Hari itu, gempa besar mengguncang seluruh bagian bumi. Rumah-rumah hancur dan gedung pun runtuh. Tidak ada pihak mana pun yang dapat membantu karena seluruh dunia mengalami krisis besar.
Hari itu adalah hari kiamat.
Dunia ini hancur bukan karena gempa. Bukan karena gunung berapi yang ikut meletus saat magmanya terguncang oleh lempeng bumi yang bergerak dengan liar. Bukan juga karena ombak laut yang naik dan kemudian menyapu daratan sekitarnya.
Lantas, apakah itu disebabkan oleh ledakan nuklir dahsyat yang terjadi karena kebocoran saat gempa tersebut terjadi dan membakar seluruh negara? Atau karena peluruhan radioaktif yang mengikutinya? Itu juga bukan masalahnya.
Pada hari itu, sebagian besar manusia yang hidup diselimuti oleh hawa hitam. Setan mengambil alih jiwa mereka dan mengubah mereka menjadi monster. Menelan mayat di sekitarnya dan menjadi kuat karena menyerap radioaktif yang menyebar di seluruh dunia.
Di sisi lain, keberadaan monster itu menguntungkan manusia karena mereka menyerap radioaktif yang ada sehingga mereka tidak mati karena menghirupnya. Namun, hal itu menjadi ancaman yang baru. Mereka harus bertahan hidup seraya melindungi diri dari monster tersebut.
Mereka yang berusia kurang dari lima belas tahun sudah pasti tidak berubah menjadi monster saat itu. Akan tetapi, pengalaman mereka masih sangat terbatas dan mereka belum dewasa. Sulit untuk bertahan hidup sendirian. Apalagi apabila ada di antara mereka anak-anak kecil dan balita.
Hanya ada segelintir manusia yang berusia lebih dari lima belas tahun yang tidak berubah menjadi monster. Bersyukur jika mereka bertemu dan dia mau membantu para anak-anak itu. Sayangnya manusia juga memiliki keserakahan dan sikap egois di mana mereka tidak mau berbagi dengan siapa pun.
Dunia ini menjadi tempat yang sangat keji. Manusia jatuh dalam keterpurukan. Satu persatu dari mereka mati baik karena luka fisik atau tekanan mental yang berat. Kemudian, para monster akan segera melahap jasad mereka. Hanya tinggal menunggu waktu hingga seluruh manusia menghilang dari muka bumi.
Satu setengah tahun setelah kiamat, radio yang masih berfungsi dan sedang menyala akhirnya menyiarkan sesuatu. Dia yang berada di balik siaran tersebut memberikan solusi untuk bertahan hidup. Ini adalah kabar menggembirakan yang memberikan manusia yang tersisa kesempatan untuk hidup apabila dapat melakukannya dengan baik.
"Halo, para pendengar. Apa kalian masih hidup? Saya harap kalian baik-baik saja." Suara lembut dari pria itu selalu menyapa pendengarnya. "Kali ini saya akan mengulang kembali dasar dari bertahan hidup dan memberikan kalian informasi penting yang harus diketahui."
Untuk bertahan hidup, mereka harus memiliki persiapan yang matang. Sebagai langkah pertama, mereka yang bertahan hidup harus mengetahui posisinya dengan melihat ke arah bintang atau merasakan arah angin.
Pergi ke supermarket atau pusat perbelanjaan yang masih bisa dimasuki. Meskipun hancur, masih banyak barang-barang yang berguna di sana. Pakai pakaian yang layak dan cocok untuk digunakan, ambil persediaan makanan dan air, serta terus membawa radio untuk dibawa ke mana pun. Tidak lupa senter, jas hujan, dan baterai cadangan.
"Jika pendengar mempercayai saya, pergilah ke lokasi-lokasi yang telah saya sebutkan. Lokasi tersebut tidak disentuh oleh monster. Bawalah senjata untuk melindungi kalian sendiri. Entah itu tongkat bisbol atau barang sebuah ketapel, baik orang tua ataupun anak kecil jangan sampai tidak membawa apa-apa untuk melindungi diri."
Siaran tersebut selalu diulang-ulang setiap hari agar yang belum bisa mendengarnya pun mendengar. Selain dasar bertahan hidup, pria yang tidak dikenal itu juga memberikan informasi tambahan yang mereka butuhkan.
