"Daddy.. "
"Iya Nak.. "
"Apa Daddy akan terus mengingat Mommy?" Tanya Reynand Sky sambil menatap wajah Ayahnya yang saat ini tengah tersenyum dengan anggukan pelan.
"Tentu saja, sampai kapanpun Daddy tidak akan pernah melupakan Mommy," Jawab Claudie Cavero dengan wajah berbinar, senyum tipis dengan sorot mata penuh cinta dan kerinduan saat tatapannya kembali tertuju pada foto Arana Richela yang berukuran tiga R di dalam remari kaca.
"Apa karena Daddy sangat menyayangi Mommy?" Tanya Reynand Sky sekali lagi yang masih menatap wajah sang Ayah.
"Iya, Daddy menyayangi Mommy, sangat menyayangi Mommy," Jawab Claudie Cavero masih dengan wajah bahagianya.
"Jadi.. Jika seseorang itu tidak menyayangi kita, dia akan bisa melupakan kita dengan sangat mudah?" Pertanyaan Reynand Sky selanjutnya yang membuat Claudie Cavero mengernyit bingung.
Dengan perlahan Claudie Cavero mengusap wajah Reynand Sky saat ia sudah duduk dengan lutut menopang ke atas lantai, menatap wajah bingung sekaligus sedih dari Reynand Sky.
"Ada apa Rey? Apakah ada seorang teman yang tidak mengenali Rey lagi?" Tanya Claudie Cavero masih mengusap pipi sang putra yang sedikit menggeleng.
Kakak malaikat itu sudah melupakan Rey, mungkin karena kakak malaikat itu tidak menyayangi Rey. Batin Reynand Sky.
"Tidak Daddy, Rey hanya ingin mengetahuinya," Jawab Reynand Sky yang tengah berusaha menutupi rasa kecewa dan sedih kepada sang Ayah.
"Jika seseorang itu sangat berarti buat kita, kita tidak akan mudah melupakannya, begitupun sebaliknya, sejauh apapun dia pergi," Lanjut Claudie Cavero.
"Benarkah?"
"Iya Nak, tentu saja, seperti Daddy saat ini, meskipun Mommy sudah tidak di sini lagi bersama kita, tapi sampai kapanpun Daddy tidak akan pernah melupakan Mommy," Jelas Claudie Cavero yang langsung mengusap pucuk kepala Putranya dengan lembut sambil tersenyum, sebelum akhirnya ia memeluk tubuh puteranya erat.
Sedang Briella Amora yang masih berdiri di balik tembok dari setengah jam yang lalu hanya bisa menangis dalam diam, sambil terus meremat ujung bajunya dengan sangat kuat.
Maafkan kakak, bukannya kakak melupakan Rey, kakak hanya terlalu takut menghadapi Rey juga Ayah Rey, kakak memang pengecut. Batin Briella Amora dengan hatinya yang terluka. Dengan perlahan Briella Amora mengusap air matanya dan langsung melangkahkan kakinya meninggalkan tempat tersebut.
Melangkah dengan perlahan, tertunduk dengan wajah yang separuh di tutupi tudung Hoodie, air matanya masih menggenang membasahi wajahnya. Menghitung tiap langkah kakinya, seolah tidak ada ujung, meski tubuhnya sudah bergetar menahan lelah di tubuh juga hatinya. Suatu waktu Briella Amora pernah berfikir untuk mengakhiri semuanya, berhenti bernafas adalah solusi termudah yang ia pikirkan, ia hanya perlu menahan rasa sakit sebentar saja sampai semua penderitaan yang menggerogoti hatinya hilang. Namun bayangan sang Ibu seolah menghantuinya, ia ingin bersikap egois dan mengacuhkan semuanya, namun ia masih belum mampu meninggalkan Ibunya sendirian.
Briella Amora menghentikan langkah kakinya, dengan kepala yang langsung mendongak ke atas, menatap sinar matahari yang menyilaukan. Membiarkan angin mengeringkan air mata yang sejak tadi membasahi wajahnya. Ia ingin mengeluh jika ia sudah sangat lelah dan ingin menyerah atas rasa ketakutannya, namun ia tidak bisa melakukannya, ia bahkan tidak berhak untuk mengucapkan kata itu.
* * * * *
KEDIAMAN ERMELINDA KIZIA.
"Ave. Ada apa? Sejak tadi Ibu perhatikan, kau nampak gelisah, sebenarnya apa yang kau pikirkan?" Tanya Ermelinda Kizia Alexio seraya mengusap rambut putrinya yang sejak tadi membenamkan wajahnya di pangkuan Sang Ibu.
"Aku hanya merasa takut ibu.. " Jawab Briella Amora dengan suara bergetar, bahkan kedua tangannya semakin erat menggenggam telapak tangan sang ibu.
"Apa kau masih belum bisa melupakan semuanya?"
"Tidak, sedikitpun aku belum bisa melupakan semuanya Ibu, semakin hari Riel semakin merasa takut dan merasa bersalah.. Ibu, apa yang harus aku lakukan.. Aku bahkan tidak punya keberanian untuk menatap mata anak itu, aku takut.. " Ungkap Briella Amora yang kembali terisak dan semakin kuat menggenggam tangan Ibunya.
