Ratih kembali pada fokus sebelumnya, ia menutup bukunya dan mengambil kertas hvs berisi rangkaian acara nanti. Ia memang telah biasa menjadi pembawa acara di setiap kajian pekanan ekskul Rohis ini, jadi ia hapal betul di luar kepala. Meski demikian, ia tetap membacanya ulang. Setelah sekali melihat dan membalik halamannya, Ratih menaruh kembali kertas itu.
Baru Ratih membuka kembali novel yang tadi dibacanya itu saat suara baritone seseorang yang teramat dihapalnya memenuhi indra pendengaran. Membuat jantungnya terasa berhenti sejenak lalu bekerja dengan ekstra, debaran aneh yang membuatnya nyaman.
"Pada tiap rangkaian aksara dalam syair do'aku
Terselip namamu diantara barisnya yang syahdu
Tak pernah absen kumengulang rindu yang bisu
Dan, ya, akhirnya…
Pena takdir merangkai namamu dengan namaku
Terbalut manis dalam ruang mahligai
Ragamu milikku dalam ikatan suci
Tetapi hatimu tak pernah menjadi milikku."