"Itu punya ane, Zam. Minuman antum sedang dibuatkan, nanti dihantar kemari."
"Kelamaan. Antum aja yang nunggu." Azzam menselonjorkan kakinya di atas meja kaca rendah. Kepalanya ia sandarkan pada leher sofa dan menengadahkan pandangan. Terbayang di kepalanya wajah malu gadis yang baru ditemuinya di Perpustakaan.
Karim yang memperhatikan tingkah Azzam tersenyum kecil sebelum menginterupsi, "Rupanya antum sudah bertemu dengannya. Bagaimana, Zam?"
Tanpa menoleh, Azzam menyahut malas. "Maksudnya?"
"Tadi, 'kan antum pergi ke perpustakaan buat mastiin orangnya. Jadi bagaimana?"
"Cantik. Persis seperti yang dikatakan profesor Hidayat."
"Antum sendiri pendapatnya bagaimana, Zam? Sesuai tidak sama selera antum?"
"Lumayan. Tidak kalah dari calon istri antum."