Ruangan besar yang di isi dengan sembilan remaja berwajah sama, dan orang dengan baju robot merah berkumpul dalam ruangan yang biasa di gunakan untuk rapat. Mereka semua duduk mengelilingi meja bundar dan orang berbaju robot merah duduk di ujung tengah sebagai ketua rapat.
"Kita batalkan misi untuk mencari Mahkota Pusaka Kerajaan Kristal di Planet-planet Galaksi lain." Ucap si ketua rapat.
Kesembilan remaja yang ada di ruangan rapat itu menatap si ketua dengan tatapan bingung. Rencana pertemuan empat hari kemarin untuk mencari Mahkota Pusaka Kerajaan Kristal di setiap penghujung Planet-planet seluruh Galaksi tiba-tiba di batalkan begitu saja.
"Lantas, kita akan mencarinya dimana, Kapten Besar? Kalaupun Mahkota itu ada di dalam tanah sekalipun, kita tetap akan datang ke Planet itu, bukan?" Ucap remaja berkaos putih dengan jaket putihnya.
"Tidak, Cahaya, Mahkota itu tidak ada di Planet-planet seluruh Galaksi. Percuma saja kalian nanti mencarinya." Kapten Besar membantah ucapan Cahaya.
"Mahkota itu sudah tidak ada?" Tanya remaja berkaos putih dengan jaket biru. Ditambah wajah yang menampilkan raut terkejutnya, membuat keempat saudaranya, Tanah, Api, Daun dan Cahaya ikut terkejut.
"APA?" Teriak Api, Daun dan Cahaya serempak.
Brak...
Mendengar suara gebrakan meja dari si kakak sulung, mereka langsung diam tak berkutik, mengunci mulut mereka rapat-rapat.
"BERISIK!"
Paham dengan kondisi, si kembar bungsu, Nigt-y memutuskan untuk mengalihkan topik. "Jadi, maksud Ayah, bagaimana? Kalau kami tidak mencarinya di setiap penghujung Galaksi, kami harus mencari Mahkota itu dimana?"
"Berita bagusnya, Mahkota itu ada di Planet kelahiran kalian."
Kesembilan anak Kapten Besar terkejut bukan main, bahkan membuat Petir dan Air yang biasanya hanya bisa menyimak tanpa suara kini ikut memasang wajah terkejut mereka.
Sebelum ada yang berkomentar, Kapten Besar kembali berbicara. "Berita buruknya, mahkota itu memang berhasil di sembunyikan oleh Ibu kalian sebelum meninggal---"
"Bagus itu." Api menyela.
"Mengapa jadi berita buruk?" Angin menambahkan.
"Ruangan sebagai tempat untuk menyembunyikan mahkota itu tidak dapat di buka dengan benda apapun, hanya pemilik Garis Keturunan Murni yang dapat membukanya." Kapten Besar kembali menjelaskan. Kali ini wajahnya tampak bingung.
"Bulan, pemilik Garis Keturunan Murni itu, cuma Bulan yang mewarisi garis gen bangsawan milik Ibu." Kali ini Tanah berbicara.
"Kalau begitu, hanya Bulan yang bisa membuka ruangan itu, bukan." Cahaya si genius menyimpulkan.
"Tapi sampai sekarang, kita belum menemukan kebenaran tentang Bulan, dia masih hidup atau---" Ucapan Tanah terpotong oleh kakak sulung.
"Alna, itu Bulan." Kini satu ruangan menatap Petir.
"Benar juga. Kak Petir emang genius." Puji Angin.
"Aku lebih genius dari Kak Petir." Bantah Cahaya.
"Jenius tapi sombong, nggak seperti kak Petir, santai."
"Kok kakak bisa yakin gitu, kalau Alna itu Bulan?" Tanya Noon.
Karena malas berkata panjang lebar untuk menjawab pertanyaan Noon, Petir memutuskan diam yang artinya meminta Noon mencari jawaban itu sendiri.
Daun tampak sedang mengingat-ingat sesuatu mengenai pembicaraan misi mereka seminggu yang lalu. Ia coba mengingat dan berhasil mengingat percakapan itu.
"Daun baru ingat, Ayah pernah cerita saat Ayah mengasingkan Bulan ke Planet Bumi, di beri nama Alna, bukan? Iya, kan, Ayah?" Dengan wajah lucu dan imut, Daun bertanya.
"Iya, Daun benar. Daun kok bisa ingat?"
"Ayah sendiri yang cerita satu minggu yang lalu."
Kedelapan saudaranya serempak menatap wajah Daun dengan mengernyitkan dahi mereka. Daun yang polos bahkan kelewat dari kata itu bisa mengingat cerita satu minggu yang lalu. Amazing, mungkin akan jadi hal yang menarik untuk Cahaya yang akan melakukan test ingatan pada otak Daun dan Air yang akan menulis pada buku diary kesayangannya dengan judul 'Ingatan kuat Daun'.
