Telepon dalam genggamannya berderit, menandakan panggilan masuk. Ia berhenti dan melihat nama yang tertera di sana, nama pria yang baru saja meninggalkannya tertera di sana. Erlina mengerutkan kening, dalam hati ia bertanya apa yang dilakukannya pria itu menelponnya. Ia hendak mengabaikan dan melanjutkan langkah. Namun tatkala ia menegakkan pandangan, keningnya hampir saja menabrak dada bidang seseorang jika ia tidak mengerem mendadak tangan kekar seseorang tidak menahan keningnya. Mereka bahkan hanya berjarak satu langkah.
"Makanya kalo jalan itu liat depan!"
Erlina yang menyadari apa yang tengah terjadi segera melangkah mundur dan menjaga jaraknya. Ia menatap marah pada Zibran. Padahal sebab ulah pria itulah dirinya hampir menabrak, lalu sekarang pria itu menyalahkan dirinya dengan alibi semacam itu.