Sherryn yang ditugaskan untuk mengikuti Guild Garuda, dia melihat Desa tempat tinggalnya sudah sangat berantakan. Saat itu dia melihat sosok Rizz Morrigan yang berlumuran darah dengan mayat di sekelilingnya, Sherryn melihat tumpukan mayat para Petarung Guild Garuda yang tercambur dengan mayat para Penduduk Desa Herbal.
"Orang itu... apakah yang dikatakan Mc William benar?" gumam Sherryn yang menutup kedua mulutnya dengan kedua tangannya dari balik pohon.
Pikiran Sherryn mulai lepas kendali saat dia melihat jasad kedua orang tuanya yang ada di tumpukan mayat di sekitar Rizz, dia berlari dan mencabut pedang miliknya untuk menyerang Rizz. Tapi sebelum pedangnya mencapai Rizz, Arka yang terlihat sangat murka mengayunkan pedang Excaliburnya terlebih dahulu kepada Rizz.
Rizz menagkis serangan Arka yang begitu kuat, benturan senjata mereka menghempaskan Sherryn yang selangkah lagi menembus pertahanan Rizz. Sherryn terdiam membeku karena sesaat sebelum dia terhempas Rizz meliriknya seperti ingin membunuhnya, salah satu pengawal Arka menyeret Sherryn untuk segera menjauh dari sana.
"Apakah dia benar-benar peringkat 10? dia sangat mengerikan, aku hamper saja terbunuh olehnya," ucap salah satu Petarung Garuda dengan wajah pucat.
"Aku harus segera pergi dari sini," gumam Sherryn dengan tangan yang tak berhenti gemetar.
Dewi Malam menjadi saksi bisu kehancuran Desa Herbal dan pertarungan Rizz si peringkat 10 melawan Arka si peringkat 1, malam itu Desa Herbal dibanjiri darah dan mayat, Rizz dan Arka berdiri di sudut yang berlawanan dengan tingkat kewaaspadaan yang begitu tinggi.
Mereka berdua mulai mengeluarkan aura yang membuat orang-orang di sekitar sana tertekan, Arka mengayunkan pedang Excaliburnya yang menghasilkan cahaya yang menyilaukan melesat dengan cepat seperti ingin menerkam Rizz yang sedang di tujunya. Rizz terlihat tidak terkejut sama sekali karena itu kali ke-dua dia melihat Arka menggunakannya, tapi Rizz tetap kesulitan untuk menghindarinya karena begitu cepat.
Rizz berhasil menghindari serangan Arka dengan sebuah luka di bahu kirinya, dia melihat kearah belakang dan terkejut saat melihat jejak yang di tinggalkan oleh serangan Arka.
"Sepertinya dulu tidak sekuat itu...," gumam Rizz denga mata terbuka lebar.
"Penghianat, jangan harap kau bisa lari dariku," ucap Arka yang bersiap melancarkan serangan selanjutnya.
Rizz mulai menggerakan kakinya, dia bergerak begitu cepat ke arah Arka. Dia mengincar pinggang kanan Arka yang terbuka lebar, saat pedang miliknya akan merobek pinggang Arka , pedang Excalibur milik Arka lebih dulu sampai dan berhasil menangkis serangannya.
Rizz memutar tubuhnya dan mengayunkan pedangnya kearah leher Arka, saat itu Arka melompat ke arah belakang tapi ujung pedag Rizz berhasil meninggalkan goresan di leher Arka.
"Kecepatannya berbeda dengan waktu itu," gumam Arka dengan kuda-kuda tanpa celah sedikitpun.
Di sisi lain, Sherryn yang berusaha lari dari sana, dia mulai mendapat beberapa pertanyaan dari para Petarung Garuda.
"Tunggu sebentar, kau siapa... kau bukan dari Guild Garuda."
"Aku pernah melihatnya, dia dari Guild Exodus."
"Gawat, aku ketahuan... aku harus pergi sekarang juga," gumam Sherryn yang perlahan melangkahkan kakinya ke arah belakang.
Rizz terlihat membungkukan tubuhnya dan menggenggam erat pedang miliknya, di arah yang berlawanan Arka mengangkat pedang Excaliburnya dengan kedua tangannya.
"Sepertinya aku hanya akan menghabiskan waktu jika tetap di sini," gumam Rizz dengan tingkat konsentrasi yang tinggi.
Terlihat cahaya yang begitu terang menyelimuti pedang Excalibur yang Arka genggam, saat itu Arka siap melancarkan serangan terhadap Rizz.
"Apakah dia berniat menahan seranganku?" gumam Arka dengan sorot mata yang tajam.