Misalnya seperti perkiraan cuaca untuk hari tersebut dan bagaimana menghadapinya, atau cara memperbaiki radio ketika rusak. Pria itu juga memberi tahu bagaimana mereka harus merawat luka-luka. Adapula tentang memilih tempat persembunyian yang aman untuk bermalam. Serta yang paling penting adalah mengenai monster yang menghantui para manusia.
"Monster itu ... saya tidak tahu kalian menyebutnya apa, tetapi saya menyebutnya 'borderline'. Saat apokalips, hampir seluruh orang yang berusia lebih dari lima belas tahun berubah menjadi borderline. Namun, bukan berarti kalian tidak bisa berubah sewaktu-waktu."
Pria itu tidak menyebut kiamat, melainkan apokalips. Itu kata yang jarang untuk diucapkan kecuali jika berbicara mengenai film genre tersebut. Kira-kira, dua tahun sudah berlalu setelah hari itu. Sekarang adalah masa pasca apokalips.
"Mungkin kalian yang bergerak secara berkelompok melihatnya sendiri bahwa kita dapat berubah juga menjadi makhluk mengerikan seperti itu suatu saat nanti."
Pendengar siarannya yang mengalami hal itu menggigit bibirnya. Hal tersebut terlalu mengerikan untuk diingat. Namun, mereka harus tetap tenang dan jangan terlalu berlebihan. Mereka mempercayai perkataan pria itu karena telah melihatnya sendiri. Sebagian yang lain percaya karena tidak ada pilihan lain yang bisa mereka ambil
"Borderline lahir karena ketidakstabilan emosi manusia. Saya tahu kondisi ini sulit untuk diterima dan kalian sangat terguncang, tetapi jika kalian ingin tetap hidup, kalian harus tetap tenang. Tidak apa-apa untuk menangis atau ketakutan. Itu adalah hal yang wajar. Akan tetapi jangan membiarkan emosi tersebut terlalu larut."
Wanita yang telah kehilangan seluruh rekan-rekannya karena satu persatu dari mereka berubah menjadi monster menutup wajahnya. Ia menangis sesenggukan karena sedih seluruh orang yang dia kenal sudah tidak ada lagi.
Anak laki-laki yang berjalan sendirian dan berjuang mati-matian menghindari monster meringkuk di celah antara reruntuhan. Tubuhnya gemetar karena ketakutan yang dia alami bagai mimpi buruk selama ia berjuang sendrian.
Pria yang menjadi penyiar itu tidak menyuruh pendengarnya untuk bersikap berani atau melarang mereka untuk menunjukkan emosi. Itu adalah hal yang wajar setelah semua yang mereka alami. Suara lembutnya memberikan penghiburan, menguatkan mereka untuk bertahan hidup.
"Jika kalian bertemu dengan orang lain, bentuklah kelompok dengan mereka. Dengan begitu, kalian tidak akan kesepian dan lebih mudah untuk menghadapi borderline. Lagipula kita adalah manusia, yang memiliki kemanusiaan."
Pria itu selalu berpesan demikian saat hendak menutup siaran panjangnya. Namun, kali ini ada hal yang berbeda. Suara penyiar itu tergantung di udara, siarannya masih belum diakhiri seperti biasanya.
"... Saya tidak tahu apa ada yang sudah sampai di sana atau tidak, tetapi percayalah di sana kalian akan aman. Kita tidak akan pernah bisa bertemu. Satu-satunya hal yang bisa saya lakukan adalah menjadi penyiar yang membantu kalian dari sini karena saya tidak dapat berjalan."
Helaan napas yang berat terdengar melalui radio. Mereka yang selalu mendengarkan siarannya setiap hari pun juga terkejut saat mengetahui kenyataan tersebut. Karena itulah penyiar selalu berpesan untuk saling membantu.
"... Semoga kalian semua selamat. Saya akan mengakhiri siaran hari ini dan untuk seterusnya."
Hari itu, siaran yang menjadi penyelamat mereka telah berhenti. Itu adalah siaran terakhir dari pria asing yang tela membantu pendengarnya untuk bertahan hidup sejauh ini dan menghibur mereka dengan suaranya.