Ratih sedikit syok melihat siapa yang kini di hadapannya. Manik jelaganya bergerak liar mencari sumber kedatangan pria di hadapannya ini.
"Akhi datangnya dari mana?" tanya Ratih diluar dugaan..
"Dari parkiran."
"Bukan. Maksud saya, Akhi ngapain di sisni?" Ratih jadi syok sendiri atas pertanyaan yang terlontar dari mulutnya. Bagaimana ia bisa selalu menanyakan hal konyol setiap bertemu pria ini.
Azzam tersenyum simpul sebelum membalas, "Saya mengantar Danu ke sini."
"Danu sini!"
Yang dipanggil bersegera saja menghampiri. Meninggalkan tante-tante yang sudah kewalahan mengejarnya.
"Katanya mau ngenalin Om ke kakak cantik." Azzam mengingatkan Danu atas janji pria cilik itu saat masih di ruangan Karim.
"Asstagfirullah, Danu lupa. Maaf, Om." Danu menepuk jidatnya. "Om kenalin ini kakak cantik. Kakak cantik kenalin ini Omnya Danu," lanjut Danu mengenalkan dua orang yang memang sudah saling mengenal itu.
Ratih melirik Azzam dan Danu bergantian lau mengangguk singkat. "Begitu ya. Duduk dulu Akhi, maaf jika tempatnya kurang nyaman. Danu, ayo ajak Omnya duduk di sana." Ratih meminta Danu untuk mengantar Omnya duduk pada kursi beton bundar yang mengelilingi pohon karisen tua di pinggiran taman. Tempat yang biasa digunkannya untuk membedah isi buku bacaan bersama anak-anak.
Sementara Ratih menuju sebuah perumahan sederhana yang terdapat di pojok kanan Taman. Tempat itu berupa rumah sederhana yang disebelahnya berdiri perpustakaan yang diisi rak-rak buku saja.
Ratih keluar dari rumah tersebut dengan membawa serta ditangannya nampan berisi segelas air putih dan kopi hitam biasa dan sepiring pisgor dilumuri cokelat cair.
"Minum dulu, Akhi. Maaf adanya cuma ini." Ratih menaruh nampan yang dibawanya ke meja beton yang terdapat di sana dan menurunkan kopi hitam dan pisgor itu.
"Tidak perlu repot-repot. Saya ke sini hanya untuk mengantar Danu dan sekadar melihat saja. Tolong jangan kehadiran saya membuat Ratih jadi kerepotan."
"Sama sekali tidak merepotkan. Silakan dinikimati dulu," tawar Ratih mempersilahkan.
"Terima kasih banyak." Azzam menyeruput gelas berisi air putih. Pandangannya pokus pada sekumpulan anak yang duduk melingkar dengan derai tawa melingkupi. Diantaranya ada Danu, Erlina dan Maryani sebagai tokoh utama pentas comedi yang tercipta. Entah apa yang dibahasnya sampai mengundang derai tawa seperti itu.
"Sudah berapa lama tempat ini didirikan?" Azzam membuka suara. Bertanya basa-basi untuk mengisi keheningan yang tercipta.
Ratih yang duduk tidak jauh darinya menoleh sebentar dan kembali mengalihkan pokusnya pada bundaran yang terlihat menyenangkan itu. "Baru satu tahun setengah," jawabnya singkat.
"Apa tempat ini memang dibentuk seperti ini?"
"Ya. Persisi sebagai mana yang Akhi sendiri lihat. Tempat ini di buat untuk mereka yang berkeinginan belajar. Tidak peduli dari kalangan mana mereka berasal. Semuanya berbaur menjadi satu hingga tidak ada yang merasakan perbedaan kasta dalam diri mereka. Meski jika dilihat dari luar jelas perbedaan itu nampak mencolok mata. Tetapi dalam diri mereka tidak ada tembok yang bernama kasta menghalangi, mereka bercengkrama seperti saudara sebagaimana mestinya." Ratih menjeda sejenak dan menoleh ke arah Azzam. Ia yang tadinya akan melontarkan kalimat panjang lebar jadi terhenti. Sebab dari tempat pria itu, Azzam menatap lekat ke arah dirinya.
Ratih menundukkan pandangannya dan berbicara asal, "Mau ikut bergabung?"
"Boleh?"
Tadinya Azzam berniat untuk menanyaan banyak hal. Tapi melihat bagaimana tingkah gadis di hadapannya. Ia jadi mengurungkan niat. Terlihat jelas sekali jika sebelumnya ia tak pernah berinteraksi lama dengan lawan jenis.
"Tentu."