Tiba-tiba terlihat kilat hitam yang melesat kearah arka, Rizz secara tiba-tiba berada di samping kiri Arka yang hendak melancarkan serangannya. Mereka saling bertatp mata dalam waktu yang sangat singkat, Rizz Kembali menghilang dari pandangan Arka yang diiringi dengan kilat hitam mengitari Arka yang masih berdiri.
Cahaya yang menyilawkan mulai redup, tubuh bagian belakang Arka mulai memercikan cairan merah. Sebelum Arka terjatuh, dia melihat Rizz yang sudah berada di samping kirinya, lalu dia mengayunkan pedang Excaliburnya secara tiba-tiba yang menyebabkan Rizz terhempas dan mendapat luka cukup serius.
Di saat yang bersamaan, para Petarung Garuda yang bersembunyi mulai keluar dan segera menghampiri Arka dengan membawa Sherryn . Saat itu Sherryn tidak sadarkan diri karena kemampuan salah satu Petarung Garuda yang dapat melumpuhkan lawannya dengan melemparkan sebuah jarum tepat di titik saraf yang diinginkannya, para Petarung Garuda dengan kemampuan penyembuhan segera merawat luka yang Arka derita dan sisanya mengelilingi Rizz yang tertunduk dengan darah yang terus mengalir dari dadanya.
"Sial, ternyata dia sengaja menunggu dan membiarkanku menyerangnya," gumam Rizz yang kesakitan.
"Keparat sialan itu, beraninya dia melukaiku. Akan aku pastikan kau menutup matamu untuk selamanya," gumam Arka yang mengepalkan tanyannya.
Arka yang mendapatkan perawatan segera bangkit dan menyeret Sherryn kehadapan Rizz, sedangkan Rizz masih menatap tanah dan berusaha menghentikan pendarahannya secara diam-diam.
"Meskipun ini tidak membantu sama sekali, setidaknya pendarahanku berhenti untuk sesaat," gumam Rizz yang menutupi luka di dadanya dengan tangan kanannya.
"Penghianat keparat, apakah dia komplotanmu?" tanya Arka yang menunjukan wajah wajah Sherryn denhan menarik rambut Panjang Sherryn.
"Tuan, sepeertinya dia anggota Guild Exodus yang sedang memata-matai kita," ucap Martin petarung kelas SS, dia adalah salah satu pengawal pribadi Arka.
"Exodus? kalau begitu kita bawa dia untuk diintrogasi, tapi sebelum itu... aku akan menghabisi penghianat ini," ucap Arka dengan senyum tipisnya.
"Apakah wanita itu melihat semuanya?" gumam Rizz yang masih terdiam.
"Aku yakin, tadi wanita itu mencoba untuk menerkamku," gumam Rizz.
Setelah pendarahan yang Rizz alami berhenti, dia bergerak dengean kecepatan penuhnya dan menghempaskan Arka yang sedikit lengah, lalu Rizz membawa Sherryn kedalam hutan untuk melarikan diri.
"Si keparat sialan... kalian sedang apa? cepat kejar dia!" ucap Arka dengan lantang, dia tidak bisa mengejar Rizz karena luka yang dialaminya kembali terbuka.
Malam itu para Petarung Garuda berkeliaran di dalam hutan untuk menangkap Rizz dan Sherryn, Rizz mulai merasakan kembali rasa sakit yang luar biasa dari luka yang di dapatnya, sedangkan Sherryn masih belum sadarkan diri. Rizz perlahan berjalan di dalam sebuah bayangan , dia terus bergerak sambal menggendong Sherryn.
"Sial kemana dia pergi... dia cepat sekali."
"Dia sedang terluka , pasti belum pergi terlalu jauh."
Rizz yang bersembunyi di balik pohon mendengar percakapan para Petarung Garuda yang sedang mengejarnya, dia segera pergi menjauh dari area tersebut, saat Rizz hendak pergi, dia menginjak sebuah ranting yang mengeluarkan suara cukup nyaring di heningnya malam itu.
"Siapa itu?"
Para Petarung Garuda segera mendatangi tempat asal suara tersebut, mereka menemukan darah di tanah lalu mengikuti jejak tetesan darah yang Rizz tinggalkan.
"Kenapa jejaknya berhenti disini? apakah kita kembali saja sekarang?"
"Apa kau ingin dihajar Arka?"
Para Petarung Garuda kembali dengan tangan kosong, hal tersebut membuat Arka sangat murka.
"Bodoh, mengejar orang sekarat saja kalian tidak becus!" ucap Arka dengan lantang.
Di sisi lain Rizz terus berlari dan terus menjauh dari Desa Herbal, perlahan penglihatannya semakin kabur. Saat itu dia sudah pergi cukup jauh dari Desa Herbal, dia terjatuh dan tak sadarkan diri di pinggir sungai yang cukup besar.Beberapa saat kemudian, Sherryn tersadar dan terkejut saat melihat Rizz yang tergeletak di sampingnya dengan luka yang cukup parah.
