Setelah mendapat persetujuan. Knop pintu didorong dan menampilkan sebongkah daging cilik menggemaskan yang bergerak akttif. Pipi gembilnya naik tururn seirama langkah kaki yang tak sabaran menuju tempat sang ayah berada. Mengahangat hati Hakim bila melihat bongkahan cilik menggemaskan ini.
"Pelan-pelan, Sayang. Nanti jatuh." Tangan kekar berurat milik Hakim menangkap gadis ciliknya dan membawanya ke dalam pangkuan. Mengusap secuil cipratan air yang menempel pada pipi gembil gadis ciliknya. Bertanya pelan kelewat rendah, "Sudah lelah mainnya, Sayang?"
"Dak, beyum. Ibik Aci iyang kayo Ayah dah puyang. Jadi Inan mu cambut Anyah." Bibir mungilnya yang belum bisa mengucapkan kalimat dengan benar itu berkata tulus.
"Uuuh anak Ayah perhatian banget sih. Siapa yang ajarin hmm?" Hakim menciumi pipi gembil Kinan. Gadis ciliknya yang baru menginjak usia hampir angka tiga ini pandai sekali menarik atensi. Membikin lelahnya yang seberat tangki besi isian penuh lenyap seketika.
