FLASHBACK MASA LALU: 2018
Orangtua yang kini menjabat menjadi Presiden di Tanah air ini memegang Kepala nya. Tanda sangat pusing memikirkan ini semua.
"Mas, ayo kita tambah orang buat cari Sean. Ini gak akan berhasil kalau cuma mengandalkan anak buah kita,"
Ibu Negara juga kini sedang menahan tangis akibat Putra satu-satunya itu hilang dari kemarin Sore.
Sean memang sedang menginap dirumah Neneknya, tapi saat Orangtua nya datang untuk menjemput, hanya disuguhkan Yumi-- Nenek Sean sedang menangis diruang tamu.
"Itu lho.. Sean gak ada dikamar nya. Dia juga gak pamit mau pergi keluar karena Ibu lagi siapin makan Malam, tiba-tiba dia gak ada dan ada bercak darah juga. Ibu bener-bener tidak tahu kemana dia pergi." Tangis Nenek Sean mulai membesar.
Papa dan Mama Sean segera mencari ke seluruh penjuru Rumah, hasilnya nihil, bahkan bercak darah yang mengering masih tertempel di dinding Kamar yang biasa Sean tiduri.
"Mas, ayo lakuin sesuatu!"
Papa seperti sibuk menelpon bawahannya, dan tentu saja Bawahannya akan menerima perintah Presiden ini dengan sepenuh hati.
"Lebih baik kita pulang dulu, kita harus prepare untuk rapat kita sama Para Menteri di Jepang, Ma."
"Kamu saja yang pergi. Aku mau cari Sean!"
Sifat egois dan tidak mau dibantah yang mirip sekali dengan sifat Sean memang berasal dari Mama nya. Persis.
"Bu, kami pulang dulu ya. Ibu jangan sering nangis, kita akan temuin Sean."
Pria itu melangkah cepat menyusul Istrinya yang sudah berada di Mobil sedari tadi.
"Sean, kamu dimana Nak?" lirih Meetha sambil melirik kearah luar Mobil.
Walau mereka memang jarang bertemu, tapi Meetha sangat menyayangi Xasean, anaknya.
Sean adalah makhluk hidup yang paling ditunggu oleh Meetha. Setelah 10 tahun menjalani pernikahan, ia baru mendapatkan Sean. Ini semacam anugerah terindah yang akan Meetha ingat untuk waktu yang sangat lama.
Semenjak saat itu 2018, sekarang tahun 2020, Sean belum kembali pada Orangtua nya. Apa lelaki itu tau kalau Papa Mama nya selalu merindukan anak itu?
Sebenarnya, Sean bisa ditemukan, bahkan tempat tinggalnya sangat mudah untuk ditemukan, tapi Sean belum berniat untuk kembali pada mereka, ia menikmati kesendirian, ralat, ia menikmati waktu bersama Sanell dan.. Senada?
Semenjak saat itu juga, Xasean bahkan lupa wajah Orangtua nya. Yang bisa Sean lakukan untuk mengingat mereka adalah mencari kata 'presiden' dalam pencarian Google nya.
Tentu yang muncul adalah foto deretan Presiden dalam waktu ke waktu. Dengan begitu ia bisa mengingat kembali kepingan ingatan tentang Orangtua nya.
Sean bukan terjebak, Sean juga bukannya tak bisa keluar. Sean hanya menyembunyikan diri.
Sean akan kembali.
***
MASA KINI: 2020
"Saya mau ke Supernarket dulu ya. Jangan pesan makan sebelum saya pulang."
Minggu pagi yang cukup menyenangkan bagi Sena. Ia bisa kembali memasak. Memasak itu menyenangkan baginya, apalagi peralatan disini cukup lengkap, membuat Sena tambah semangat.
Sena sebenarnya berbicara dengan Sanell, lelaki itu -- Sean, masih terlelap dalam mimpinya.
Sanell yang sedang memainkan Laptop hanya mengacungkan jempol membalas perkataan Sena.
Sanell tipe orang yang tidak banyak bicara, tapi entah kenapa ia bisa berteman dengan Sean si orang yang selalu memerintah. Bahkan satu Rumah.
Setelah memastikan Sena keluar dari Rumah, Sanell berlari kelantai atas untuk membangunkan Sean, si Tuan Rumah.
"Bangun!"
Bukan orang yang susah dibangunkan, Sean rentan sekali terhadap suara kencang.
"Bangun, gue mau ngomong." Sanell memukul bahu Sean, mau tak mau lelaki itu harus bangun.
Jika Sanell membangunkan nya seperti ini, hanya ada 2 hal.
1. Ada urusan mendesak.
2. Memberi tau jika Sanell akan pergi beberapa hari.
Opsi kedua sangat sering terjadi belakangan ini.
"Apa?" saat Sean sudah sepenuhnya duduk diatas Kasur, Sanell langsung menatap tajam Sean.
"Muka lo perlu disetrika kayaknya."
"Kenapa bawa orang asing kesini, Xasean? Lo tau kan ini tempat yang jadi rahasia? Si Sena-Sena itu orang asing, gimana kalau dia kasih tau temen-temennya soal tempat ini?"
