagi. Renath juga merasa heran. Cepat sekali Rasya membalas chat nya saat jam belajar seharusnya sudah dimulai. Apakah semua murid di izinkan menggunakan ponsel saat jam belajar berlangsung?
Seketika Renath merasa bersalah. Ia harap, Rasya tidak di hukum atau di skors gara-gara chat dari dirinya.
Renath memutuskan untuk tidur lagi. Berharap demamnya tak akan lama. Masih ada misteri yg belum ia pecahkan. Surat itu, dan pencurian.
Ada chat masuk dari seseorang, ketika Renath baru saja memejamkan matanya.
'Hei Renath. Kenalin, gue Firda. Maaf ganggu. Sebenernya gue mau bilang, gue naksir lu dari pertama kali ketemu.'
Renath dengan malas membuka sedikit kelopak matanya. Mengetahui siapa yg mengirimnya chat, ia membalikkan handphone nya.
"Satu lagi orang gila."