"Anak itu? Apa kau bertemu dengan anak itu lagi?" Tanya Ermelinda Kizia yang hanya di balas anggukan lemah oleh Briella Amora.
"Tadi aku mengunjungi makam Nyonya Arana dan tidak sengaja bertemu suami dan juga putranya di sana."
"Lalu apa yang terjadi?"
"Tidak terjadi apa-apa Ibu, aku hanya.. "
Aku melarikan diri lagi, tanpa berani menyapa anak itu. Batin Briella Amora semakin terisak, hingga membuat Ermelinda Kizia sedih, sebab sejak satu tahun lalu, wanita paru baya itu sudah tidak pernah lagi melihat senyum di wajah putrinya, Briella Amora yang dahulunya ceria sudah tidak ada lagi, dan hal itulah yang membuat Ermelinda Kizia semakin khawatir.
"Semua akan baik-baik saja sayang,"
"Ibu.. Bagaimana jika suatu saat nanti keluarga Nyonya Arana mengetahui jika Nyonya Arana meninggal dunia karena aku,"
"Ave.. Berhentilah memikirkan hal itu, semua yang terjadi di luar kendalimu, dan kau juga tidak sengaja melakukannya."
"Tapi Ibu.. "
"Sayang.. " Ermelinda Kizia menangkup wajah putrinya. "Ibu hanya ingin kau kembali seperti dulu, itu saja." Sambung Ermelinda Kizia sambil mengusap air mata yang masih terus menetes dari sudut mata Briella Amora yang sudah terlihat sembab dan bengkak itu.
"Apa Ayah tidak pulang lagi malam ini?" Tanya Briella Amora perlahan yang tiba-tiba membuat Ermelinda Kizia terdiam.
"Ayahmu masih sangat sibuk sekarang,"
"Sibuk? Apa benar seperti itu?" Tanya Briella Amora yang sepertinya tidak yakin dengan perkataan Ibunya.
"Sayang.. "
"Baiklah.. Aku tidak akan menanyakan hal itu lagi." Ucap Briella Amora yang langsung beranjak.
"Sayang.. " Panggil Ermelinda Kizia sambil meraih tangan Briella Amora.
"Mungkin selama ini aku tidak pernah tahu apakah Ayah sudah berubah atau tidak, dan masalah apa saja yang sudah terjadi di antara Ayah dan juga Ibu saat aku tidak di sini. Tapi aku tahu satu hal, jika saat ini Ibu sedang tidak baik-baik saja. Ayah pasti masih sering menyiksa Ibu kan?" Tanya Briella Amora menahan kekesalan hatinya yang secara tiba-tiba.
"Sayang, tidak seperti itu.. " Sanggah Ermelinda Kizia.
"Ibu.. Sampai kapan Ibu akan menyembunyikan semuanya? Aku tahu Ayah, aku tahu bagaimana kejamnya Ayah, dan bagaimana jika Ayah hilang kendali dan bagaimana saat ia memukuli Ibu." Lirih Briella Amora.
"Tidak ada yang Ibu sembunyikan sayang, Ibu baik-baik saja." Balas Ermelinda Kizia dengan suara bergetar.
"Lalu luka lebam itu?" Tanya Briella Amora dengan air mata yang kembali menetes saat melihat luka lebam di pergelangan tangan Ibunya.
"Ibu hanya terjatuh sayang, Ibu kurang hati-hati." Kilah Ermelinda Kizia yang masih mencoba untuk menutupi semuanya.
"Ibu.. " Seru Briella Amora semakin jengah. "Berhenti menutupi kelakuan Ayah," Geram Briella Amora.
"Aku. Ibu mohon.. " Ermelinda Kizia kembali meraih telapak tangan Briella Amora.
"Ibu,"
"Ibu mohon.. " Mohon Ermelinda Kizia dengan mata berkaca sambil terus menggenggam telapak tangan Briella Amora dengan sangat erat, tatapan matanya seolah mengtakan 'jangan membuat Ayah marah'. Hingga membuat Briella Amora menyerah dan langsung memeluk tubuh Ibunya yang sudah terisak.
"Maafkan aku Ibu.. Maafkan Aku..." Bisik Briella Amora seraya mengusap punggung Ibunya yang masih terisak.
"I want to ask mom not to cry anymore." Ucap Briella Amora.
"Apapun yang akan terjadi nanti, dan keputusan apapun yang Ibu ambil, semua demi dirimu Nak, tapi untuk saat ini. Ibu masih ingin mempercayainya, Ibu masih ingin menunggu Ayahmu untuk berubah, sebab Ibu selalu yakin, jika suatu saat nanti, Ayahmu akan berubah." Ucap Ermelinda Kizia perlahan.
"Iya Ibu.. Meskipun aku tidak yakin, jika Ayah akan berubah. Selama Ibu tidak menagis dan terluka."
"Ave.. Bisakah Ibu meminta sesuatu padamu?" Tanya Ermelinda Kizia saat melepaskan pelukannya dan langsung menatap wajah anaknya lekat.
