"Kal"
Suara itu . . .
Suara yang sudah 1 windu tak pernah ku dengar, tapi sangat tidak asing di telingaku.
Aku enggan untuk menoleh kearah suara itu berasal karna aku masih belum sanggup melihat sosok raga yang ternyata masih hidup.
Haha, ahh dasar hati!
Hati ini masih dengan luka yang sama. Luka yang bekasnya belum juga menghilang dari hidupku, hanya sebatas mengering dan menyisakan bekas yang menjadi penanda bahwa seseorang yang menorehkan luka itu tidak pernah bisa hilang dari ingatan.
"Kala, Ku mohon."
Suara lirih itu akhirnya menghentikan langkahku.
"Ma'afkan aku."
Aku masih diam dengan posisi yang sama, membelakangi sosok yang sangat tidak ingin ku lihat.
Aku hanya bisa meringis sembari mendengarkan permintaan ma'af yang terucap setelah 8 tahun.
Sesederhana itukah sebuah permintaan ma'af? Haha, lucu sekali!
"Aku salah, Kal." keluhnya.
Dan ini adalah waktu yang selama ku tunggu . . .
Aku sangat ingin memakimu, bahkan sampai detik ini, aku masih menahan diri untuk tidak mengutukmu.
Meski kutukan itu tidak sampai terucap dari lisanku, tapi hatiku selalu merintih pada Tuhanku tentang seorang kamu yang masih bernafas setelah perbuatanmu padaku.
"Kal," Langkah kakinya terdengar semakin mendekat.
"Jangan mendekat!" Seruku.
Seketika dia mengurungkan langkahnya untuk mendekatiku yang masih mematung.
"Kenapa baru sekarang?" tanyaku perlahan membalikkan badan dan mengambil langkah mundur.
"Aku tidak tahu harus bagaimana untuk bisa mendapatkan pengampunanmu," ujarnya dengan kedua lutut yang akhirnya terjatuh dihadapanku.
"Bagaimana rasanya? Menyaksikan anak perempuanmu dirusak oleh makhluk yang wujudnya sama seperti kamu?" Pertanyaan yang selama ini terpendam akhirnya bisa ku sampaikan padanya.
"Kal. Tolong ma'afkan aku, ampuni aku atas perbuatanku padamu di masa lalu." Ujarnya yang terus memohon.
"Ma'af katamu? Hah! Jadi selama ini kamu menunggu perbuatan kejimu padaku terulang pada anakmu, baru kamu mengingat perbuatanmu padaku." Tanyaku dengan emosi yang berusaha ku tahan.
"Aku sudah menerima semua yang pantas ku terima atas kesalahanku padamu, Kal. Tolong, mohonkan pada Allah agar rasa sakit yang diderita anakku segera berakhir. Kasihani putriku yang masih kecil, Kal." rintihnya.
"Kamu lupa, 8 tahun yang lalu, aku juga seorang putri yang mati-matian dibahagiakan kedua orang tuaku, dan dengan bodohnya aku malah membahagiakan manusia biadab yang hanya berniat merusakku." Jawabku dengan lantang.
"Putriku masih 7 tahun, Kal." Katanya memelas.
"Hei, aku juga 7 tahun mendampingimu dengan setia, dari kamu masih di titik nol, dan setelah kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan dariku, dengan gampangnya kamu pergi meninggalkanku bahkan tanpa sepatah kata pun. Sebaik itu kamu memperlakukanku, Bar?" tanyaku penuh emosi.
"Aku siap menerima segala rasa sakit dari karma atas kebiadabanku padamu, Kal. Jangan putriku. Aku tidak sanggup menyaksikannya. Dia tidak salah apa-apa Kal." Isak tangisnya terdengar begitu mendalam hingga perih yang tak terperikan sangat jelas tercermin dari kedua matanya yang memerah.
"Lalu apa salah ibuku padamu, Bar? Beliau hanya seorang wanita tua yang mempercayakan putrinya padamu untuk kamu bahagiakan. Tapi dengan sangat sadar kamu sengaja menyakiti wanita tua yang dulunya begitu menyayangimu. Jika memang kamu tidak bisa membalas kasih sayang Ibuku dengan tulus, setidaknya kamu memperlakukan putrinya dengan baik, bukan malah merusaknya, lalu kamu buang tanpa sedikitpun memikirkan bagaimana hancurnya hati Ibuku atas kebiadabanmu!" Seruku.
"Aku salah Kal, aku mohon, ma'afkan aku." Sahutnya dengan suara yg menunjukkan ketakutan.
"Mema'afkan itu mudah Bar, yang sulit itu melupakan perbuatanmu yang menyisakan luka hingga membuatku trauma. Kamu tidak akan pernah paham bagaimana aku berusaha keras untuk berdamai dengan keadaan diriku, setelah melakukan kesalahan bodohku dengan percaya pada janji manismu. Allah memang maha pengampun, tapi Allah tetap hakim yang maha adil dalam memberikan hukuman." Ujarku berusaha meredam kemarahanku.
"Aku harus bagaimana Kal? Aku sudah sangat menderita." Katanya dengan kepada yang semakin tertunduk.
"Maka nikmati keadilan Allah melalui penderitaanmu, sudah cukup 8 tahun kamu menerima kebaikan Allah dengan kehidupan yang sangat indah bersama istrimu tercinta. Sekarang sudah waktunya untuk kamu membayar semua hutang janji yang dulu sangat ringan kamu ucapkan dengan menyertakan Asma Allah." Kataku sembari mengangkat kepala agar airmataku tidak tumpah di hadapan lelaki yang sedang menerima hukumannya.