"Akh... di mana ini?" gumam Sherryn yang memegang kepalanya.
"hah! di-dia...," ucap Sherryn yang perlahan menjauhi Rizz.
Saat itu Sherryn sangat dilema karena dia berpikir Rizz melakukan pengkhianatan kepada Arka lalu membantai semua Warga Desa Herbal termasuk ke-dua Orang Tuanya dan menyerang para Petarung Garuda, di sisi lain Sherryn kebingungan karena Rizz menyelamatkannya dari para Petarung Garuda yang mungkin akan membunuh dirinya karena ketahuan sedang memata-matai Guild Garuda.
Sherryn terlihat mengangkat pedangnya dan mengarahkannya kepada Rizz yang terbaring di hadapannya, tapi dia terlihat ragu-ragu untuk megakhiri hidup Rizz.
"Ini kesempatanku untuk membalas kematian Orang Tuaku," ucap Sherryn dengan penuh kebencian terhadap Rizz.
"Tapi kenapa dia peduli kepadaku... harusnya aku sudah menyusul Ayah dan Ibuku kalua dia tidak membawaku pergi."
Pipi Sherryn mulai dibasahi air mata, dia terlihat semakin ragu untuk menerkam Rizz dengan pedang yang di genggamnya.
"Aaaaaaa!"
CLEB!
Pedang Sherryn menancap di tanah tepat di samping wajah Rizz, dia membalikan tubuh Rizz yang saat itu dalam keadaan tengkurap.
"Hah... di-dia membawaku sejauh ini dengan luka ini?" gumam Sherryn yang menutup mulutnya dengan kedua tangannya, saat itu dia sangat terkejut.
Setelah melihat keadaan Rizz, Sherryn terlihat mengeluarkan sesuatu dari tas kecil di pinggangnya lalu dia mengambil air dari tepi sungai.
"Aku tidak yakin bisa menyelamatkannya, tapi aku harus mencoba."
Sherryn terlihat mencampurkan Ramuan dari beberapa botol kecil kedalam botol yang sedikit agak besar, setelah itu Sherryn membersihkan luka di tubuh Rizz dengan kain yang dia dapat dari merobek pakaian Rizz.
Tubuh Sherryn di selimuti aura yang begitu menyejukan, dia perlahan mengalirkan aura miliknya ke area tubuh Rizz yang terluka selama beberapa menit. Setelah itu Sherryn memasukan ramuan yang dia campur ke dalam mulut Rizz, lalu dia kembali mengalirkan aura miliknya ke seluruh tubuh Rizz.
Sherryn terlihat mengambil kain dari tas kecilnya untuk menutup luka di tubuh Rizz, saat itu pendarahan yang Rizz alama terhenti karena perawatan yang Sherryn berikan. Di sekitar sungai tepatnya di tempat Rizz dan Sherryn berada, di sana cukup tertutup oleh pepohonan dan rumput yang cukup tinggi, Sherryn mencari kayu dan dedaunan untuk berjaga-jaga seandainya turun hujan.
"Apakah tindakanku benar?" gumam Sherryn yang terus memperhatikan wajah Rizz.
"Apakah aku tidak akan menyesalinya?" Sherryn terlihat memeluk kedua lututnya lalu menyandarkan kepala di lengannya.
Malam itu Sherryn tetap terjaga untuk memastikan keadaan Rizz, sampai dia terdidur dalam keadaan duduk.
Langit gelap mulai menghilang, suara kicauan burung terdengar sangat merdu, aliran sungai terdengar cukup jelas.
"Ha-akh... di mana ini?" tanya Rizz yang terbangun dari tidurnya yang cukup Panjang.
Rizz memegang dadanya yang di tutup kain, dia melihat Sherryn yang sedang tertidur pulas di sampingnya.
"Apakah dia yang merawatku?" gumam Rizz yang terlihat kesakitan.
Saat itu Rizz masih berbaring dan mencoba untuk duduk tapi tidak berhasil, dia melihat area sekitar dalam keadaan berbaring.
"Sial... tubuhku berat sekali."
"Sekarang tanggal berapa... sudah berapa lama aku berada di sini?"
"Ehh... kau sudah siuman," ucap Sherryn yang baru saja terbangun dari tidurnya.
"Sudah berapa lama aku tertidur?" tanya Rizz.
"Apakah dia lebih penasaran dengan hal itu ketimbang keadaannya sekarang?" gumam Sherryn dengan ketus.
"Dua ha-," jawab Sherryn yang terhenti.
"Haa... dua hari, lalu di mana ini?"
"cih... bahkan aku belum menyelesaikan perkataanku, dia sudah bertanya lagi,"gumam Sherryn dengan kantung mata yang berdenyut.