"Ada apa Ibu?"
"Bisakah kau tetap tinggal di sini?" Tanya Ermelinda Kizia yang kembali membuat Briella Amora terdiam selama beberapa saat. Dengan perasaan gelisah Briella Amora meremas kuat jari-jari tangannya. Tadoussac adalah desa yang di penuhi kenangan buruk olehnya, bagaimana bisa ia hidup di dalam kenangan buruk tersebut.
"Ibu.. Maaf.. Tapi aku tidak.. "
"Ibu mohon.. Tetaplah di sini bersama Ibu, sudah cukup, selama satu tahun ini kau pergi meninggalkan Ibu," Mohon Ermelinda Kizia.
"Ibu.. "
"Jangan melarikan diri lagi Nak, sudah waktunya kau menghadapi semuanya, Ibu ingin kau kembali seperti dulu,"
"Tapi Bu.. "
"Semuanya sudah berakhir Nak, semuanya akan baik-baik saja, Believe me."
"Entahlah Bu, perasaan aku masih saja merasakan takut,"
"Ibu mengerti," Balas Ermelinda Kizia yang kembali memeluk tubuh putrinya dan mengusap punggung itu lembut.
* * * * *
KEDIAMAN CLAUDIE CAVERO ORION
Sejak pulang dari Columbarium, Reynand Sky langsung melangkah masuk menuju kamarnya, tanpa berbicara satu katapun. Reynand Sky yang masih merasakan kesedihan hanya bisa terdiam di dalam kamarnya, duduk diam di sebuah sofa sambil terus memandang foto almarhumah Ibunya. Hingga ia mendengar suara langkah kaki yang tengah menuju kamarnya.
"Uncle Keeeenn...." Sambut Reynand Sky.
Dengan wajah yang berbinar bahagia, Reynand Sky langsung beranjak dari duduknya dan berlari menghampiri Kenzo Aristide yang sudah mengulurkan tangannya untuk menyambut Reynand Sky dan langsung menggendongnya.
"Astaga, Rey semakin berat saja sekarang," Ujar Kenzo Aristide tersenyum lebar.
"Rey pikir Uncle tidak akan datang, Rey sudah lama menunggu Uncle,"
"Benarkah? mana mungkin Uncle tidak datang, kan sebelumnya Uncle sudah janji, jika akan menemui Rey di musim ini. Jadi....."
"Jadi?"
"Kita akan main game sepuasnya.. " Seru Kenzo Aristide dan Reynand Sky secara bersamaan.
Hingga dalam waktu beberapa menit saja, kegaduhan sudah terdengar di Mansion tersebut, suara anak yang berumur tujuh tahun dan seorang pria dewasa yang berumur 22 tahun, namun sangat sulit untuk di bedakan jika mereka sudah bertemu. Bahkan Kenzo Aristide akan berubah menjadi seorang bocah jika sudah bersama dengan kemenakannya Reynand Sky.
"Pantas saja suasana Mansion jadi gaduh, ternyata ada seorang tamu," Tegur Claudie Cavero yang baru saja datang dan langsung melangkah mendekati Kenzo Aristide dan Reynand Sky yang masih asik bermain game.
"Kak Suga.. Apa kabar," Tanya Kenzo Aristide yang masih memegang stick PlayStationnya, bahkan pandangannya tidak bergeser sedikitpun dari layar TV LCD di depannya, hingga membuat Claudie Cavero sedikit jengah.
"Bisakah kau berbicara sambil menatap mata lawan bicaramu?" Jawab Claudie Cavero balik bertanya.
"Baiklah... Astaga, kenapa kakak jadi cerewet se..... "
Kalimat Kenzo Aristide terhenti dengan tubuh yang tiba-tiba mematung saat melihat kedua sosok yang tengah berdiri di belakang Claudie Cavero.
"Selamat sore Tuan muda Kenzo." Sapa Aksel Regan dengan sedikit membungkuk. Begitupula dengan Sekretaris Claudie Cavero, Trixie Viviane yang ikut membungkuk untuk memberi hormat kepada adik Presdirnya. Sedang Kenzo Aristide yang baru menyadari penampilannya yang hanya mengenakan sebuah celana pendek sepaha dan kaos longgar tanpa lengan hingga menampakkan otot-ototnya langsung beranjak dan berlari menuju kamarnya tanpa menjawab sapaan Aksel Regan dan Trixie Viviane terlebih dahulu.
"Selamat sore Rey." Sapa Trixie Viviane lembut dan langsung menghampiri Reynand Sky yang masih terpaku di atas sofa dengan ekspresinya yang seperti biasa, Datar.
"Sore Bibi Trixie," Balas Reynand Sky dengan senyum tipisnya. Bahkan anak tersebut terlihat sedang menahan rasa ketidak sukaannya kepada sosok yang kini tengah mengusap pucuk kepalanya lembut.
Saat menyadari ekspresi putranya yang seketika berubah, Claudie Cavero langsung meraih tubuh Putranya untuk di gendongnya.
* * * * *
Bersambung...