Dalam hatiku mengucap syukur yang tiada tara karna Allah memberikan kesempatan untukku menyaksikan sebuah penyesalan besar dari seorang manusia jahat yang pernah membuatku hancur.
"Kal, tolong . . ." Panggilnya setengah berteriak.
"Aku tidak bisa menolongmu. Aku memang tidak mampu mendo'akan kebaikan untukmu, tapi aku selalu mendoakan agar keturunanmu tidak menjadi perantara hukumanmu ketika karma benar-benar datang padamu. Aku rasa do'aku itu sudah cukup baik untuk seorang manusia biadab seperti kamu. Bahkan disaat kamu belum punya niat untuk meminta ma'af padaku. Hanya sebatas ini yang bisa ku lakukan." Jawabku lebih tenang.
"Tolong katakan padaku, apa yang bisa dilakukan seorang Ayah ketika putrinya sedang sekarat, Kal?" Tanyanya dalam keadaan yang semakin tersedu.
"Berdo'alah agar putrimu bisa sekuat aku, entah membutuhkan waktu berapa tahun untuk aku bisa bangkit seperti sedia kala. Karna hanya itu yang dilakukan kedua orang tuaku saat putrinya terpuruk. Dan ingatlah bahwa menjadi kuat membutuhkan waktu yang tidak sebentar Bar! Aku butuh bertahun-tahun untuk bisa menjadi aku yang sekarang." Ujarku.
"Aku tidak sanggup melihat putriku di ambang maut, Kal. Biar aku saja yang menggantikan rasa sakit itu. Aku bisa gila jika sampai putriku," kata yang terjeda itu terasa sangat berat untuk dia ucapkan.
"Dia masih sangat kecil untuk melalui penderitaan ini." Rengeknya dengan tubuhnya yang semakin melemah.
"Jika aku boleh jujur, aku lebih bahagia jikalau keadilan Allah itu berwujud kamu yang menjadi gila daripada kamu mati dengan cepat. Agar aku bisa menyaksikan betapa sangat beruntungnya aku, karena tidak berjodoh dengan laki-laki biadab yang akhirnya gila karena tidak bisa menjadi Ayah yang baik untuk putrinya. Mungkin kamu adalah sosok lelaki yang ideal menjadi suami ketika sudah mencintai wanitamu, tapi kamu tidak tahu kan? kamu akan menjadi sosok Ayah yang seperti apa untuk tuan putrimu." kataku.
Aku menghela nafas sesaat untuk meneruskan segala hal yang sudah lama terpendam dan yang ingin ku utarakan pada sosok lelaki yang selalu dibanggakan oleh istrinya itu.
"Kamu mungkin Ayah yang penyayang, tapi kamu gagal menjadi seorang Ayah yang bisa melindungi anak perempuanmu. Kamu tidak akan tahu rasa sakitnya menjadi ayahku sebelum kamu memiliki seorang putri. " Ujarku.
"Cukup Kal." Teriaknya sembari menutup telinganya dengan kedua tangan.
"Tolong putriku, Kal. Aku mohon," jeritnya dengan menggeser kedua lututnya untuk berusaha meraih kakiku.
"Lepaskan aku, Bara. Jangan seperti ini," sahutku yang berusaha menghindar dari tangannya.
"Aku tidak bisa menolong putrimu dari rasa sakitnya. Dan tolong jangan mengulangi kesalahan yang sama dengan tidak bertanggung jawab lagi, Bar! Sadarlah bahwa apa yang terjadi adalah harga yang harus kamu bayar. Hadapi dengan tanggung jawab agar Allah meringankan segala penderitaanmu saat menyaksikan putri kecilmu kesakitan. Ikhlaskan apapun yang akan kamu terima meskipun itu berwujud rasa sakit dan kehilangan!" Seruku.
"Kal, aku . .aku," ucapnya terbata-bata.
Aku memilih langsung pergi meninggalkan raga yang sedang terpuruk disana.
Aku juga tidak tahu harus bagaimana, karena aku tidak punya kuasa untuk menyembuhkan malaikat kecil yang saat ini terbaring tak berdaya diatas brankar dan ditemani banyak selang yang menyatu dengan tubuh mungilnya.
Meski ada kelegaan dalam hatiku setelah melampiaskan semua kemarahan yang ku pendam selama 8 tahun lamanya, pada pelaku yang selama ini tidak bertanggung jawab, atas semua luka psikisku yang berwujud trauma.
Yaa Allah, yang terjadi dengan izinMu pastinya yang terbaik dari Engkau.
Hamba sudah sangat bahagia dengan kehidupanku yang sekarang ku lalui bersama orang-orang baik yang tulus menerima dan membersamaiku.
Terimakasih sudah menghadiahkan mereka untukku.
Ampuni dia, dan tolong sembuhkan rasa sakit yang saat ini dilalui oleh malaikat kecil tak berdosa itu.
Tubuh mungil itu pasti sangat kesakitan, hamba mohon, angkat rasa sakitnya dan kembalikan senyuman manis malaikat cantik yang selalu ceria itu.
Untuk pertama kalinya, aku mendo'akan pengampunan untuk laki-laki yang saat ini sedang menerima keadilan Tuhan.
Yaa Allah, sejahat apapun laki-laki itu, tolong kasihani putrinya.
Hamba sudah mengikhlaskan semua rasa sakit yang perihnya selama ini menemani hariku.
Melihat sebuah penyesalan yang mendalam dari kedua mata manusia jahat itu sudah cukup membuat hamba merasakan keadilan-Mu.
Terimakasih sudah sebaik ini mencintaiku, Yaa Allah.