"Mas Zibran. Mas Zibran, 'kan bukan boss. Mas, 'kan Cuma ketua tim perencanaan satu," ralat Selina dengan mulut penuh makanan.
"Emang gue bukan bossnya, tapi gue tetep atasan kalian. Jadi kalo mau masih kerja di sini mesti baik-baik ama gue."
"Dih, ogah. Yang ngegaji juga bukan," sarkas Erlina.
"Lo kalo kerja itu jangan protes mulu. Ntar gak kelar-kelar tuh kerjaan. Lagian, gue, 'kan udah baik hati mau beliin cemilan. Kurang baik apa lagi coba, gue sebagai atasan." Ia menyugar rambutnya khas cara orang kaya yang justru terlihat lebay.
Erlina yang melihatnya mendelik jijik. Ia membuka bungkus roti dan mulai menyantapnya perlahan dengan tangan kanan, lalu tangan sebelahnya ia gunakan untuk menggerakkan kursor—meneliti ulang hasil pekerjaannya.
"Gak ada tahu terima kasihnya banget. Udah dibeliin cemilan juga," gumam Zibran dengan suara yang sengaja dikeraskan.
"Ikhlas gak, sih? Perlu saya bayar?"