"Ih, Ratih. Hidungmu mampet ya sampe bilang keringet gini harum. Kebanyakan nangis nih kamu."
"Hmm, kamu sih sibuk kerja mulu. Jadi gak perhatiin aku."
"Uluh uluh, kok jadi manja gini?"
Ratih kembali menarik dirinya. "Udah ah, sana kamu mandi dulu. Yang lain bentar lagi pulang kayaknya."
"Dih, mode ibunya on lagi."—Erlina bangkit, ia merogoh tasnya dan menemukan sesuatu lalu disodorkan—"nih silver queen, lumayan buat nenangin perasaan. Buat nambah kadar kemanisan glukosa kamu juga tuh, biar gak mewek lagi."
Ratih mengambil cokelat yang disodorkan padanya. "Ih kamu mah gak nyambung."
"Yee suka-suka dong. Orang lidah aku yang ngomong," pungkas Erlina seraya berlalu menuju kamar untuk membersihkan dirinya. Meninggalkan Ratih yang hanya bergeming menatap kepergian sang sahabat, berpikir perlukah dirinya mengungkap segalanya pada Erlina atau tidak, yah pastinya tidak akan ada masalah, karena orang itu adalah Erlina. Sosok sahabat yang paing dikenalnya.