"Tapi, Ayah." Night-y menjeda ucapannya. "Kami bahkan belum pernah sekalipun bertemu dengan Alna, eh, maksudku Bulan yang sekarang, kami tidak tahu bagaimana wajah Bulan."
Benar juga, jika mereka ber-sembilan saja baru bertemu saat mereka di satukan dengan banyaknya rintangan yang menghalangi mereka untuk bertemu. Contohnya saja, Petir, Api dan Cahaya yang menjadi anak angkat salah satu Walikota di negara Indonesia. Angin dan Air yang diangkat menjadi anak dari pemilik pusat wahana air terbesar di kota pahlawan. Tanah dan Daun yang hidup dengan pahitnya jalanan kota. Sedangkan Noon dan Night-y, mereka terpisah satu sama lain, tinggal dengan seorang pria dan wanita yang ternyata sepasang suami-istri yang cerai dan anehnya mereka bertemu saat ada kegiatan pariwisata sekolah di tempat yang sama, bodohnya lagi saat mereka menukarkan diri mereka yang awalnya Noon tinggal dengan sang Ayah bertukar tinggal dengan Night-y yang tinggal bersama sang Ibu. Dari kesembilan kembaran, hanya kisah Noon dan Night-y yang luar biasa.
"Apalagi, kita dulu harus terpisah satu sama lain. Menjengkelkan." Api melipat tangannya di depan dada.
"Kau enak, Api, bersama kak Petir dan Cahaya, bisa tinggal bersama seorang walikota terkenal." Angin membantah tak terima.
"Hei, kakak juga enak. Setiap hari bisa bermain di atas dinginnya air. Apalagi, kak Air, pasti dia sering gunakan kekuatannya hanya untuk menunjukkan pada orang-orang dan bodohnya orang-orang menganggap itu hanya sebuah tipuan teknologi." Kini Cahaya membantah Angin.
Air yang tidak terima di salahkan langsung bangun dari tidurnya dan protes atas perkataan Cahaya. "Hei, jangan salahkan aku, jika kak Angin yang menerima tawaran itu."
"Sudah, jangan ribut. Kalian sih enak masih bisa makan dan minum juga tidur di atas kasur empuk, di sini yang nggak beruntung itu cuma, Daun sama kak Tanah." Wajah Daun sendu bahkan hampir menangis.
Semua orang menatap Daun dan Tanah prihatin, tampaknya mereka harus bersyukur masih di beri kehidupan yang baik. Tapi tidak sekarang, toh mereka sekarang sudah kembali berkumpul seperti dulu, kecuali Bulan tentunya.
"Iya, cuma kak Tanah dan kak Daun yang pernah merasakan pahitnya kehidupan jalanan kota." Noon membela ucapan Daun.
"Walaupun aku dan kak Noon terpisah, setidaknya kehidupan kami layak di sebut baik-baik saja." Night-y menambahkan.
"Dan ya, cerita kalian berdua di sini paling lucu dan aneh." Dengan wajah datar Petir berkomentar.
"Baiklah kembali ke awal," Semua anak Kapten Besar kembali fokus ke masalah. "Karena mahkota itu ada di Planet asal kalian dan ruangan yang menyimpan mahkota itu hanya dapat di buka oleh pemilik Garis Keturunan Murni Planet Volle Maan dan kalian tidak tahu wajah Alna atau Bulan yang sekarang. Itu menjadi pengganti misi kalian."
"Jadi---" Angin dan Api menunggu penjelasan sang Ayah.
Cahaya lebih dulu menyahut. "Kita harus mencari sendiri bagaimana sosok Bulan dengan nama lain Alna dan---" Penjelasannya terpotong oleh Petir.
"Membawanya ke ruangan tempat mahkota itu di sembunyikan."
"Lalu---" Beo Angin yang sengaja menjeda ucapannya.
"Kita tinggal meminta Bulan memakainya, bukan? Otomatis, pemilik Garis Keturunan Murni akan di wariskan oleh Bulan. Bibi Dame Devin juga sepertinya tidak akan mengenali Bulan juga, itu kabar baik tambahannya." Noon dan Night-y menyimpulkan serentak.
"Itu artinya---" Api sengaja menjeda ucapannya sambil memasang wajar greget-nya.
Tak lama semua orang yang berada di ruang rapat bersorak serentak. Kecuali Petir yang cuek, Air yang lebih memilih tidur, dan Kapten Besar yang hanya menggelengkan kepalanya.
"KITA BERHASIL!"
Mereka senang, tentu. Tapi mereka tidak tahu jika rencana mereka tak semudah menjalankan. Bagaimana dengan menemukan dan mempercayai sosok adik bungsu mereka, Bulan? Dan bagaimana dengan melewati semua rencana Dame devin, bibi mereka yang akan menghalangi seluruh rencana mereka? Entahlah, biarkan nanti takdir yang akan menentukan segalanya.
***
Next episode 6...