Chereads / 364 Days / Chapter 2 - Salam Kenal, Ya

Chapter 2 - Salam Kenal, Ya

Sena berdiri, badannya mendadak kaku. Rumah ini.. Sangat berantakan. Banyak barang-barang yang harusnya tertempel ditembok tapi malah berserakan dilantai.

Sena mulai menyesali perbuatan yang bahkan belum mencapai satu menit itu. Lebih parahnya lagi, Perempuan diatas Sofa yang sepertinya sedang mengguntingi kuku itu diam saja melihat ini semua.

Sebagai perempuan yang agak tidak nyaman dengan suasana berantakan dan kotor, tentu saja Sena menyesali untuk berkata 'deal' pada lelaki tadi sebelum melihat isi Rumah ini terlebih dahulu.

Sena memejamkan matanya, berusaha sabar dan membangkitkan semangat membereskan ini semua walau sekarang sudah pukul 19:30 itu.

"Sapu dimana? Pel? Saya gak bisa tinggal disini kalau dalem nya kayak gini," Sena menghampiri Sean yang sedang duduk dihalaman depan Rumah itu.

"Biar pembantu beresin, beresin aja pakaian lo."

Sena kembali memejamkan matanya, lelaki ini sungguh menyebalkan. Tapi hanya sedikit.

"No, just tell me where."

Sean melewati Sena dengan menatap tajam, menurut Sean juga perempuan ini menyebalkan. Tak menuruti perkataannya.

"Eh? Siapa?" datar ekspresi perempuan itu kala melihat Sena membuntuti Sean kearah belakang.

Sean melirik Sanella yang memberikan tatapan introgasi pada Sena. "Sewa kamar,"

Sanella malah semakin tajam melihat Sena, membuat Sena sedikit tidak nyaman dengan tatapan itu. Sangat tidak bersahabat.

"Halo, salam kenal ya. Saya Senada," sikap ramah terhadap orang baru memang selalu tumbuh dalam kepribadian Sena.

Sanella hanya melirik uluran tangan itu, lalu melenggang santai sambil memeluk Chiki keju yang sedang dimakannya itu.

Sean seperti mengerti perasaan Sena, "Ayo," alihkan perhatian Sena adalah hal yang pertama harus dilakukan.

"Omong-omong, disini kalian cuma tinggal berdua?" maksud Sena adalah Sean dan Sanella.

Sean membuka ruangan khusus alat-alat pembersih itu, menyuruh Sena masuk terlebih dahulu dengan gerakan kepalanya.

"Iya," jawab Sean dengan singkat dan ringan. Seperti tidak mau menjelaskan lebih tentang kedekatan Sean dan Sanell.

"Pake Vacum aja, capek kalau pake sapu." Titah Sean sambil melipat tangan dn bersandar pada dinding.

Sena mengambil Robot Vacum itu, lalu alat Pel dan Kemoceng. "Katanya ada Pembantu, tapi Rumah kok berantakan kayak gini,"

Misuh Sena, sejenak Sean termenung, perempuan ini cerewet sekali dari pertama mereka bertemu.

"Dateng satu minggu sekali buat cuci, selebihnya enggak. Gue sama Sanell juga lebih sering beli makan daripada buat,"

Sena dengan tangan multifungsi nya membawa Vacum, Pel, dan Kemoceng itu memandang tajam Sean. "Kebanyakan duit ya? Mulai besok, saya yang masak."

"Saya gak izinin kamu jadi tukang masak disini. Beli aja,"

"Belum coba masakan saya ya? Besok saya mau masak, gak ada bantahan. Kalau kalian gak mau yasudah," Sena tak ambil pusing lalu mulai memunguti Gunting Kuku dibawah, lalu Bungkus-bungkus Kopi instan, lebih parahnya, bungkus Popmie yang dalamnya masih ada sedikit Mie pun, belum dibuang.

Tolong bilang pada Sena jika semua ini mimpi. Menempati Rumah yang kotor sama sekali bukan style Sena, ini adalah mimpi buruk. Ya, tepat sekali.

"Oh ya, ada ruangan satu disini yang gak boleh lo masukin. Pokoknya jangan pernah penasaran, ya."

Setelah mengatakan itu, Sean berjalan pergi dengan santai sambil memasukan tangannya dalam saku celana yang kebesaran itu.

"Siapa juga yang mau penasaran," gumam Sena yang tidak teralihkan, perhatiannya masih pada barang-barang berantakan itu.

Untungnya barang-barang itu berukuran kecil dan sedang, jadi Sena tak repot-repot untuk memanggil Sean untuk memintai bantuan.

"Selesai!"

Sena berujar sambil merebahkan tubuhnya pada Sofa bewarna abu tua itu. Pukul 22:00.

Dipikir-pikir, hari ini atau tepatnya malam ini, banyak sekali hal yang terjadi. Sena menggeleng ngeri jika Sean tak datang untuk menolongnya. Pasti ia sudah dalam masalah besar.

Ia selalu bersyukur kala mengingat dirinya dikelilingi orang baik walau ia sendirian.

Ia akan bersyukur untuk waktu yang lama.

"Duh, laper. Ada apa ya di Dapur?" langkah Sena melambat mengingat Sean dan Sanell yang katanya lebih suka memesan makanan. Pasti tidak ada makanan disini.

Sena membuka lemari yang dikhususkan untuk menaruh makanan, lalu ke Kulkas, tetap tidak ada. Hanya ada angin.

"Kita jarang taruh makanan disini."