Sean hanya memberikan wajah datar, pagi ini topik pembicaraan nya adalah Senada?
"Sena bukan oran asing, San." Sangkal Sean pelan.
Sanell tambah menajamkan matanya. "Kata siapa? Kata lo? Dia tuh nggak asing buat siapa? Buat lo? Lo suka sama dia?"
Sean memandang Sanell tidak suka, Sanell keluar dari jalur pembicaraan.
"Ngelantur? Gak usah bilang yang engga engga deh. Mending sekarang lo keluar," mata Sean melirik kearah Pintu, mengusir Sanell secara halus.
Mau tak mau Sanell harus melangkah keluar, Sean adalah Lelaki yang tidak bisa dibantah.
Sanell menghentikan langkahnya, lalu menatap Sean yang sudah membaringkan tubuhnya lagi.
"Inget, Sena bisa jadi orang yang bahaya buat kita."
Sanell mencium aroma Bawang goreng saat ia menuruni lantai, "Udah pulang ternyata," gumamnya kala melihat Sena sedang berkutat dengan alat-alat masak nya.
"Saya hari ini mau buat Rendang, kalian suka gak?" Sena berbicara pada Sanell.
Sanell menatap punggung perempuan itu, bagaimana bisa Sena berbicara tanpa menoleh pada lawan bicaranya? Perempuan aneh.
"Apa aja suka," jawab pelan Sanell.
Sena yang peka sekali terhadap suara kecil, hanya mengangguk mengiyakan.
Selagi menunggu Dagingnya empuk, Sena memberanikan diri mendekati Sanell.
"Umur kamu berapa?" tanya Sena santai sambil membuka Toples berisi Permen itu.
Sanell melirik Sena, "24 tahun."
Sena mengangguk, "Ohh, lebih muda dari saya ternyata." Jawabnya sambil tertawa kecil.
"Lo berapa?"
"30."
Sanell memelototkan Mata nya, what the hell she's 30 years old?!!!!
"F*ck she's face really young like 20 years old," Sanell sedikit mengumpat. Fakta terbaru bahwa perempuan cantik itu berusia 30 tahun. Seharusnya Sanell lebih bersikap sopan padanya.
"Saya sudah kepala 3, keliatan umur 20 an ya?"
"Lo beda satu tahun sama Sean," Sanell bergumam sambil mengingat umur lelaki itu bulan depan adalah 32 tahun.
"Memang dia berapa? 31?" penasaran Sena sambil menggigit Permen kecil itu.
"Iya, bulan depan 32."
Sena tertawa kecil, "Dia om-om ya, pantesan."
"Gue maksudnya?"
Sena refleks mengalihkan perhatiannya pada Sean yang baru saja turun dan terlihat seperti habis mandi.
Seperti biasa, Kemeja Satin dan Celana bahan panjang itu menjadi outfit Sean setiap hari sepertinya.
"Gue mau pesen mak--"
"Kok pesen?" sela Sena, kenapa dua perempuan itu sangat sering memberi tatapan tajam pada Sean?
"Saya lagi masak Rendang. Tunggu sebentar, udah matang."
Sean menatap Sena, hari ini perempuan itu tampak sedikit cantik dengan balutan Dress katun bewarna Matcha.
Sean menggelengkan kepalanya kala mendeskripsikan bagaimana cantiknya Senada. Tidak boleh seperti ini.
"Gue mau makan," kata Sean menyusul Sena. Sanell masih terdiam ditempatnya.
Sean menghampiri Sena, menatap lagi gerak-gerik nya mulai dari memindahkan Rendang ke Mangkuk, bagaimana ia mencicipi rasa, bagaimana ia menguncir Rambut.
Untuk hari ini, Sean cukup terpana dengan pesona yang Sena punya.
"Liat apa?" tanya Sena sambil menatap balik Sean, Sena juga seperti perempuan kebanyakan yang jika ditatap lawan jenis menjadi salah tingkah.
"Liat lo,"
"Kok saya? Eh kamu mau cicipin ini gak? Menurut kamu ada yang kurang gak?" Sena menyodorkan Sendok yang terdapat kuah kental dari Rendang itu.
Dengan disuapi Sena, Sean tentu mengiyakan, "Gak enak,"
"Halah, bohong. Orang enak gini kok," kesal Sena sambil membanting sendok itu pada Mangkok.
"Gak usah dimakan kalau gak enak," pelan Sena, ia menyendok nasi yang baru saja matang itu pada piring, ia lapar.
Sean mengambil Piring, memang bohong sih, Rendang yang dibuat Sena ini sangat enak, apalagi diberi tambahan bawang goreng, jika setiap hari seperti ini, Sean tidak akan keluar Rumah.
"Katanya gaenak," gerutu Sena saat melihat Sena makan dengan sangat lahap. Lelaki yang penuh gengsi.
"Saya boleh tanya?"
Sean menatap Sena sekilas, "Jangan bicarakan hal pribadi."
"Xasean, kamu.. Xasean yang hilang, 'kan?"