"Kau kenapa... sepertinya kau tidak senang saat melihatku?" tanya Rizz yang menyipitkan matanya.
"Orang ini benar-benar... bahkan aku belum menjawab pertanyaan sebelumnya, kenapa orang ini membuatku kesal?" gumam Sherryn dengan urat kepala yang sedikit menonjol.
"Kau cari tahu saja sendiri!" jawab sherry dengan ketus.
"Orang ini kenapa, apa aku melakukan kesalahan?" gumam Rizz yang membuang muka.
Sherryn mengeluarkan aura miliknya lalu mengalirkannya ke tubuh Rizz, tentu Rizz terkejut karena Sherryn melakukannya secara tiba-tiba.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Rizz yang terkejut.
"Apa kau tidak bisa berhenti bertanya!?" jawab Sherryn yang kembali bertanya dengan lantang.
"Aku sedang memeriksa keadaanmu," sambung Sherryn.
"Ouh okay, terimakasih," jawab Rizz yang kemudian menutup rapat-rapat mulutnya.
Saat Sherryn memeriksa keadaannya, Rizz sesekali melirik ke arah Sherryn.
"Kalau tidak salah, Arka sialan itu bilang kalua wanita ini seorang mata-mata, sepertinya aku harus hati-hati dengannya."
PLAK!
AAAAAAA!
"Aa-ehh... Apa yang ka-," Rizz yang berbaring terkejut dan duduk dengan menggenggam dadanya yang terluka.
Saat itu Rizz terus memperhatikan Sherryn yang sedang melepaskan kain yang menutup luka di tubuh Rizz, dia tidak habis pikir dengan tindakan Sherryn yang memukul dadanya secara tiba-tiba.
"Luka tebasan di tubuhmu sudah tertutup, hanya saja bekas lukanya tidak menghilang."
Rizz menundukan kepalanya dan melihat kearah dadanya, dia terkejut karena luka yang dia alami hanya tinggal bekas lukanya saja.
"Apa kau seorang ta-," Rizz berhenti berbicara saat dia melihat Sherryn menatapnya.
"Kenapa dia terlihat menyeramkan?" gumam Rizz yang membuang muka.
Rizz dan Sheryn berjalan menelusuri hutan, mereka berniat membuat tempat persembunyian sementara. Sepanjang perjalanan mereka tidak saling berbicara, mereka hanya berjalan sambil memperhatikan area sekitar.
"Sepertinya tempat ini cukup tertutup," ucap Rizz yang terus melihat area di sekitarnya.
Saat itu Rizz dan Sherryn berada di bawah tebing yang cukup tinggi, area di sekita di penuhi pepohonan yang besar. Mereka berdua membuat tempat istirahat dan di area sekitar tempat tersebut di penuhi ranjau, untuk memperlambat orang-orang yang sedang mengejarnya jika tempat tersebut ditemukan.
"Rizz... namaku Rizz Morrigan."
"Aku sudah tahu," ucap Sherryn dengan ketus.
"kau petarung kelas SSS peringkat 10 di Kerajaan Eclipse, tapia apa kau benar-benar peringkat 10?" tanya Sherryn.
"peringkat 10? aku tidak terlalu memperhatikan hal tersebut, ya... mungkin," jawab Rizz.
"Se-sebenarnya apa yang terjadi di Desa Herbal?" tanya Sherryn yang terlihat penasaran.
"Sebelum itu, kau siapa? Tadi aku sudah memperkenalkan diri."
"Sherryn Brigid, aku petarung kelas A dari Guild Exodus."
Setelah mendengar Guild Exodus, Rizz mencabut pedangnya lalu mengarahkannya tepat ke leher Sherryn. Saat itu Sherryn sangat terkejut dan keetakutan, tangannya tidak berhenti gemetar.
"A-apa kau akan membunuhku? Se-seperti membunuh kedua Orang Tuaku?"
"Se-sepeertinya aku salah mengambil keputusan, harusnya aku membiarkanmu mati," ucap Sherryn dengan mata terbuka lebar, saat itu tangannya tidak berhenti gemetar.
Rizz menurunkan pedangnya lalu memasukannya kembali ke sarungnya, "Anting yang digunakan wanita ini sama persis dengan orang itu, apa yang harus ku katakana padanya?" gumam Rizz yang membuang muka.
Jauh di Ibukota kerajaan tepatnya di sebuah papan informasi yang besar yang letaknya berada di alun-alun Ibukota, terpampang gambar Rizz Morrigan sebagai buronan Kerajaan. Berita tersebut disertai dengan sebuah misi dengan tingkat kesulitan yang tinggi, jika ada yang berhasil menangkap Rizz Morrigan maka mereka berhak mendapatkan hadiah dengan jumlah yang besar.