Celetukan itu membuat Sena cukup terkejut karena Rumah ini terbilang sangat sepi.

Sanell membuka Sepatunya sambil mengambil minum. "Lo bisa pesen kalau laper,"

"Ehm, kalian udah makan?" tanya Sena ragu. Ia mungkin akan tidak enak kalau harus makan sendirian.

Sanell menatap Sena intens, jika dilihat lihat, Sena itu mempunyai wajah yang unik, freckless disekitar Hidung nya lah yang membuat unik. Tipe wajah Sena menurut Sanell itu tipe-tipe wajah yang lemah dan sering ditindas. First Impression from Sanell to Sena.

"Udah." Singkat Sanell lalu membalikan tubuhnya menuju Kamar.

Sena terdiam, sejak pertemuan pertama mereka tadi, Sanell seperti tidak suka dengan kehadiran Sena. Tapi entahlah, mungkin ini hanya perasaan Senada.

"Laper?"

Sena kembali terkejut dengan kedatangan Sean yang berpenampilan sedikit santai dibandingkan tadi. Kolor polos bewarna putih dan Kaus hitam polos berlogo kecil yang bertuliskan namanya.

Sena mengangguk kecil, "Saya belum sempet makan tadi." Sena sedikit memberi info.

"Gue pesenin. Mandi,"

Lagi-lagi, Sean selalu pergi ketika Sena mau menjawab perintah itu. Seakan Sean jika berdekatan dengan Sena menimbulkan gelaja aktif atau semacam itulah.

"Haduh, negative terus deh pikiran kamu!" gerutu nya lalu melengang kearah Kamar yang ia sewa itu.

Kamar beserta Kamar mandi itu cukup membuat Sena puas, karena sebagai orang yang sering pipis alias orang yang gak bisa nahan pipis, tentu ini menjadi kepuasan tersendiri bagi Sena.

Menghabiskan waktu 15 menit untuk mandi dan segala macam, kini Sena keluar dengan style untuk tidurnya.

Celana panjang dan tanktop bewarna hitam membalut tubuh itu.

Sena beranjak ke Balkon untuk melihat pemandangan yang cukup bagus jika dilihat malam seperti ini.

Saat sendirian seperti saat ini, Sena selalu berpikir, apakah ia mempunyai Orangtua? Kalau punya, bagaimana wajah mereka? Berapa usia mereka sekarang? Apa mereka hidup dengan baik dan nyaman? Sena selalu penasaran dengan itu semua.

Sena juga sama seperti beberapa orang, punya rasa iri, punya rasa ingin dimiliki. Senada ingin punya Ibu, Senada ingin dibuat bekal makan oleh Ibu, Senada ingin dijemput oleh Papa. Tapi hanya satu hal yang Sena ketahui; ia tak akan pernah mendapatkan itu semua.

Ditengah pikiran itu semua, Sena baru teringat kalau dirinya tak tahu nama Lelaki yang sekarang sedang memesan makanannya itu!

"Nama kamu siapa?"

"Ah enggak, terlalu lebay."

Sena mencoba beberapa gaya untuk mengajak Sean berkenalan. Sungguh, ia tidak mahir dalam hal seperti ini.

"Nama lo?"

"Oke, kayak gini aja. Simple but gue keliatan kayak lebih keren," Sena becermin sambil menyisir rambut sepanjang pundaknya itu.

"Makanan lo dateng."

Ujaran singkat itu cukup membuat Sena kewalahan karena pakaian nya saat ini. Ia harus makan disini dan tidak menemui lelaki itu pada malam hari.

"Taruh depan pintu! MAKASIHHHH."

Sena harus berteriak agar bisa mengusir lelaki itu. Setelah diam beberapa menit, Sena yakin lelaki itu sudah pergi.

Sena membuka pintu dengan perlahan tanpa melirik kearah lain, pandangan nya hanya pada sekotak Nasi Goreng didepan Pintu.

"Bilang apa?"

"ANJIR!"

Sena terlihat sangat terkejut kala melihat Sean bersandar di dinding depan Kamar nya.

Sena menutupi bagian atas tubuhnya dengan kedua tangan yang salah satunya memegang Nasi Goreng itu.

"Lo yakin tidur nya kayak gini?"

Mata Sean meneliti dari kepala hingga bawah kaki Sena. Sialan, dia lihat apa sih?!

"Iya, by the way, makasih lho. Saya masuk ya, goodnig--"

"Kalau tidur pake tangan panjang. Disini dingin kalau malem."

Sean kembali kearah Kamarnya seperti biasa. Memotong pembicaraan Sena, tukang perintah juga.

Sena menatap bingung Sean, tentu saja ia akan mengabaikan perintah itu. Memangnya dia siapa berani memerintah Sena?!

Sena menyalakan TV dekat Ranjangnya, perpaduan yang sempurna. Makan dan menonton Televisi adalah perpaduan yang pas menurut Sena.

Salah satu Clickbait berita itu mengalihkan perhatian Sena.

"Kehilangan putra tercintanya, Presiden di tanah air ini meminta Kasus hilangnya Xasean diperpanjang hingga menemukan titik terang."

Sena terdiam kaku. Sudah 2 tahun, kasus ini belum juga menemukan titik terang. Sena hampir bosan.

Sebelumnya, Sena biasa saja karena tidak mengenal lelaki yang hilang tersebut.

Tapi sekarang, rasanya aneh.

Lelaki hilang seperti yang diberitakan tadi, baru saja membelikannya Nasi Goreng.

"Xasean? Orang yang hilang sejak 2 tahun yang lalu?"