Kulitnya yang putih hampir transparan, wajahnya yang manis dan halus, tubuhnya yang tinggi ramping, bulu matanya yang panjang dan lentik. rambutnya yang ditata rapi dan terasa halus, serta bola mata coklat mudanya yang memikat.
Satu kata untuknya.....'sempurna'.
Namanya Oikawa Tooru
Orang yang ramah, selalu tersenyum dan sangat baik namun tidak denganku, entah mengapa dia membenciku dan selalu mengejekku.
Awalnya hanya rasa kagum, saat ada kesempatan aku mulai berani mendekatinya, memintanya mengajariku service-nya.
Mengenalnya...., Aku merasa dia cukup lucu dan menyebalkan pada waktu yang sama.
Miwa bilang itu cinta pandangan pertama, namun aku hanya tersenyum padanya, sampai suatu saat aku sadar, dia benar, dan aku takut.
Aku hanya seorang adik kelas tahun pertama yang introvert dan pemalu, kadang kasar dan canggung.
aku rasa dia tidak akan pernah merasakan hal yang sama, dan itu adalah pukulan terberat yang aku rasakan, selain karena dia membenciku
Suatu hari aku berani mencoba, mengajaknya jalan 3 bulan sebelum kelulusannya, dan entah keajaiban apa yang terjadi tapi dia setuju.
Kami menghabiskan hari di perpustakaan, karena kami suka membaca, dia suka fiksi ilmiah, alien, luar angkasa dan aku suka novel sport terutama tentang bola voly.
Lalu siangnya dia mengajakku makan, disebuah resto dengan taman bunga tulip dan danau buatan yang indah.
Kami menghabiskan sore di sana dia memotret beberapa serangga dan aku pergi melihat tulip. Dari jauh, dapat ku rasakan bagaimana wajahnya berubah-ubah membuat ekspresi lucu dan lucu setiap melihat serangga yang menurutnya aneh.
Dalam hati aku hanya bisa meringis sedih dan tersenyum padanya, meskipun sakit.
Ku alihkan bola biru gelap ku kearah lautan bunga tulip. Aku melihatnya, tulip kuning yang cantik yang sedang disiram oleh pelayan resto.
Aku mendekati petugas resto itu.
" Bolehkah saya memetik beberapa tulip kuning yang cantik itu," tanyaku dengan senyum.
" Boleh saja tuan, tapi...., Kenapa yang kuning, bukanya yang merah, saya liat anda menyukai tuan di sana." Tanya pelayan itu dengan alis terangkat dan senyum manisnya.
" Apakah begitu...., Memang apa salahnya warna kuning ini," tanyaku main-main.
" Tergantung, siapa yang memberi dan apa isi hati orang yang memberi-"
" Tulip kuning berartikan keceriaan dan persahabatan yang sangat erat, tapi bisa juga berartikanadalah cinta yang tak berbalas atau ditolak-"
"Dan saya harap bukan arti yang kedua," ucap pelayan itu dengan senyum tulus.
" Aku hanya tersenyum simpul, tanpa ku sadari air mataku tumpah, aku menghargai pelayan itu, atas semua yang iya ucapkan.
Pelayan itu berjalan beberapa langkah lebih dekat padaku, dan mengulu1rkan sebuah saputangan biru pudar dengan aksen sulaman bunga tulip putih di atasnya.
" Silahkan nikmati waktu anda dan simpan saja itu....,dan saya harap....., Anda menemukan kebahagiaan, "
" Ou dan satu lagi, aku rasa tulip putih lebih cocok-"
" Itu melambangkan ketulusan cinta yang mendalam serta kesucian, namun itu bisa berartikan berduka dan belasungkawa juga,"ucap pelayan itu sambil berjalan menjauh kedalam resto.
" Saya pasti akan memberikan itu, tapi bukan sekarang," ucapku bagai bisikan.
Akupun pergi memetik 5 tangkai bunga.
"Satu"(untuk rasa cinta ku yang tak terbalas)
"Dua" (untuk ketakutan ku yang mendalam)
"Tiga"(untuk persahabatan ku yang tidak pernah di terima)
"Empat"( untuk kebenciannya yang besar)
" Dan Lima"( untuk melupakan dan memendam)
Setelahnya aku berjalan menuju Oikawa yang tertidur.
" Oikawa-san, untukmu," ucapku sambil menyodorkan bunga itu dan berdiri beberapa langkah dari tubuhnya.
" Tulip?, Untuk apa itu Tobio-chan," ucapnya dengan suara serak dan mata yang mengantuk.
" H-Hadiah pertemanan," ucapku ragu dengan suara kecil seperti bisikan, namun Oikawa pasti mendengar, karena dia mengangkat alisnya dan mengerutkan nya.
" Kami tidak..., Tidak berteman Tobio-chan," ucapnya datar.
Seketika lidah ini terasa kelu, semua kata-kata yang ku susun hilang entah kemana, rasanya sesak, seperti seluruh oksigen di renggut dariku.
"A-aku tau..," ucapku pelan dengan rasa pahit didalamnya.
" Tapi terima saja, ucapan terimakasih, dan aku akan pulang, sampai jumpa Oikawa-san," ucapku cepat lalu berlari pergi dengan tanganku yang mencengkram erat tali tas.