"Tidak apa-apa, Umi. Mereka butuh belajar untuk pendewasaan diri. Mereka perlu mengetahui bagaimana kehidupan bergejolak mencari porosnya. Mereka perlu merasakan, bagaimana kehadiran sesorang dapat menjadi kekuatan untuk satu sama lain, dan bagaimana juga kehilangan membuat kita mengerti besar arti memiliki," ujar Abah menenangkan.
"Iya, Abah. Terima kasih telah selalu ada untuk umi dan anak-anak. Terima kasih telah menjadi imam yang baik dalam membimbing kami." Dielusnya punggung tangan Abah yang berpangku di bahunya.
"Sudah kewajiban Abah, Mi."
Umi melepaskan diri dari rangkulan abah. Menuju ke arah anak-anaknya berada. Ia ikut mendudukkan dirinya pada kursi panjang itu dan merangkul pundak Ratih.
"Ayo, sudah hampir Magrib. Kita siap-siap untuk solat. Mandi dan ambil air wudhu. Keluhkan dan serahkan semuanya pada Allah. Segala sesuatu, Dialah yang mengatur. Kita hanya perlu berikhtiar dan berdo'a."
Ratih memeluk Uminya erat.
~***~